Saya punya teman seorang Marbot. Seorang lelaki lanjut usia di sebuah dusun. Ia sederhana, tawaddu dan sabar.
Ya, dia seorang Marbot. Tugas Marbot adalah membersihkan masjid, mengisi bak penampung air, membersihkan dan mengisi tempat air di WC/kamar mandi.
Kemudian mempersiapkan ruangan masjid, merapikan karpet dan sajadah agar bisa dipakai sholat.Â
Menurut saya tugas Marbot adalah tugas mulia. Tentu saja seorang Marbot adalah seorang berhati mulia.
Teman saya itu bernama Mbah Ngatijan. Usianya 70 tahun, marbot di masjid Al Munawaroh, Srikaton, sebuah dusun di Desa Terbanggi Agung, Kecamatan Terbanggi Subing, Lampung Tengah, Lampung.
Perawakan Mbah Katijan kecil kurus. Beliau berasal dari Sleman, Yogyakarta. Pindah ke Lampung tahun 50-an.Â
Yang istimewa dari Mbah Katijan adalah penglihatan dan pendengarannya masih tajam. Giginya pun masih utuh.
Sehari lima kali suara Mbah Katijan berkumandang memanggil umat Islam untuk segera sholat. Suaranya khas, meskipun agak cempreng tetap enak didengar. Mungkin karena Mbah Katijan melakukannya tulus ikhlas karena Allah.
Jarak dari rumahnya ke masjid Al Munawaroh tempat dia mengabdikan diri di usia tua cukup jauh. Mbah Katijan mengendarai sepeda onthel sebagai alat transportasi.
Mbah Katijan ramah. Dia tak segan menyapa siapa pun yang duduk di sebelahnya. Jika belum kenal Mbah Katijan yang memperkenalkan diri.Â
Keramahan Mbah Katijan tampak dari senyum dan sorot matanya yang bening. Yang menarik dari Mbah Katijan ia tak sungkan menanyakan banyak pada lawan bicara. Kemudian Mbah Katijan dengan takzim mendengarkan jawaban atau cerita lawan bicaranya.