Yusuf memandang bintang-bintang neon kota Makassar dari atas sebuah restoran. Sikapnya gentle menanti seseorang.Â
Yang dinanti datang dari arah pintu masuk. Bagai perwujudan kahyangan, gadis itu menghampiri Yusuf yang tengah kasmaran. Nama gadis itu, Zulaikha.
"Semenjak kita bertemu, saya tidak mau apa-apa lagi selain kamu," sahut Yusuf dalam dialek Makassar yang kental.Â
Sang pemuda mengeluarkan sebuah kotak perhiasan berisikan cincin bermatakan mutiara cantik, lalu mengajak Zulaikha menikah.
Betapa bahagianya gadis keturunan bangsawan Bugis itu. Sang pujaan hati berkomitmen mencintai dirinya, selamanya. "Tapi ibu tak akan menyetujui kita," Zulaikha mengingat sedih.Â
Meski tak berdarah bangsawan, Yusuf bukanlah pemuda kacangan. Karena keputusan telah dibuat: besok, pihak keluarganya akan datang melamar.
Resume
Silariang dalam bahasa Indonesia berarti kawin lari. Dalam kisah kehidupan suku Bugis-Makassar, isu silariang tak lekang dimakan zaman; cinta dua insan yang tak direstui. Jika mau dihitung, roman semacam ini cukup banyak adanya.
Di Negeri tempat asal mula I La Galigo ini memang terkenal dengan kegemaran literasinya. Sebut saja kisah legenda Datuk Museng dan Maipa Diapati. Kedua insan ini memiliki cinta tak kenal strata. Datuk Museng adalah orang biasa, sedangkan Maipa berdarah bangsawan. Kisah romansa mereka harus melewati lemparan batu dari keluarga sang perempuan akibat perbedaan status di antara keduanya. Mereka tidak direstui.
Dalam dunia sinematografi, tema kawin lari bahkan sempat hadir. Di tahun 70-an, alm. Rahman Arge (peraih piala Citra) sudah mengangkatnya dalam sebuah cerita pendek. Lalu, di tahun 1990-an, pemerintah daerah Sulawesi Selatan memproduksi film berjudul "Jangan Renggut Cintaku".
Film "Silariang: Cinta Yang (Tak) Direstui", atau disingkat SCYTD, kali ini berusaha menggenapkan usaha seniman lokal sebelumnya agar dinikmati penonton seluruh Indonesia.Â