Mohon tunggu...
Sang Sing Sung
Sang Sing Sung Mohon Tunggu... -

Apa yang harus kutulis bila kita hanya bersandiwara...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perlukah "Kastanisasi" Dihidupkan di Kompasiana?

16 Januari 2012   12:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tulisan jelek-jelek begini, biarin jelek. Biar tulisan abal-abal namanya juga tulisan. Ah saya ingin anda tahu ide saya dari rangkayan otakku yang selalu korslet, entah mengapa keinginan "muntah-muntah" dua hari belakangan ini begitu besar. Tapi coba kutahan nantiikut muntah. Kita lupakan "muntah-muntah" kita beralih pada kasus muntaber yang katanya penderitanya harus di isolasi agar tidak tertular.

Ngomeng-ngomeng isolasi itu kan sama dengan kastanisasi, semua berakhir ASI, makanan bayi paling baik, tapi karena saking baiknya ibu-ibu menggantinya dengan sapi. sebenarnya bisa di samakan dalam artian konotif. Tetapi kalau di denotatifkan yah jauh beda. Ah ngomeng-ngomeng kaya orang pintar saja, padahal isi dengkul saya ini, yah begini saja, mungkin kosong melompong.

Kastanisasi, ini bukan tentang kasta-kasta di india yang jumlahnya ada 4 itu, paling tinggi brahmana, paling rendah sudra. Tapi satu persamaannya sama-sama manusia, cuma posisi di dalam masyarakat sosial yang membedakan. Tapi masing-masing memiliki peran yang tak sama. Yah begitulah kehidupan saling melengkapi. Andai semua jadi raja apa jadinya dunia ini, begitu juga bila semua jadi buruh siapa yang menggerakan.

Saya teringat tulisan Bung Indra Sastrawan, seekor singa mampu menggerakan ribuan domba lebih baik dari satu ekor domba  yang menggerakan selaksa singa. Analogi ini di bawah pada pemimpin kita yang melompong. Tak apalah, toh semua akan berakhir tidak ada yang digdaya, yang digdaya itu adalah waktu.

Kembali ke-kastanisasi, ini hanya ide konyol saja bukan menggugat, bukan mempertentangkan, hanya mencoba mengusulkan. Kalau dulu katanya ada istilah penulis tamu, karena masih kurangnya kompasianer, sekarang ini sudah berjubel mungkin sudah ratusan ribu, kabar terakhir sih sekitar hampir 90 ribu. Nah jumlah postingan pun dari hari ke hari semakin mengalami peningkatan. Kabar terakhir melalui rilis kompasianer @ Valentino, dalam tiga bulan terakhir rata-rata lebih 700 lebih per hari (tolong di luruskan bila keliru). Artinya dengan  jumlah seperti itu peluang sebuah tulisan meski berbobot untuk tampil di halaman muka utama menjadi menurun dan persaingan juga akan menjadi lebih tinggi.

Karena banyak penulis yang sudah punya nama besar, atau katakanlah sering menjadi langganan HL, bagaimana  kalau penulis-penulis tersebut di "kastakan" tersendiri. Ini mengingat setiap yang lahir dari tulisan mereka sesuatu yang menarik, aktual, inspiratif dan bermanfaat. dengan demikian penulis abal-abal yang masih belajar tetapi memiliki kekhasan bisa nongol lebih lama di halaman utama.

Sangat di sayangkan juga ada penulis yang selalu HL dan terekomendasi tiba-tiba tulisannya tidak lebih lama tampil di halaman utama (bahkan hanya di baca puluhan orang) padahal isi tulisannya tersebut sangat penting memperjuangkan kepentingan bangsa.

Dengan 'kastanisasi" tersebut tulisan abal-abal seperti tulisan saya bisa mampir di hightlight kompasiana hahaha, saya tidak bermimpi HL terlalu sakral buat tulisan-tulisan "korslet" seperti ini hahaha.

Salam Kompasiana.

.

Silahkan berkomentar, saya akan mengerahkan kemampuan terbaik untuk menanggapi, tapi kalau tidak baik juga pahamilah otakku ada di dengkulku :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun