Mohon tunggu...
Sang Sing Sung
Sang Sing Sung Mohon Tunggu... -

Apa yang harus kutulis bila kita hanya bersandiwara...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Laki-laki Setengah Wanita

21 Januari 2012   17:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:36 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pesan masuk ke inboxku beberapa waktu yang lalu. Saya tidak hafal persis kata-katanya, saya malas membuka kembali. Kurang lebih isinya, kamu laki-laki atau perempuan dari namanya kelihatannya perempuan, tapi  banyak yang memanggilmu Mas, bila lihat gaya penulisaannya feminin. Saya tersenyum sejenak, dia seorang wanita yang aku kagumi tulisan-tulisannya.

Saya terus terang tidak mengerti dengan gaya-gayaan, paling yang saya tahu hanya gaya dada, gaya perut, gaya punggung kalau dalam renang. selebihnya saya lagi blank. Namun dari inboks wanita tadi, saya sedikit berpikir dari mana Ibu tadi mengatakan kalau gaya tulisanku feminin apakah rasa saya kuat atau gmn. Entahlah? Saya mencoba memberikan balasan singkat, " kebetulan saya laki-laki asli yang kebetulan saya hanya menggunakan nick name saja (bahasa kerennya mungkin nama pena) kalau nama asli saya ini. bisa di lihat di...

Mengenai tulisan saya yang bergaya feminin saya juga tidak mengerti cuma satu hal yang mungkin saya sadari bahwa saya sering menggunakan perasaan saya dalam menulis, mungkin saya ini laki-laki berhati wanita saya tutup dengan sebuah senyum :)

Lebih dari itu saya tidak bisa menulis, meskipun tulisan saya sudah lumayan juga banyaknya  tapi saya masih menganggapnya sebagai curcol saja, kalaupun ada yang di apresiasi itu hanya kebetulan belaka otak lagi konek, tema yang saya angkat mungkin begitu mengena atau entahlah saya tidak mengerti.

Yah saya harus akui bahwa saya adalah laki-laki yang mungkin peka dan perasa, kaku, cenderung hati-hati, namun seiring waktu,  maka saya harus belajar tertawa, belajar rileks dan fleksibel, bahkan mungkin belajar menertawan diri sendiri yang pada akhirnya di sini memang saya harus tertawa karena terlalu seringnya saya sedih dan menangis akan realitas sosial yang saya hadapi, akan sebuah perlawanan kecil yang saya lakukan dalam menangkap realitas yang berada di sekitar saya. Untuk itu di sini saya hadir untuk tersenyum meski mungkin terpaksa dan mencoba tertawa-tawa. karena ternyata kadang-kadang di sini saya bisa melucu padahal aslinya susah membuat orang tertawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun