Dalam hati saya cuma bergurau, orang kaya mah mau ngomong apa aja sah-sah aja. Coba kalau yang ngomong itu seorang guru di pedalaman daerah, siapa yang mau peduli.Â
Kembali lagi ke cuitan Elon soal TikTok bisa menghancurkan peradaban. Saya malah mencoba untuk mengambil sisi positif dari TikTok itu sendiri.
Misalnya saya sebagai insan pers, dengan adanya TikTok dan media sosial lain justru merasa terbantu. Karena dari postingan orang-orang terkenal itu kita bisa membuat sebuah konten.
Para pemilik media maenstream pun membolehkan para pekerjanya membuat konten-konten yang bersumber dari postingan kalangan publik figur atau peristiwa yang diposting di TikTok dan media sosial lainnya.Â
Sisi positif lain dari TikTok adalah mengenai lagu atau musik yang muncul di beberapa postingan. Banyak dari lagu atau musik yang sudah lama tak diperdengarkan lagi, tiba-tiba kembali viral dan hits berkat TikTok.
Lagu-lagu generasi baby boomers dan gen x yang sekarang disebut lagu jadul, berkat adanya TikTok justru bisa dikenal lagi oleh generasi gen y hingga gen z.Â
Dari situ apakah kemudian TikTok bisa dikatakan dapat menghancurkan peradaban? Apakah Instagram yang kemudian menduplikasi TikTok lewat "Rells" dan Youtube lewat "Short" atau aplikasi serupa lain yang juga memuat video-video singkat bisa pula menghancurkan peradaban?Â
Yang jelas, jika kita menggali data soal penyebab kehancuran peradaban, peran serta keberadaan media sosial dikatakan menjadi salah satunya. Selain itu ada pula penyebab kehancuran sebuah peradaban antara lain, ketidakjelasan gender, kehancuran sistem keluarga, imigrasi massal dari negara-negara berkembang, nihilisme serta ketimpangan ekonomi yang semakin parah.
Bahkan bicara soal kehancuran peradaban, penulis Tere Liye membuat quotes yang seakan mengisyaratkan bahwa peradaban tidak akan pernah hancur.
"Jika kita ibaratkan, maka peradaban manusia persis seperti roda. Terus berputar. Naik-turun. Mengikuti siklusnya."
Ciledug (20/6/2022)