Anehnya ya itu, soal bagaimana mereka bisa merasakan kebersamaan tetapi justru dipisahkan oleh jarak. Padahal pada bukber sebelum-sebelumnya di saat pandemi Covid-19 ini belum ada, saya pribadi sangat menantikan sekali momen bukber itu digelar, baik ketika saya masih kuliah bersama kawan-kawan di kampus, di tempat kerja atau di lingkungan keluarga.
Tetapi momentum bukber yang saya maksudkan tadi, sudah dua kali puasa ini berganti menjadi bukber virtual.
Saya membayangkan, pasti diantara kita jadi bersedih hati karena bukber yang sebelum-sebelumnya selalu diwarnai kebersamaan, canda tawa, foto bersama, kini tak ditemukan lagi suasana guyub seperti yang sudah-sudah.
Covid-19 ini memang telah mengubah kebiasaan setiap individu maupun kelompok, termasuk ketika melaksanakan bukber di kala Ramadhan.
Bukber virtual, sejatinya memang menampilkan wajah-wajah kita melalui audio-visual. Walau kita bisa memperlihatkan makanan dan minuman berbuka di hadapan teman-teman kita, tetapi kita sedikit pun tak bisa mencicipi makanan atau minuman teman-teman kita. Kita hanya bisa melihat tetapi tidak bisa menyentuh apalagi merasakan kenikmatan makanan atau minuman teman-teman kita lewat kegiatan bukber virtual tersebut.
Saya yakin, saya pribadi atau kawan-kawan Kompasioner, tak menginginkan kegiatan bukber virtual seperti sekarang ini. Tetapi, virus Corona ini telah memaksa kita untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang dianjurkan pemerintah sejak Corona ada di Indonesia hingga negara-negara lain di dunia ini.
Semoga saja bukber virtual pada puasa tahun ini menjadi kegiatan terakhir, untuk nanti kita semua bisa benar-benar bukber sungguhan.
Jadi kalau saat ini ada istilah "selamat berbuka untuk yang "pura-pura puasa", apa iya akan ada juga istilah "bukper pura-pura" gegara dilaksanakan secara virtual?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H