Melihat tingkah polah pejabat negara yang berlenggang dan berlimpah kemewahan, sementara hidup rakyat makin terhimpit dan terjepit oleh kemiskinan, yang muncul di hati adalah rasa muak, mual, jengkel dan marah.
Gaji pegawai naik, gaji di perusahaan-perusahaan swasta juga naik. Tetapi, pemerintah juga menaikkan harga BBM dan tarif listrik. Akibatnya harga bahan pokok, biaya produksi, dan ongkos trasportasi sudah naik ketika kenaikan harga BBM masih wacana. Dan, tensi darah pun ikut naik mendekati angka 200.
Rakyat seakan tidak pernah lagi merasakan ketenangan. Juga tidak lagi pernah mendengar berita baik nan menyejukkan. Berita yang tersiar semuanya mewartakan kepedihan, kesakitan, kecewa, lara, tangis, air mata, cucuran darah, caci maki dan kebohongan besar-besaran.
Taka ada lagi berita gembira yang membuat rakyat kecil bisa tertawa lepas. Sekarang wajah-wajah rakyat penuh kerut. Wajah mereka menampakkan duka, lara, tertindas, dan putus asa. Mereka putus asa karena tidak ada lagi tempat mengadukan nasib. Tidak ada lagi orang yang peduli terhadap mereka, tak ada yang bersedia mengangkat himpitan ekonomi yang mendera mereka.
Berita yang mereka lihat setiap hari adalah para pejabat yang mengkorupsi miliaran rupiah uang Negara. Sementara para petani di kampung-kampung hidup sengsara. Kebutuhan pokok harus ditebus dengan harga tinggi, sementara penghasilan mereka rendah. Untuk menanak nasi sulit karena harga minyak tanah mahal, beli gas tak mampu, kayu bakar susah dicari.
Menyaksikan debat tentang harga BBM yang ditayangkan Metro TV pekan lalu, ada senang ada jengkel. Senang karena bisa menyaksikan Kwik Kian Gie “menelanjangi “ para pejabat Kabinet Indonesia Bersatu yang hadir pada malam itu. Dengan enteng didukung data uraian yang jelas Kwik menyingkap bahwa Indonesia tidak merugi lantaran harga minyak dunia naik.
Minyak bumi kita diolah oleh perusahaan kita, dikerjakan orang kita, dan dijual kembali kepada orang kita. “Koq bisa, hasil dari perut bumi kita yang dikelola sendiri, untuk kepentingan sendiri, dijual dengan harga luar negeri?” kata Kwik Kian Gie.
Dengan wajah merah padam dan penuh tegang, Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, berusaha menjelaskan situasi keuangan yang “sebenarnya”. Bahkan, dengan pongah dia menantang siapapun yang ragu untuk mengaudit Pertamina. Kwik Kian Gie menyambutnya dengan senyum, karena sisi pendapatan sebenarnya dari usaha minyak ada di Departemen Keuangan, bukan di Pertamina.
“Kalau Pertamina diaudit, sudah jelas yang ditemukan pasti angka yang merugi. Saya ingin memeriksa sisi pendapatan di Departemen Keuangan,” tegas Kwik Kian Gie.Dua menteri yang hadir (Dahlan Iskan dan Jero Wacik) tak berkutik. [caption id="attachment_176149" align="alignnone" width="300" caption="Ilustrasi poskota.co.id"][/caption]
Dari debat tersebut terlihat dengan terang benderang bahwa Pemerintah main “petak umpet” dengan rakyat dalam mengelola anggaran Negara. Atas nama mensejahterakan rakyat, mereka justru menipu rakyat. Atas nama menolong rakyat, mereka mencekik rakyat.
Dengan menaikkan harga BBM rakyat mana di Indonesia ini yang tidak tercekik?
Melihat dan merasakan kondisi Negara yang seperti sekarang ini, saya jadi ingat pada mantan jurubicara Presiden Gusdur, Adhi Massardi. Dia mengekspresikan kekecewaannya dengan puisi berjudul “Negeri Para Bedebah”. Berikut saya kutipkan puisinya :
Negeri Para Bedebah
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala
Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah
Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI