Mohon tunggu...
Sandy Pratisari
Sandy Pratisari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang pengajar dari salah satu SMA Negeri di salah satu kabupaten provinsi Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permainan Egrang Menyentuh Ekonomi

12 Januari 2023   15:45 Diperbarui: 12 Januari 2023   15:52 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar kata "Egrang" pasti tidak asing bagi kaum yang lahir di tahun 1900-an. Permainan yang terbuat dari bambu yang tinggi kemudian dirakit sedemikian rupa sehingga memiliki tapak untuk kaki berpijak dan berdiri diatasnya. Egrang sendiri mempunyai sebutan nama berbeda-beda disetiap daerah contohnya di daerah Lampung, Egrang disebut Teropah Pancung karena terbuat dari bambu berbentuk bulat. Daerah Jawa, Egrang disebut dengan Jangkungan yang berasal dari burung lokal berkaki panjang. Cara bermain permainan ini cukup menarik karena kita harus memiliki keseimbangan agar bisa berdiri dan berjalan diatas bambu dan mampu menjegal kaki lawan. Namun, permainan ini hanya populer dimasanya karena tergerus oleh zaman yang serba digital.

Mirisnya kaum milenial seakan buta oleh permainan tradisional yang banyak membutuhkan keseimbangan yang baik dalam memainkannya. Bahkan dari mereka banyak yang tidak tau tentang permainan ini. Dahulu, menemukan permainan ini, begitu mudah dimana setiap kita melewati lapangan atau lahan luas, anak-anak berlomba memainkan permainan ini baik di desa maupun di kota namun saat ini, Egrang menjadi barang langka untuk dimainkan.

Kelangkaan permainan Egrang ternyata dapat menjadi contoh yang dikaitkan dalam pembelajaran ekonomi. Mengapa demikian? kalau dilihat, kelangkaan permainan Egrang ini berasal dari berkurangnya sumber daya manusia yang terampil memainkan Egrang sangat relevan dengan pembelajaran Ekonomi dimana Egrang termasuk kedalam sumber daya yang memiliki sifat terbatas terutama dalam ruang lingkup sekolah. Dari banyak guru, mungkin hanya satu atau dua orang guru yang terampil dalam memainkan permainan ini. 

Selain itu, Bambu sebagai sumber daya alam yang menjadi bahan baku dalam membuat Egrang mulai sulit ditemukan terutama di perkotaan. Jika kita ingin membuat Egrang, kita harus mencari bambu terlebih dahulu ke daerah-daerah penghasil bambu.

Ternyata, contoh pembelajaran khususnya untuk pelajaran Ekonomi bahwa tidak selalu harus dihubungkan dengan permasalahan yang ada di media atau berita namun bisa juga dicontohkan dengan permainan tradisional seperti permainan Egrang. Ini bisa menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan dan melestarikan permainan tradisional kepada murid kita di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun