Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orangtua adalah Arsitek Kesuksesan Sang Anak

11 April 2022   20:58 Diperbarui: 11 April 2022   21:53 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat orangtua membiasakan anak dilayani seperti raja (mau makan disuapi, mau minum diambilin, mau mandi dimandiin), nantinya motorik anak tidak berkembang dengan baik lalu parahnya, saat tidak ada lagi orang yang melayaninya, maka mereka akan bertingkah laku menyebalkan, seperti menangis, berteriak keras, membuang benda di sekitarnya, atau bahkan meninggalkan rumah untuk melampiaskan kemarahan pada situasi tidak nyaman.

Biarkan anak berbuat kesalahan saat mereka belajar mandiri. Berikan kepercayaan yang sama seperti saat orangtua memperlakukannya di usia 0-3 tahun. Amati saja dari jauh kegiatannya. Jika anak melakukan kesalahan, orangtua langsung menunjukkan kebenaran dan suruh anak mengingatnya. Katakan,”Kamu ingat ya semua yang ayah/ibu katakan dan ajarkan.”

Ulangi kalimat itu setiap kali anak berbuat salah dan minta dia melihat perbaikan yang orangtua lakukan atas kesalahan sang anak. Orangtua berhenti berkata bosan saat menemani dan mendidik anak. Tidak ada alasan yang logis bagi orangtua untuk mengatakan bosan selama menemani anak belajar. Sebab, tidak ada anak yang sukses tanpa mendapatkan bimbingan yang maksimal dengan penuh kasih sayang dari orangtuanya.

3. Usia 5-7 tahun

Pada rentan usia ini, anak sudah mulai menunjukkan keinginan pada benda atau apapun yang dilihatnya. Paling mudahnya adalah mainan. Saat usia 3-5 tahun, mainan anak didominasi oleh keinginan orangtua. Warna, bentuk, hingga fiturnya berdasarkan keinginan orangtua. Namun, menginjak usia 5-7 tahun ini, anak mulai memilih mainan sesuai kesukaannya. Proses pilih memilih dari diri anak inilah yang dikenal sebagai inisiatif.

Inisiatif dari anak tidak selalu menghasilkan sesuatu yang baik. Adakalanya pilihan mereka salah dan tidak sesuai dengan keinginan orangtua. Misalkan, saat memilih mainan, anak tentu memilih mainan  yang mahal karena mereka melihat bentuk, warna, serta keunikan dari mainan. Maka dari itu, orangtua sebaiknya ikut berperan untuk memberikan pendapat agar anak dapat menentukan pilihan dari inisiatifnya sesuai dengan kemampuan orangtua serta kebenaran yang ada.

Inisiatif anak juga seringkali menimbulkan kekacauan di dalam rumah. Misalkan saat mereka berinisiatif mencuci gelasnya sendiri usai minum susu, lalu saat menyalakan keran di wastafel, keran itu patah karena dijadikan pegangan saat anak akan jatuh. Air keran membasahi seisi dapur termasuk semua barang-barang di dapur.

Orangtua yang melihat kekacauan sang anak sebaiknya tidak marah, sebab tanpa perlu dimarahi, anak juga sudah merasa bersalah. Mereka juga takut dan kawatir jika terjadi sesuatu yang merugikan keluarganya. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua mengamankan anak dulu agar tidak terjadi hal lain yang lebih parah, seperti tersengat listrik atau lainnya, kemudian tanyakan penyebab kejadiannya, dan terakhir tenangkan diri sang anak, lalu kuatkan dengan nasihat yang sederhana agar mereka dapat terus berinisiatif dengan aman dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Orangtua yang marah-marah akibat perbuatan inisiatif anak justru membuat anak takut dan tidak berani berbuat sesuatu lainnya. Dampak besarnya adalah mereka akan menjadi anak-anak yang cenderung menutup diri dan bergerak saat disuruh orangtuanya. Bahkan anak yang sering dimarahi karena kegagalannya justru memiliki perilaku yang sulit diarahkan. Mereka akan menjadi mudah takut karena kebiasaan dimarahi saat berbuat salah atau mereka akan keras kepala. Anak akan menolak arahan orangtua atau orang dewasa lain karena mereka takut disalahkan jika petunjuk itu ternyata salah.

Ijinkan anak untuk belajar insiatif dan menikmati rasa bersalahnya sendiri. Dengan begitu mereka akan berpikir dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka timbulkan. Proses latihan hidup ini akan menghasilkan perilaku yang mudah diarahkan. Komunikasi antara orangtua dan anak juga semakin harmonis dan baik.

4. Usia 7-12 tahun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun