Mohon tunggu...
Madjid Lintang
Madjid Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa yang masih terus belajar.

Di hadapan Tuhan aku hanya sebutir debu yang tak berarti. Pembelajar yg tak henti belajar, dan seorang hamba Tuhan yang penuh dosa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Meneladani Budaya Kerja Gunung Madu

26 Januari 2012   04:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:26 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kepala Depertemen SBF (Services, Bisnis, Finance) PTGunung Madu Plantations (GMP) Ir.H. Gunamarwan pernah mengatakan bahwa budaya kerja dan etos kerja yang berlaku di PT GMP saat ini dibentuk selama belasan sampai puluhan tahun.

“Sekarang semua sudah berjalan baik. Ada standar dan prosedur yang diterapkan. Sanksi dan penghargaan pun diterapkan dengan tegas. Itulah kondisi Gunung Madu saat ini,” kata Pak Guna kepada penulis beberapa tahun lampau.

Dulu, kata Pak Guna, pada awal berdirinya PT GMP, hukum yang berlaku adalah hukum “rimba”. Semua orang ingin menerapkan aturannya sendiri. Perselisihan sering terjadi baik antar karyawan maupun karyawan dengan pimpinan. Bahkan, perselisihan bisa terjadi antar departemen.

“Staf yang dihadang anakbuah dan diacungi golok itu sudah biasa pada masa itu,” tutur seorang pensiunan karyawan PT GMP mengenang masa gelap perusahaan ini pada awal berdirinya.

Sekarang, semua itu sudah tidak ditemukan lagi. Perselisihan antar karyawan maupun karyawan dengan pimpinan tidak ada. Karyawan yang mangkir kerja juga tidak ditemukan di PT Gunung Madu Plantations sekarang.

Penulis, sebagai orang luar, yang terikat kontrak kerja sama dengan perusahaan ini, dapat dengan objektif melihat kelebihan-kelebihan PT GMP dalam hal pelayanan, kinerja, disiplin karyawan, dan hubungan industrial bipartit yang harmonis.

PT Gunung Madu Plantations adalah produsen gula terbesar dan tertua di Provinsi Lampung. Lokasinya membentang di dua kecamatan yakni Kecamatan Terusan Nunyai, dan Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah

Budaya kerja di sini sudah begitu mapan. Etos kerja karyawannya tinggi. Para pimpinan memegang teguh komitmen. Karyawan pun bekerja penuh pengabdian dan sepenuh hati melaksanakan tugas-tugasnya.

Boleh dikata bahwa orang-orang Gunung Madu (karyawan, staf dan pimpinan) menjadikan kerja sebagai kehormatan dan jabatan sebagai amanah.

Sebagai pelengkap, penulis pengupas sedikit tentang apa itu etos kerja. Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral.

Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang. Pada Webster’s New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.

Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, dan tekun.Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya terjalin sangat kental di site PT Gunung Madu Plantations.

Kerja sebagai kehormatan menjadi ciri yang menonjol di PT GMP, yang dijaga oleh seluruh karyawan dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar pada kualitas dan keunggulan. Diibaratkan sebuah negara PT Gunung Madu Plantations adalah negeri kecil dari segi ukuran, tetapi tinggi dari segi mutu birokrasi, nyaris bebas KKN, dan unggul di bidang SDM dan pelayanan.

Yang utama dan patut menjadi tauladan bagi institusi lain adalah keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Tentunya, keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan para pimpinan (perintis) perusahaan ini selama bertahun-tahun.

Sikap Sebagai Penentu

Studi-studi sosiologi dan manajemen dalam beberapa dekade belakangan bermuara pada satu kesimpulan yang mengaitkan antara etos kerja manusia (ataukomunitas) dengan keberhasilannya: bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya.

Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa yang mereka pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting. Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi Jepang di kancah dunia. etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:

1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat:

2. Yu - berani dan bersikap kesatria:

3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama:

4. Re - bersikap santun, bertindak benar:

5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih:

6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta

7. Chugo - mengabdi dan loyal.

Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip, yakni:

1. bertindak rasional,

2. berdisiplin tinggi,

3. bekerja keras,

4. berorientasi pada kekayaan material,

5. menabung dan berinvestasi, serta

6. hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.

Sementara dalam khasanah Islam mungkin bisa dikaitkan dengan padanan kata ihsan. Setiap manusia, seperti diungkapkan Al Qur’an, diperintahkan untuk berbuat ihsan agar dicintai Allah.

Kata Ihsan sendiri merupakan salah satu pilar disamping kata Iman dan Islam. Ihsan adalah perbuatan baik dalam pengertian sebaik mungkin atau secara optimal.

Menurut Nurcholis Madjid,dari konteks hadis itu dapat disimpulkan bahwa ihsan berarti optimalisasi hasil kerja dengan jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin,bahkan sesempurna mungkin. “Penajaman pisau untuk menyembelih” itu merupakan isyarat efisiensi dan daya guna yang setinggi-tingginya.

Abad 21 adalah peradaban yang semakin didominasi oleh sains dan nalar di satu pihak, tetapi juga menuntut etika dan kesusilaan di pihak lain, agar sintesa keduanya menghasilkan keluhuran-keluhuran hidup yang memang sejatinya menjadi ciri khas kemanusiaan itu sendiri. Manusia-manusia Gunung Madu (kalau boleh disebut demikian) dalam proses perjalanan panjangnya telah terbentuk (dalam bekerja) menjadi sosok yang pas dengan kriteria-kriteria di atas.

(Abdul Madjid)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun