Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Krisotil: 17 Tahun Anak Haram Konvensi Rotterdam

21 Mei 2023   01:11 Diperbarui: 21 Mei 2023   02:04 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Sehat. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Brsn selesai untuk RC amandemen dg hasil tdk disetujui"

Tanggal 12 Mei siang hari di tengah teriknya matahari, notifikasi layar di ponsel menyala tanda ada pesan masuk. Pengirim pesannya adalah salah satu delegasi resmi Indonesia yang hadir di sidang konvensi Rotterdam ke-11 di Jenewa. Isi pesannya singkat memberi kabar bahwa usaha untuk memasukan asbestos krisotil kembali gagal. Tidak ada penjelasan lanjutan dari pesan itu.

Seorang teman dari Inggris menuliskan dengan sangat emosional, "Sekop terakhir untuk mengubur kemajuan usaha memasukan krisotil (asbes putih) dalam PIC telah diayunkan, dipimpin kepentingan Rusia." Teman ini adalah saksi sejak pertama kalinya Konvensi Rotterdam memulai dialog untuk memasukan krisotil kedalam daftar tambahan ketiga konvensi tahun 2006. Daftar tambahan ketiga konvensi adalah daftar material kimia dan pestisida yang membutuhkan persetujuan informasi yang benar dan bertanggung jawab di konvensi Rotterdam.

Menuju sidangnya yang ke-11 pada 1-12 Mei 2023, upaya memuluskan hak publik memperpoleh informasi yang benar dan bertanggung jawab atas perdagangan krisotil telah dilakukan jauh hari. Riset ilmiah kesehatan, penemuan dan pelaporan korban, serta riset bahan pengganti terus bermunculan dan dihadirkan untuk meyakinkan negara anggota konvensi. Belajar dari 13 tahun pengalaman hambatan mekanisme pengambilan keputusan di konvensi, sejumlah negara dimotori Australia, Swiss dan lainya bahkan mengusulkan secara resmi perubahan mekanisme pengambilan keputusan di dalam konvensi.

Birokrasi Antiseptik
Sebuah surat elektronik datang dari delegasi organisasi (NGO) observer mengabarkan penolakan Rusia, Kazakhstan, Zimbabwe, India, Kyrgistan, dan Pakistan terhadap usulan memasukan krisotil kedalam daftar di dalam lembaran tambahan ketiga  di konvensi. Surat ini dikirimkan selang 2 hari setelah pimpinan sidang konvensi memutuskan menunda pengambilan keputusan dan akan membawa kembali ke sidang konvensi Rotterdam berikutnya (COP 12, 2025). Seperti sudah diduga sebelumnya, penghalauan masuknya krisotil pasti akan berulang terjadi. Benar saja Rusia sebagai eksportir utama memotori penolakan konsensus.

Sebuah material kimia industrial yang diusulkan dalam sidang konvensi Rotterdam baru dapat disetujui jika konsensus bulat tercapai dalam pengambilan keputusan. Berbagai informasi mulai dari dampak, regulasi negara, hingga penerapan bahan pengganti perlu disampaikan lebih dahulu oleh pengusul kepada komite peninjau bahan kimia (chemical review committee-CRC). Atas dasar itulah CRC membuat dokumen resmi yang akan dibahas di dalam sidang konvensi.

Asbestos Krisotil telah diusulkan sejak tahun 2005 oleh CRC untuk dibahas pada sidang konvensi tahun 2006. Dokumen yang telah didaftarkan secara formal sejak 2006 oleh CRC masih bertengger di laman resmi www.pic.int. Sumbangan informasi terbaru dari berbagai negara termasuk Australia, Swiss, Latvia, Chile, dan Uni Eropa tentang dampak asbestos-krisotil pun telah menjadi dokumen resmi konvensi.

Seperti dalam setiap sidang konvensi, informasi terbaru dari berbagai negara pun dihadirkan. Namun hingga akhir sidang konvensi 12 Mei lalu, krisotil masih dihadang. Sialnya, keputusan memang harus diambil berdasarkan konsensus bulat berdasarkan peraturan yang disepakati sejak awal konvensi. Sialnya lagi, Indonesia pun tidak bersuara terhadap pengusulan masuknya krisotil, walaupun sudah terdeteksi dampaknya bagi pekerja dan pengguna atap asbestos.

Seorang teman memberi julukan sidang konvensi Rotterdam dengan "birokratik-antiseptik" untuk mengungkapkan kekesalannya. Cukup dapat dipahami birokrasi pengambilan keputusan dalam perjanjian internasional termasuk di dalam konvensi Rotterdam memang butuh kesepakatan bulat.

Mekanisme mufakat bulat memang mekanisme resmi konvensi internasional. Mekanisme ini pula yang paling sering dipakai untuk menganulir temuan ilmiah dan temuan lapangan dampak material kimia dan pestisida berbahaya bagi manusia. Menyebut "antiseptik" dalam satu tarikan napas dengan birokrasi bermakna bahwa mekanisme yang sudah birokratis itu dipakai oleh negara-negara pihak untuk cuci tangan dari tanggung jawab. Inilah yang membuat kesal banyak negara dan organisasi internasional.  .

Anak Haram Industri
Bak anak haram industri modern, krisotil yang usia pengusulannya kedalam persetujuan informasi (PIC) sudah mencapai 17 tahun, masih tetap harus ditunda entah sampai  kapan. Negara pengekspor tidak mau mengakui dampak kemanusiaan, negara importir dihipnotis dengan berbagai cara untuk ragu mengakuinya. Si anak haram ini telah dewasa dan terus mengejar korbannya. Industri terus meraup untung dari penjualannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun