Mohon tunggu...
Sandya Wisnu Fathorani
Sandya Wisnu Fathorani Mohon Tunggu... Mahasiswa - PKN STAN

Selamat datang!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Tahun 2022 Merupakan yang Terakhir?

18 Januari 2024   07:07 Diperbarui: 18 Januari 2024   07:54 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pajak merupakan sumber pendapatan utama yang presentasenya paling besar dalam kerangka APBN. Pajak digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik yang pada akhirnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas. Artinya, pajak mempunyai peran yang sangat krusial bagi negara kita karena sebagai tonggak utama penerimaan pendapatan negara. Namun, tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Salah satu faktor yang mengakibatkan kurang maksimalnya penerimaan negara yang berasal dari perpajakan ialah kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Masih banyak wajib pajak yang ditemukan masih belum atau kurang dalam melakukan pelaporan atas harta kekayaan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Maka untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan kesadaran diri wajib pajak.

Salah satu kebijakan yang telah dilakukan pemerintah ialah melalui Program Pengungkapan Sukarela atau Tax Amnesty jilid II yang berlaku sejak 29 Oktober 2021 dan dilaksanakan pada tahun 2022. Pada tahun 2016, Tax Amnesty jilid I sudah pernah dilaksanakan oleh Indonesia dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Menurut Bapak Joni Kriswanto selaku Analisis Kebijakan Ahli  Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKP) Kementerian Keuangan, kebijakan pengampunan pajak terbukti dapat meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. Beliau menjelaskan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak peserta program Tax Amnesty yang sebelumnya pernah diterapkan mengalami peningkatan presentase dari 79% sampai 80% menjadi sebesar 92% sampai 93%. Hal inilah yang mendasari diberlakukannya kembali Tax Amnesty jilid II pada tahun 2022.

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak telah melaksanakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada periode 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Bersamaan dengan hal tersebut, ditetapkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.  

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan kebijakan pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan dan melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. Apabila dibandingkan dengan program pengampunan pajak yang dilaksanakan pada tahun 2016 lalu, PPS ini memiliki beberapa perbedaan. Yang pertama jika dilihat dari periodenya, Tax Amnesty berlangsung selama tiga periode dengan tarif uang tebusan yang berbeda, sedangkan PPS dijalankan hanya dalam satu periode saja yaitu dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Yang kedua dilihat dari tujuannya, Tax Amnesty memiliki misi reformasi perpajakan didalamnya, sedangkan PPS sendiri bertujuan untuk memulihkan perekonomian ditengah krisis akibat adanya pandemi. Dan yang ketiga jika dilihat dari sisi peserta, Tax Amnesty mengizinkan semua wajib pajak untuk turut serta baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Sedangkan dalam PPS, selain yang pernah mengikuti Tax Amnesty, hanya Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan ikut.

Berikut merupakan manfaat mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) :

  • Kebijakan I
    • Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak (200% dari PPh yang kurang dibayar);
    • Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
  • Kebijakan II
    • Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap;
    • Data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.

Meskipun Program Pengungkapan Sukarela ini meningkatkan kepatuhan wajib pajak, namun kebijakan ini tidak akan dilanjutkan. Menurut Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan dalam konferensi pers Program Pengungkapan Sukarela di kantor Direktorat Jendela Pajak, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang dilaksanakan pada tahun 2022 lalu tidak akan diadakan kembali. Beliau berpendapat bahwa akan ada perubahan paradigma kepatuhan wajib pajak dalam jangka panjang apabila program ini dilaksanakan secara terus menerus. Akan ada kemungkinan wajib pajak yang patuh dan tidak patuh akan mengharapkan adanya kebijakan pengampunan pajak yang sama pada tahun-tahun selanjutnya. Hal tersebut tentunya akan berdampak buruk karena akan menciptakan mentalitas yang buruk bagi wajib pajak dan dikhawatirkan akan merusak kewibawaan dan kepercayaan pada otoritas. Oleh karena itu, diharapkan wajib pajak tetap mempertahankan kepatuhannya meskipun tidak akan lagi diadakan program pengampunan pajak pada tahun-tahun berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun