Pembunuhan massal dapat disebut dengan genosida. Pengertian genosida menurut UU no.26 tahun 2000 adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk memusnahkan atau menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, etnis, ras, maupun agama.
Ada beberapa cara genosida itu terjadi, di antaranya :
- Membunuh anggota kelompok,
- Memindahkan kelompok tertentu ke kelompok lain secara paksa,
- Memaksakan segala tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran di dalam suatu kelompok,
- Membuat penderitaan mental atau fisik yang berat pada suatu kelompok tertentu.
Pembunuhan massal selalu menjadi topik yang mengerikan untuk didiskusikan. Kebanyakan tragedi terjadi akibat perebutan teritori, namun ada juga akibat perbedaan cara pandang meski sebenarnya masih satu rumpun bangsa.Melalui seminar yang diadakan di Ruang Apung Perpustakaan UI (25/2/2019), perihal genosida tampak menjadi isu yang kurang tereksploitasi publik dunia. Salah satunya adalah tragedi yang terjadi di Khojaly, sebuah kota yang terdapat di persimpangan Eropa dan Asia Barat Daya, di sebuah negara bernama Azerbaijan.
Armenia yang didukung oleh Uni Soviet memiliki kepentingan kawasan di wilayah Nagorno-Karabakh. Hingga pada 25-26 Februari 1992, didukung artileri berat salah satu negara adidaya, unit paramiliter Armenia bergerak menuju ke kota Khojaly dan melakukan penyerangan.
Sebanyak 2.500 warga Khojaly meninggalkan rumah-rumah mereka. Di tengah kondisi dingin bersalju, para warga yang terdiri dari anak-anak, wanita, dan orang tua berlari puluhan kilometer menuju kota terdekat yang berada dalam kontrol penuh negara Azerbaijan.
Pada kesaksian korban yang selamat mereka menceritakan bagaimana horornya tragedi itu. Salah satunya adalah wanita yang membawa serta anak-anaknya melewati hutan bersalju. Dingin dan lembab menembus tulang.
Kala itu anaknya yang berumur tujuh tahun mencari kehangatan dalam pelukan sang ibu. Rasa letih dan cuaca berat bersalju  memaksa mereka berhenti di alam terbuka untuk istirahat. Tiada sumber api; hanya baju yang melekat di badan satu-satunya alat.  Sang ibu terus meyakinkan anaknya bahwa mereka akan selamat melewati semua ini dengan selamat. Tanpa sadar, anaknya itu telah tewas dimakan dinginnya cuaca malam.
Pada paginya, sang ibu dipaksa terus berjalan bersama rombongan pengungsi demi menghindari paramiliter Armenia yang mengganas. Ia meninggalkan jasad anak gadisnya itu di semak-semak tanpa ada yang bisa dilakukannya lagi selain menutupuinya dengan kain seadanya.
Tiada upacara penguburan yang layak; jasad ketiga buah hatinya ditinggalkan begitu saja sebagai keputusan yang teramat berat. Hingga kini kenangan berdarah Khojaly terus membayangi ibu tiga anak tersebut. Namanya Sadagat Huseynova. Pada peringatan kematian anak-anaknya, ia tak menemukan nisan ketiganya. Hanya sebuah monumen peringatan tragedi yang selalu ia kunjungi bersama-sama korban selamat lainnya.