Entah apa yang terlintas di pikiran Steve, Dia memintaku untuk kembali ke kampung dan menggali kuburan bapak. Katanya mungkin, pelaku menanam potongan surat itu di jasad bapak.
Sontak aku tak setuju. Kami berdebat panjang. Hingga aku sampai curiga keberadaan Steve selama ini.
Pikiranku kemudian memutar balik. Ada pertanyaan besar, kenapa Steve sampai begitu ngotot mengajakku pameran sampai ke kotanya. Padahal karya seni yang aku pamerkan dulu, sangat sederhana dan tak masuk akal sampai harus dipamerkan di Wina.
Berkali kali aku memastikan siapa Steve sebenarnya. Sampai pada akhirnya Steve meyakini jika Dia cuma seorang kurator seni. Lalu mengapa Steve begitu bernafsu ingin mendapatkan surat bapak?
Akhirnya aku memutuskan kembali lagi pulang, tapi kali ini bersama Steve.
Sampai di kampung malam hari. Istirahat sebentar, aku lalu ke kuburan bapak. Steve membantu menggali kuburan bapak. Aku memegang senter.
Selang beberapa jam, Steve mengangkat sebuah kotak kecil dari kuburan bapak. Aku bantu menarik ke atas.
Esoknya aku kembali ke Jakarta bersama Steve. Kotak kecil yang terkunci gembok kecil itu dibuka Steve. Baunya menyengat sekali. Ada potongan kertas masih utuh. Steve mengambil surat yang ada padaku. Dia satukan, dan kejanggalan itu terkuak.
Berkali-kali aku menyebut nama Allah, usai membaca utuh surat yang diberikan bapak beberapa tahun silam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H