Rencana pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur disambut hiruk pikuk oleh warga. Ada yang menyambut baik dan melihatnya sebagai peluang bisnis. Namun tidak sedikit juga yang mengkritik dengan berbagai argumen. Walau riuh perbincangan pemindahan ibu kota, nampaknya pemerintah saat ini memang ingin dicatat sebagai pelaku sejarah dari ide puluhan tahun lalu tentang pemindahan ibu kota.Â
Dengan alasan seperti yang dikutip kompas (27/8)Â tampaknya pemerintah sudah pasti akan melangkah dengan keyakinan untuk memindahkan ibu kota negara. Tidak sedikit memang yang mengkritik alasan pemindahan ibu kota yang disampaikan oleh pemerintah. Namun yang cukup menggelitik adalah apakah nanti di ibu kota baru, konsumsi atap asbes juga akan meningkat ?
Laman http://bit.ly/inaban misalnya menuliskan catatannya agar pemerintah tidak memindahkan resiko penyakit akibat asbes kepada warga di wilayah ibu kota baru. Dengan membandingkan data konsumsi atap asbes Jakarta dan Kalimantan Timur, laman tersebut mengajak pembaca untuk mewaspadai perpindahan pola konsumsi asbes di tempat baru.Â
Dalam pemindahan ibu kota, memang belum ada catatan tentang berpindahnya konsumsi asbes dan penyakit akibat asbes. Tidak demikian halnya untuk perpindahan industri. Korea Selatan, dan Jepang misalnya pernah melakukan riset panjang tentang perpindahan industri pengolahan asbestos dan dampak endemiknya terhadap masyarakat yang menderita penyakit akibat asbes.Â
Khusus tentang perpindahan industri asbes Korea Selatan, bahkan ilmuwan dari negara tersebut pernah datang ke Indonesia dan melakukan riset serta pengukuran kadar serat asbes di udara.Â
Berlokasi di Cibinong, Bogor, riset dilakukan di pabrik pengolahan asbestos serta lingkungan masyarakat sejauh 10 KM. Hasilnya memang cukup mengerikan. Â Banyak lingkungan warga yang menjadi beresiko menebarkan penyakit akibat asbes seperti asbestosis, mesothelioma, kanker paru, kanker laring dan lainnya.Â
Debu asbes yang berterbangan di udara dipastikan adalah pemicu kanker (karsinogenik) yang sampai saat ini belum ada obatnya. Jaringan parut di paru-paru yang terbentuk dari luka akibat serat tajam dan halus asbes belum ditemukan cara mengobatinya. Satu-satunya cara untuk tidak menderita penyakit akibat asbes adalah dengan tidak mengkonsumsi atau menghindari terpapar asbes. Maka demikian, pemindahan ibu kota semestinya juga menjauhkan asbes dari lingkungan.Â
Kita patut berharap, pemindahan ibu kota untuk menyelesaikan 4 permasalahan yang menjadi alasan pemindahan tidak malah menimbulkan masalah besar yang baru, bencana akibat asbes.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H