Jiwa-jiwa Melankolia yang terlahir dari rasa sakit dan kesedihan bertubi-tubi itu lalu menjelma menjadi seonggok daging, darah dan denyut jantung berdegub-degub yang berjalan terhuyung-huyung mencari orang-orang yang menisbikan mereka.
Mereka tak ingin begini sebenarnya, menjadi orang-orang yang uzn dan hazan karena tangisan atas kepergian itu telah berujud telaga-telaga air mata yang setiap sisi dan kedalamannya mereka koyak dari kenestapaan ini.
Mereka mencari ruang dan waktu untuk mengurai hidup yang lebih kusut dari benang kusut itu dengan jari-jari getar, ucap terbata karena kerongkongan tersekat rahasia yang telah tersimpan sedalam mungkin di tempat yang hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.
Jiwa-jiwa Melankolia berjalan tergopoh-gopoh karena pundak-pundak mereka ada sekarung kemarahan dalam gairah kebencian yang menjadi remah-remah depresi akan masa silam atas hakikat sebuah kepergian.
Bila engkau menyebut perempuannya atau laki-lakinya yang sedang sangat mereka kasihi dan dicintai itu, para Jiwa-jiwa Melankolia akan meronta karena denyut nadi terangkai kuat ke dalam jiwa-jiwa mereka.
Mereka jiwa-jiwa melankolia yang tercipta dari sebuah kepergian abadi serta memudarnya cinta, siapa mereka yang memahaminya?
Ciledug, 28 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H