Lebih sepekan aku mencari jasad ibu tapi belum juga kudapati. Orang-orang di kampung tidak tahu. Akhirnya aku memutuskan kembali ke rumah.
Satu-satunya jalan aku memang harus menemui Sulastri atau anak- anaknya, juga Pras, karena merekalah dalang di balik semua ini.
Antara ingin mengakhiri atau melanjutkan pencarian di balik misteri kematian ibu dan bapak, keduanya jadi ujian bagiku.
Setelah melakukan shalat istikharah beberapa kali, akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan.
Tak kusangka, Steve Johnson, kurator museum di Wina yang mengajakku pameran, menghubungiku. Dia bertanya kabar dan secarik surat bapak yang aku pamerkan beberapa tahun silam.
Kutanya kepadanya mengapa menanyakan surat itu. Katanya ada sesuatu yang janggal. Aku lantas berpikir keras, dimana letak kejanggalan surat? Akhirnya Steve Johnson mengaku mau bertemu denganku sekaligus ingin memberitahukan kejanggalan surat.
Tiga hari kemudian, Steve Johnson bertemu denganku. Tetapi dia agak menyesal karena surat itu tak lagi utuh, ada bagian yang sengaja disobek.
Katanya aku harus mendapat sobekan surat itu. Karena di situlah akan terkuak kejanggalannya.
Aku makin bingung dibuatnya. Seingatku, bapak memberinya dalam kondisi utuh. Tapi Steve kurang yakin. Dia lalu menyarankanku untuk mencari di rumah ibu dan bapak di kampung. Kukatakan saja aku baru saja dari kampung mencari dimana makam ibu.