Apakah tukang tambal ban ini tidak sadar dirinya punya Brand (with capital B)?
Tadi pagi terpaksa saya terlambat ke pabrik. Gara-gara ban belakang mobil bocor. Sebelum berangkat sudah dicek. Agak kempes. Kempes yang tidak normal. Keluar kompleks ada satu bengkel paling dekat. Masih tutup. Pukul tujuh.
Keliling perumahan akhirnya. Ada empat bengkel yang saya tahu. Satu di antaranya tempat saya biasa menambal ban. Saya ini memang langganan ban bocor. Korban dari kunjungan ke proyek. Paku menjadi teror. Tidak bisa lepas, faktor keharusan pekerjaan. Dan semua tutup. Baru pada buka jam 8. Ada yang jam 9.
Lalu saya ke bengkel motor. Ada yang sudah buka. "Bisa nambal ban mobil, Pak?" Saya tanya pemilik bengkel.Â
"Kalo ban depan masih bisa Mas dibelokin bannya. Kalo ban belakang susah. Karet untuk nambalnya sih ada. Toh sama aja kayak ban mobil. Tapi untuk masangnya susah."
Akhirnya saya minta tolong diisikan angin saja dulu. Sekadar untuk bernapas sembari cari tambalan ban tubles menuju pabrik. Seingat saya di luar perumahan ada satu tempat saya pernah menambal juga.
Saya sisir sebelah kiri jalan. Masih jam setengah delapan. Dan buka! Ini dia!
Saya minta dia untuk mengganti ban dengan yang cadangan akhirnya, karena setelah dicek, ada dua titik bocor. Dengan tangkas dan seorang diri dia membuka ban, ganti velg cadangan dengan yang aslinya, buka pentil. Begitu taktis.
Sudah 10 tahun usahanya di situ. "Buka jam berapa di sini?" Dia jawab biasanya jam enam. Karena bulan puasa jadi setengah tujuh. Wah itu sudah paling pagi dibanding lima lainnya!
"Banyak mobil atau motor yang ke sini?"
"Sama aja sih. Karena yang ke sini langganan semua. Mereka juga tau harga. Pernah saya coba naikkan, kata mereka 'ah, biasanya gak segitu, Lae'. Akhirnya saya lihat pelatnya. Kalo orang luar bisa saya naikkan harga," jelasnya.