Sumber: properti.kompas.comDi tahun 1970 buruh di Amerika Serikat, American Federation of Labor-Congress of Industrial Organization mendeklarasikan 'Workers Memorial Day'. Sebuah hari peringatan untuk mengenang para buruh yang menjadi korban dan mengalami penderitaan akibat kerja. Para buruh membuat aksi peringatan untuk mengenang dan menghormati ratusan ribu buruh yang mati, cacat dan mengalami penderitaan yang terjadi setiap tahunnya.
Peringatan ini kemudian ditetapkan menjadi hari peringatan sedunia terhadap buruh yang menjadi korban dalam bekerja. Pada tahun 2001 International Labor Organization (ILO) menetapkan 28 Mei sebagai peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja sedunia. Dan menjadikannya sebagai hari resmi dalam kalender Perserikatan Bangsa Bangsa.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Indonesia
Di Indonesia, isu K3 masih menjadi isu yang belum cukup banyak menjadi perhatian baik dari sisi buruh maupun dari sisi pemerintah apalagi perusahaan. Slogan 'Utamakan Keselamatan Kerja' yang selalu terpampang di setiap pabrik, proyek infrastruktur, dan di tempat kerja lainnya tidak lebih hanya sekadar untuk 'gagah-gagahan' perusahaan agar dikatakan sebagai perusahaan yang taat aturan K3.
Buktinya sampai akhir tahun 2015, mengutip data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan mengatakan:
"Sedikitnya sudah terjadi 105.182 kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal sebesar 2.375 orang. Kita tentu masih ingat dengan kecelakaan yang terjadi di PT Mandom Indonesia Juli 2015 lalu. Kecelakaan yang menewaskan 14 orang dan membuat puluhan orang harus dirawat di Rumah Sakit.
Bahkan Rabu (26/4) seorang pekerja pembangunan pabrik PT Semen Indonesia dikabarkan meninggal akibat jatuh dari ketinggian 18 meter. Hal ini semakin memastikan data BPJS bahwa hampir 1 orang meninggal setiap 6 jam akibat kecelakaan kerja di Indonesia.
Profesor Dr. dr. L. Meily Kurniawidjaja, M. Sc, Sp.OK dalam pidato pengukuhan guru besar-nya, meyakini bahwa dari data laporan Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) pada tahun 2013 bahwa ada 9 orang meninggal akibat kecelakaan kerja, sebenarnya hanya menunjukan 10% dari kondisi aktual yang sesungguhnya terjadi. Hal ini terkait dengan kondisi bahwa tidak semua pekerja menjadi anggota Jamsostek/BPJSNaker dan pekerja yang bersifat informal dan non-formal.
Lebih spesifik, di Indonesia sendiri, terdapat kasus kecelakaan yang setiap harinya dialami para buruh dari setiap 100 ribu tenaga kerja dan 30% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. Hal ini dikatakan langsung oleh pejabat Kementerian Ketenagakerjaan, pada tahun Juli 2015. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi saat ini telah mencapai 6 juta orang lebih. Harus diingat bahwa pemerintah saat ini sedang menggenjot pembangunan infrastruktur dengan anggaran lebih dari 300 triliun rupiah.
Dari sisi kesehatan kerja, hasil laporan, Kementerian Kesehatan, dalam pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013 tercatat jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus (Depkes, 2014).
Jika merujuk Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja, terdapat 31 jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Dalam peraturan yang sama, dikatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
Dengan cara perhitungan yang sama, jumlah korban penyakit akibat kerja ini bisa jauh bertambah apabila melibatkan juga para buruh informal dan non-formal.