Belum lagi memasuki 21 April, PT. MRT Jakarta tak kuasa memperkenalkan srikandi-srikandinya di hadapan publik. Di acara Coffee Break tadi (18/4) diperkenalkan satu per satu tenaga kerja wanita yang mewakili masinis dan maintenance.Â
Kantor MRT Jakarta yang berada di lantai 22, gedung Wisma Nusantara, Jakarta Pusat dipenuhi oleh para juru tulis media dan blogger. Di hadapan mereka duduk di antaranya : Ibu Mega Tarigan, selaku Kepala Divisi Operasional; pak Asep, selaku Kepala Divisi Perawatan; Indri Yulia, Tiara Alincia Fitri, Nidya Laras Yuniarti, selaku perwakilan masinis; Rikhe Syahnita Ramanda dan Putri Hapsari selaku perwakilan Signal & Telecommunication Maintenance; serta perwakilan Infrastructure & Facility Maintenance oleh Elva Shobri Qolbina.Para srikandi tersebut masih muda dan berwibawa. Ada yang memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing; kalaupun tidak, semuanya memiliki latar pendidikan yang mendukung perannya di proyek nasional bernama Mass Rapid Transit tersebut.Â
Sebelumnya, Ibu Mega Tarigan telah jelaskan fokus perekrutan tenaga-tenaga muda dan freshgraduated di perusahaan yang telah dibangun pada tahun 2008 ini agar terkumpul tenaga kerja yang mampu dibentuk sesuai standar operasi yang diakui internasional, sekaligus terkumpulnya ide-ide segar dari SDM muda tersebut.
Secara persentase, persiapan sumber daya manusia di fase pertama ini sudah mencapai 26,95% dari total 320 pegawai yang dibutuhkan. Sedangkan komposisi pekerja pria dan wanitanya beragam. "Persentase masinis pria dengan wanita, totalnya ada 41 orang. Enam di antaranya wanita." Demikian kepala divisi operasional PT. MRT Jakarta itu memberikan contoh.
Meski demikian, pelatihan berstandar dalam negeri dan mancanegara tetap menjadi bobot yang harus ditempuh oleh calon tenaga kerja pria dan wanitanya. Tanpa membeda-bedakan gender, perlakuan yang sama mereka penuhi demi mengejar standar pekerja MRT dari segi fisik, mental dan metode kerja.
Beratnya pelatihan yang dilalui oleh para calon tenaga kerja wanita MRT Jakarta sama dengan para prianya. Indri Yulia yang pernah menempuh diklat di Malaysia memberikan kesaksian bahwa dirinya sering dijadikan percontohan standar kemampuan keseluruhan para peserta. Pernah ia disuruh oleh trainer-nya mengangkat barang berat hingga jarak tertentu. Ketika selesai, sang pelatih mengatakan, "Nah, kalau Indri saja bisa, yang pria juga musti bisa."
Mereka menyadari bahwa sebagai wanita memang memiliki kelemahan dibandingkan para pria. Para wanita memiliki kodratnya sendiri. Rikhe Syahnita mengakui itu. Namun, selama pelatihan berlangsung dirinya yakin, meskipun demikian bukan berarti dirinya tidak dapat bekerja secara profesional layaknya pekerja laki-laki.
PT. MRT Jakarta melihat bahwa Malaysia memiliki kesamaan teknologi dengannya. Oleh karena itu, menimbang dekatnya jarak, persamaan teknologi yang dipakai serta kultur-budaya, mereka mengirimkan calon-calon tenaga kerjanya ke sana untuk menjalani diklat.
 "Negara tetangga paling mirip. Jadi, tidak usah jauh-jauh. Kita kirim ke Malaysia agar punya pengalaman mengoperasikan kereta." terang kepala divisi operasional MRT tersebut. Ke depannya, diklat di Jepang hendak dilaksanakan.
Secara persiapan operasional dan perawatan, PT. MRT Jakarta mengakui telah mencapai target sebesar 50,55%. Sisa dari persentase yang lain akan dikejar hingga bulan Maret 2019 mendatang.Â
Seandainya fase tahap pertama telah beroperasi, MRT Jakarta akan bekerja secara penuh dan profesional. Namun kondisi tertentu perlu diperhatikan, terutama untuk para pekerja wanitanya. Contoh yang aktual disampaikan Nidya Laras Yuniarti terkait masa-masa halangan bagi kaum perempuan.