Riba adalah istilah yang memiliki signifikasi besar dalam Islam dan ekonomi syariah. Konsep ini diharamkan dalam Al-Qur'an dan diakui oleh ulama-ulama Islam melalui ijtihad. Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014, riba adalah tindakan yang memastikan peningkatan pendapatan secara tidak sah (bathil). Misalnya, dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak memiliki kesamaan dalam kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mengharuskan nasabah penerima fasilitas untuk mengembalikan dana yang diterima melebihi jumlah pokok pinjaman karena berlalunya waktu (nasiah).
Riba terkandung dalam Surah An-Nisa (4:161), artinya: "Dan karena mereka mengambil riba padahal telah dilarang kepada mereka serta makan harta orang dengan batil, dan Kami siapkan azab pedih bagi orang-orang kafir di antara mereka".
Posisi riba dalam Islam tercermin dalam contoh-contoh praktis. Misalnya, dalam situasi pertukaran emas 24 karat antara dua pihak yang berbeda. Ketika pihak pertama sudah menyerahkan emasnya, namun pihak kedua menyatakan bahwa mereka akan memberikan emas miliknya dalam waktu satu bulan mendatang, keadaan ini dianggap sebagai riba karena nilai emas dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu.
Praktik riba dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada individu. Dengan membayar bunga tambahan, individu dapat terjerat dalam siklus utang yang sulit untuk diatasi. Ini dapat menyebabkan stres keuangan, ketidakstabilan ekonomi, dan bahkan kemiskinan. Selain itu, riba juga dapat memperburuk kesenjangan ekonomi dan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi yang lebih luas. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengakibatkan ketidakadilan sosial.
Untuk menghindari riba, individu harus mengambil tindakan yang bijak dalam transaksi jual beli dan pinjaman. Memastikan bahwa semua transaksi dilakukan dengan cara yang jelas dan adil. Harga dan syarat-syarat pembayaran harus jelas, dan tidak boleh ada unsur riba dalam bentuk apa pun. Transparansi dan integritas dalam transaksi jual beli sangat penting dalam Islam. Dalam transaksi pinjaman, tiap individu dapat mencari alternatif yang halal ketika membutuhkan dana tambahan. Banyak lembaga keuangan syariah yang menawarkan solusi pinjaman yang bebas dari riba. Selain itu, menjaga kedisiplinan keuangan pribadi dan menghindari utang yang tidak perlu juga merupakan langkah penting.
Kuatkan ta'awun (kerjasama) antarsesama muslim. Salin mempedulikan antara satu dengan yang lain dapat membantu menghindari riba. Jika dalam kondisi lapang, membantu saudara yang kesulitan dapat mempermudah urusan kita. Kerjasama ini juga dapat menggerakkan saudara kita untuk membantu saat kita mengalami kesulitan. Memperdalam terkait transaksi ribawi sangat penting. Dalam arus kehidupan yang semakin modern, tidak menutup kemungkinan akan turut menghadirkan transaksi-transaksi ribawi baru. Oleh karena itu, terus belajar dan update terkait transaksi itu sangat bermanfaat, terutama bagi yang berkecimpung dalam dunia bisnis.
Kenali bahaya riba. Sebagai sesuatu yang diharamkan oleh Allah Ta'ala, riba memiliki banyak konsekuensi yang mengancam bagi seorang muslim. Ancaman neraka salah satu bahaya riba yang sangat serius. Selalu ingatlah bahwa Allah SWT telah memberi peringatan yang jelas dalam Al-Qur'an tentang keharaman riba.
Islam telah memberi solusi sarana yang halal melalui mekanisme zakat mal. Zakat mal bukan hanya sekedar memberikan sumbangan tapi juga meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat. Selain itu, banyak lembaga sosial yang menawarkan program bantuan yang masih halal. Banyak orang-orang darurat boleh berhutang karena Islam membolehkannya jika dalam kondisi darurat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat menyimpulkan bahwa menghindari riba sangat penting demi menjalani kehidupan yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai agama. Riba diharamkan dalam Al-Qur'an dan diakui oleh ulama-ulama Islam melalui ijtihad. Untuk menghindari riba, individu harus mengambil tindakan yang bijak dalam transaksi jual beli dan pinjaman. Dengan mematuhi hukum Islam tentang riba, kita dapat memastikan bahwa setiap kegiatan ekonomi yang kita lakukan tetap diridhai oleh Allah, dan dijauhkan dari kemaksiatan.
Riba merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam karena dianggap mengambil keuntungan secara tidak sah, seperti dalam transaksi yang melibatkan pertukaran barang sejenis dengan perbedaan kualitas atau pinjaman yang mensyaratkan pembayaran melebihi pokok karena waktu. Riba memiliki dampak negatif seperti menjerat individu dalam utang berkepanjangan, menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, serta memperburuk kesenjangan sosial. Untuk menghindari riba, diperlukan sikap bijak dalam transaksi, memastikan transparansi, dan menghindari utang yang tidak diperlukan. Alternatif bebas riba seperti lembaga keuangan syariah dan zakat mal menawarkan solusi bagi kebutuhan finansial. Selain itu, kerjasama dan saling membantu sesama muslim dapat mencegah keterlibatan dalam transaksi ribawi. Memahami bahaya riba, sebagai sesuatu yang diharamkan dalam Al-Qur'an, adalah langkah penting agar aktivitas ekonomi tetap sesuai dengan nilai-nilai agama dan mendapatkan keberkahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H