Aja-aja ada, demikianlah kata-kata di utak-utak atik, kata ada-ada saja berubah menjadi aja-aja ada. sebagaimana kata ngomong-ngomeng menjadi ngomeng-ngomeng. Apalah arti sebuah kata demikian penulis siapa itu yang berkata-kata seperti itu. Nama tak lagi punya makna mungkin? Gak nyambung lah yah...
Tapi ngomeng-ngomeng soal nama, saya jadi penasaran sama pelaku tragedi tugu tani itu. Namanya siapa sih? Afrianti Susanti, Afriani Susanti, Afriyani Susanti, Atau jangan-jangan yang benar itu sebagaimana topik pilihan kompasiana kemarin yaitu Afrianinar**ba. Maaf saya pake tanda bintang, karena tidak tega “memper**sa” namanya. Ah nama sedimikian cepat bermetamorfosis, wajar dan sangat wajar melebihi kewajaran hingga wajarpun ikut-ikutan bersorak.
Afriani sedang menghadapi permasalahan serius, menghilangkan nyawa 9 orang dalam waktu yang sangat singkat membuatnya menjadi top news maker minggu ini mengalahkan Miranda S. Gultom, Yulianis, Wa Ode dan yang terakhir Nining Indra Saleh. Demikianlah Kompasianer Pak Syukri Muhammad Syukri dalam tulisannya berikut ini.
Afriani telah membuat surat permohonan maaf kepada keluarga korban, meski ya sangat menyadari bahwa tidak mudah untuk memaafkannya. Semoga permohonan maafnya membuat kita-kita yang merasa bermoral berhenti menghujatnya kalau tidak kita lanjutkan saja. Toh hujatan kita tak akan mengubah apa-apa. Hanya apa-apa itu yang akan mengubah penghujat, bahwa kehidupan adalah proses perputaran tiada henti. Sekarang kita bisa di titik nadir dan di lain waktu kita berada di puncak pencapaian. Yang kita perlukan adalah senantiasa mengintrospeksi diri, memperbaiki diri, menengok kebelakang, melihat tanggung jawab kita.
Stop menghujat, bukan tidak mungkin besoknya adalah kita, tidak ada yang menjaminnya. Kita masih punya saudara, masih punya anak-anak, masih punya keluarga, masih punya teman dekat. Kita hanya bisa berharap mampu istiqomah di tengah guncangan yang amat dahsyat dalam pertarungan kehidupan ini. Kita jadi pemenang atau kita kalah dan terpuruk.
Bila semua masih menghujat, biarlah saya “menangisi’ nasib Afriani, sebagaimana saya ikut “menangisi” nasib korban dan keluarganya. Semoga kita bisa mengambil hikmah dalam perputaran kehidupan yang tiada henti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H