Misalkan, banyak suara dalam pemilu legislatif yang terbuang sia-sia dan tidak dapat dikonversi menjadi kursi parlemen. Kalau begitu, dampaknya adalah disproporsionalitas alokasi kursi dalam sistem pemilu proporsional yang merupakan bagian dari sistem pemilu Indonesia.
Lijphart dan Aitkin dalam Amalia Diamantin dkk. mendefinisikan disproporsionalitas sebagai penyimpangan antara perolehan kursi partai (dalam persentase) dan perolehan kursi sebenarnya di parlemen (dalam persentase).
Sebaliknya, dengan semakin banyaknya pemilih yang memberikan suaranya untuk kursi parlemen dan semakin banyak perwakilan pemilih yang terwakili dalam lembaga perwakilan, maka hasil pemilu akan semakin proporsional.
Rasio itu sendiri dipengaruhi oleh jumlah daerah pemilihan dan ambang batas parlemen. Daerah pemilihan yang banyak dan ambang batas yang besar mengakibatkan jumlah suara tidak tertampung menjadi kursi.
Setidaknya, ada tiga hal yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai apakah suatu pemilu diselenggarakan secara demokratis atau tidak, yaitu: apakah terdapat pengakuan, perlindungan, dan penanaman hak asasi manusia; adanya persaingan yang sehat dari peserta pemilu, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang menghasilkan pemerintahan yang sah.
Ketiga hal tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai pemilu yang demokratis di negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Lemahnya Parliamentary Threshold bagi Pelaksaan Demokrasi di Indonesia
Penerapan sistem ambang batas parlemen yang berdampak pada peserta pemilu yang tidak bisa masuk parlemen padahal perolehan suara tinggi, dan terbuangnya suara masyarakat karena partai politik tidak memenuhi ambang batas parlemen, merupakan hal yang dapat mengurangi pelaksanaan demokratisasi.
Jika saja parliamentary threshold terus diberlakukan, konsep demokrasi tidak akan terwujud di Indonesia karena partai yang tidak masuk ke parlemen oleh sebab tidak memperoleh ambang batas parlemen, secara otomatis tersisih, padahal partai tersebut mendapatkan jumlah suara yang tinggi dalam partisipasi pemilu.
Contohnya, pada pemilu 2019. Dari sekian banyak partai-partai peserta baru yang mengikuti pemilu 2019, tidak ada yang bisa lolos ambang batas parlemen. Grace Natalie dari Partai PSI saat itu memperoleh 179.949 suara.
Angka ambang batas parlemen tersebut hanya mampu dilampaui oleh total perolehan suara PDIP, Gerindra, dan PKS di daerah pemilihan DKI Jakarta III.