Mohon tunggu...
Oksand
Oksand Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Storytelling dan Editor

Penulis Storytelling - Fiksi - Nonfiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ini Perbedaan Birokrasi Pembuatan Dokumen di Era Dada Rosada dan Ridwan Kamil

29 November 2016   13:07 Diperbarui: 30 November 2016   11:50 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com

Dulu saya membuat notes tentang masalah ini, terutama pembuatan kartu keluarga tahun 2012, setelah anak pertama lahir. Tahun itu, Wali Kota Bandung adalah Dada Rosada. Segala keluh kesah perihal pembuatan KK saya tumpahkan di situ, dan ternyata berguna, waktu saya lagi berproses menjalani hal itu lagi kedua kalinya.

Kali ini, pada saat kepemimpinan Ridwan Kamil, saya mengajukan untuk memproses tiga dokumen sekaligus:

  1. E-KTP istri (karena masih pakai yang laminating, alias tidak terdaftar di RT waktu pembuatan eKTP massal, padahal KTPnya sudah Bandung),
  2. Kartu Keluarga, menambahkan anggota keluarga setelah lahiran anak kedua. Dan sebagai syarat juga untuk pembuatan akte lahir,
  3. Akte kelahiran.

Awalnya sempat pesimis, bisa gak tiga dokumen diurus sekaligus? Urus sendiri atau titip pak RW ya? Akhirnya, demi menjajal kinerja birokrasi di Bandung untuk urusan begini di periode Ridwan Kamil, saya ambil cuti dua hari, mumpung 9 Maret 2016 tanggal merah. Hari Nyepi. Gerhana matahari total juga terjadi hari ini, pukul 7.30 pagi tadi.

Sebelumnya di 11 Januari 2016
Saya ke Bandung untuk minta surat pengantar RT untuk pembuatan e-KTP istri, karena katanya pengurusan akte kelahiran harus sudah ber e-KTP, bukan KTP lama yang masih dilaminating. Surat pengantar RT pun didapat, dicap, ditandatangani. Berikutnya, mencari Pak RW. Di rumahnya gak ada. Kata warga, mungkin di warung beras. Nihil juga. Akhirnya, tunda. Susahnya cari pak RW....

Minggu, 6 Maret 2016
Kembali mendatangi rumah Pak RT. Kali ini minta pengantar KK dan akte sekalian. "Lho, dulu teh bukannya udah ke sini?" tanya Pak RT heran.
"Iya pak dulu untuk e-KTP, dan Pak RW nya gak ketemu. Sekarang untuk KK dan akte", kata saya menjelaskan.

Surat pengantar bisa sekaligus untuk beberapa hal, termasuk KK dan Akte. Begitu beres dari Pak RT, saya tanya posisi Pak RW. Ternyata ada opsi lokasi lain untuk mencari beliau: Posyandu baru! Saya pun langsung jalan cepat menuju rumah RW dulu, gak ada. Warung beras, kosong juga. Posyandu Dago pojok, ada!!! Alhamdulillah.

Langsung saya minta cap dan tanda tangannya. Pak RW lalu memberi petuah, "Sekarang mah antri kudu ti pagi, nomor antrian nangan saratus. Kadang geus ti pagi ge tos seep. Terus perlu saksi dua orang untuk akte, tapi diditu ge aya saksi mah." Waduh, ngantri dari pagi juga gak dapet nomor? Hanya 100 per hari? Ah, jajal aja! Bismillah.

Senin, 7 Maret 2016
Antara semangat dan tidak. Karena sudah terbayang proses administrasi yang jelimet. Titip atau jangan. Akhirnya, jam 8.30 berangkat ke kelurahan.

Sampai kelurahan ternyata kosong, gak ada antrean. Rezeki. Langsung ajukan permohonan pembuatan eKTP, KK, akte. "Ooh bisa, sadayana weh dokumenna," kata ibu petugas. "Saya tinggal atau gimana ya, Bu?" Karena takut makan waktu lama biasanya.

"Nteu, tungguan weh." Wihh? Luar biasa nih, bisa ditunggu? Si ibu petugas lalu memanggil untuk fotokopi berkas e-KTP untuk arsip di kelurahan. Hanya habis Rp 1000 untuk 5 lembar. Lalu beberapa saat ibu petugas memanggil lagi. "Ini difotokopi juga satu kali," kali ini habis Rp 2000 saja. Berkas KK dan akte lebih banyak. Pesan ibu petugas, akta nikah fotokopi juga bagian tandatangan KUA jangan tanggung-tanggung kalau fotokopi. Bawa KK yang asli ke kecamatan. Noted with many thanks!!!

Total waktu di kelurahan: 75 menit, sudah termasuk fotokopi. Menurut saya ini: sebuah improvement! Jam 9.45 kelar semua urusan di Kelurahan Dago. Cusss ke Kecamatan Coblong.

Yang membuat lega di kecamatan, antrean pakai sistem nomor seperti di bank. Jadi jelas waktu antrinya.

Di kecamatan saya lebih takjub lagi. Pelayanan dari Bu Ida yang sudah senior begitu ramah dan mudah. Urusan berkas e-KTP kelar dalam 15 menit. Saya lalu diberi resi untuk foto e-KTP istri besok harinya, sambil ambil NIK untuk anak kedua saya.

Selasa, 7 Maret 2016
Jam 8.00 sudah sampai kecamatan sambil bawa istri untuk foto. Habis waktu 15 menit saja. Pengambilan NIK dan berkas untuk dibawa ke Disdukcapil juga kelar dalam 15 menit.

Total waktu di kecamatan, hanya 45 menit! Untuk e-KTP, KK, dan akte kelahiran. Tiga dokumen dengan 45 menit, big improvement juga! Well done kecamatan.

Lalu saya langsung ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk membuat akte kelahiran. KK dan eKTP nanti bisa diambil di kecamatan 2 minggu kemudian.

Di Disdukcapil, saya menemui satpam untuk ambil nomor antrean. Tidak seperti yang diucap pak RW bahwa hanya sampai 100 antrian, itu ternyata di lajur K untuk bagian Perbaikan Data. Yang benar adalah, pengambilan nomor antrian hanya sampai jam 12.00, dan khusus lajur K hanya 100 antrian. Clear.

Lalu saya ditanya satpam untuk pengurusan apa. Saya jawab akte, umur anak 1 bulan. Lalu ditekan tombol antri lajur C. Kalau umur anak sudah lebih dari 2 bulan, termasuk orang dewasa yang belum punya akte, maka di lajur B. Tenang, satpam yang ambilkan antrean. Good service!

Jam 9.09 tercatat di nomor C45. Saat itu lajur C sudah sampai C30. Jam 10.25 saya baru berhadapan dengan petugasnya. Artinya, kecepatan pelayanan sekitar 5 menit per orang. Ini... bagussss! Good speed!

Dokumen yang saya bawa dari kecamatan lengkap. Termasuk surat lahir yang asli dari rumah sakit pun disertakan. Eeehhh, ternyata formulir belum saya ambil di bagian informasi. Kabar baiknya, semua dokumen sudah masuk, saya tinggal isi formulir untuk pembuatan akte di bagian informasi.

Formulir mudah untuk diisi, tinggal lihat dokumen saja untuk menyalin data NIK. Berikutnya adalah, mencari dua orang saksi!

Karena tidak membawa saksi dari rumah, jadi saya cari saksi yang juga sedang urus akte, sesuai saran petugas. Saya langsung menghampiri Pak Yusuf, yang membawa pak Nunu dan Bu Epon sebagai saksinya. KTP mereka pun saya fotokopi. Saya sempat heran, kok dia tunggu saya? Urusan mereka sudah beres dan KTP sudah saya copy. Ternyata, saksi juga harus tandatangan dokumen. Saya gak tahu, hehe. Nuhun pisan Pak Yusuf, Pak Nunu, Bu Epon. Saya pun memberi fotokopi KTP ke bapak tua yang saya lupa namanya untuk urusan saksi. Karena bertemu di tempat fotokopi dan saya tahu beliau pasti butuh saksi dan fotokopi KTP, saya sodorkan kopiannya karena punya stok di dompet.

Satu lagi ada yang lupa. Formulir pengajuan ada tandatangan Lurah! Waduh, udah mau kelar masa harus balik lagi ke kelurahan? Akhirnya bertanya ke petugas dan jawabannya melegakan, "Ooh ini kan udah ada lampiran yang warna hijau dari kelurahan. Gak perlu tandatangan lagi, Pak". Legaaa.

Saya pun menunggu pak tua untuk saya tandatangani bagian saksi kedua.

Total waktu saya di Disdukcapil, dua jam saja! Kalau saja saya tahu ada formulir yang harus diisi dan membawa saksi dua orang dan fotokopi KTP-nya, sepertinya bisa lebih cepat. Hanya tinggal tunggu antrian 5 menit per orang. Urusan kita pun kalau berkas lengkap hanya 5 menit.

Akte bisa diambil tanggal 17 maret, hanya 9 hari! Saya kira sebulan. Tapi saran petugas dilebihkan saja seminggu untuk jaga-jaga.

Jadi, jika ditotal saya hanya habis 75+45+120 menit, alias 4 jam, di kelurahan, kecamatan, dan disdukcapil. Dan saya tinggal bawa resi untuk ambil eKTP, KK, dan akte, dalam waktu 2 minggu. Dan semuanya: GRATISSSS!!!

Big improvement from Pemkot Bandung. Nuhun Kang Emil, Disdukcapil Bdg, Camat Coblong, Lurah Dago, RW05, RT08.

Ketemu lagi tanggal 24 Maret 2016. Nah kalau urusan mengambil, bisa diwakilkan kalau males cuti lagi, asal bawa resi aslinya saja.

UPDATE:

  • Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan Kartu Keluarga yang sudah jadi sekitar 3-4 minggu, meleset dari perkiraan. Lebih molor,
  • Dan baru-baru ini di 2016, Wali Kota Bandung juga mencanangkan program antar KK ke rumah. Jadi warga tidak perlu antri untuk mengambil KK, cukup nanti KK dikirim ke rumah oleh petugas Disdukcapil. Ini terobosan baru!
  • Tapi realitanya saya belum tahu apakah program KK yang diantar itu sudah jalan, lancar, atau tersendat. Karena saya belum urus-urus hal itu lagi.
  • Apa harus proses produksi anak ketiga?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun