Batubara menjanjikan keuntungan ekonomi, bagaimana dengan manusia dan keanekaragaman hayati lainnya?
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Kawasan hutan di Indonesia memiliki luas 125.795.306 hektar dengan panjang batas 373.828,44 km yang terdiri dari 284.032,3 km batas luar dan 89.796,1 km batas fungsi kawasan hutan. (Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dari data tersebut ditemukan fakta bahwa luas hutan atau tanah yang digunakan untuk pertambangan di Indonesia terus bertambah, baik untuk pertambangan legal maupun ilegal.Â
Indonesia terkenal dengan beberapa hasil tambangnya yang melimpah diantaranya batubara, minyak dan gas alam, timah, tembaga, dan nikel. Seluruh hasil tambang tersebut memberi peningkatan keuntungan terhadap pendapatan negara, membuka lapangan kerja, mendorong investasi asing, bebas biaya impor, pemasukan devisa, mengembangkan proyek infrastruktur, dan berbagai keuntungan lainnya. Akan tetapi, aktivitas pertambangan tersebut tentu membutuhkan lahan hutan yang luas bahkan penambangan dilakukan dengan jangka waktu yang panjang. Kurun waktu tersebut tentunya menghasilkan kerusakan alam yang berpotensi merugikan keanekaragaman hayati bahkan penduduk setempat. Pencegahan yang dapat dilakukan salah satunya dengan penanganan lahan pasca tambang dimana menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sepanjang tahun 2021, seluas 8.539 hektar lahan bekas tambang berhasil direklamasi. Reklamasi tersebut diharapkan memberi nilai tambah bagi lingkungan bekas tambang agar menjadi tanah yang dapat digunakan kembali baik sebagai lahan pertanian maupun kehutanan.Â
Melihat informasi tersebut nampaknya kegiatan pertambangan berjalan dengan baik sesuai peraturan dan keuntungan yang akan didapatkan terutama pada warga sekitar lahan pertambangan. Namun, pada kenyataannya yang terjadi yaitu banyak kerugian yang dirasakan akan dampak negatif pertambangan tersebut. Dewasa ini, sepeda motor listrik sedang hits di kalangan masyarakat Indonesia. Sepeda listrik tersebut digerakkan oleh baterai. Nikel merupakan salah satu bahan baku yang digunakan dalam pembuatan baterai, maka dari itu trend sepeda listrik berpengaruh juga pada permintaan tambang nikel.Â
Dilansir dari Official NET News menyatakan ratusan hektar lahan tanah di Pulau Buru, Maluku ditemukan kering akibat dari tambang emas dan nikel yang dilakukan secara ilegal. Kaki Gunung Botak menjadi tempat pembuangan lumpur limbah dari penambangan yang dilakukan, hasil pengerukan aktivitas tambang tersebut tercampur senyawa kimia seperti merkuri dan sianida yang tentu berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat setempat. Peristiwa yang terjadi menyebabkan para warga tidak dapat menanam padi dan jeruk. Mereka kehilangan lahannya dan tidak dapat melakukan apa - apa. Sungguh tragis aktivitas penambangan tersebut, sudah merusak ilegal pula.Â
Keanekaragaman hayati juga terancam punah atas kegiatan pertambangan yang dilakukan para perusahaan tambang. Salah satu warga Desa Biu yaitu Arsihan Bahradi mengatakan bahwa lahannya yang dahulu digunakan untuk berkebun kopi sekitar tahun 2012, saat ini sudah berubah menjadi lahan tambang batubara. Lahan kopi berubah menjadi bebatuan, licin, dan berlumpur sangat mustahil dapat ditanami oleh benih kopi seperti dahulu. Waktu terus berjalan sehingga para warga kian menyadari dampak buruk dari aktivitas pertambangan. Desa Biu mempunyai sungai yang cukup luas dan jernih yang dihidupi oleh berbagai biota laut seperti ikan kakap yang melimpah dan dapat menjadi sumber mata pencaharian para warga. Akan tetapi, itu dahulu dimana saat ini air sungai sudah berubah menjadi warna cokelat gelap juga kotor. Warga memperlihatkan keadaan sungai tersebut dan mengeluhkan sungai tidak dapat lagi menjadi sumber mata pencaharian dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat saat dahulu. Lubang besar dan dalam yang tidak ditutup kembali oleh pihak pertambangan dalam kurun waktu tertentu akan menjadi kubangan air yang berbahaya bagi lingkungan.Â
Menurut Data Perkumpulan Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER) terdapat 35 perusahaan tambang batubara di Kalimantan yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap keanekaragaman hayati seperti spesies bekantan dan spesies lainnya dalam radius 25 kilometer dari lahan pertambangan batubara. Spesies bekantan merupakan hewan endemik Kalimantan yang dikenal pemalu dan pandai berenang ini telah menjadi fauna maskot di Kalimantan senjak tahun 1990. Adanya konflik dengan manusia seperti konversi lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan dan degradasi habitat serta sulitnya perkembangbiakan di habitat asli menjadi alasan bekantan terancam punah. Luas gangguan yang terjadi diibaratkan seluas 11,9 juta hektar atau setara dengan 2 kali lipat luas Provinsi Aceh.
Selain kerusakan tanah yang terjadi pertambangan batubara sangat tinggi emisi dan menyebabkan efek rumah kaca. Kalimantan dengan keberagaman hayatinya perlu ditindaklanjuti lebih serius dengan melakukan pengurangan kegiatan tambang di kawasan beresiko tersebut lalu sudah dapat beralih ke energi terbarukan. Kesejahteraan masyarakat terancam atas lahan yang sudah tidak ada bahkan tidak layak digunakan untuk kegiatan sehari- hari, terutama sebagai mata pencaharian. Pencemaran air terjadi dikarenakan limbah yang dibuang ke sungai dengan skala besar - besaran akibat pengelolaan limbah tambang yang tidak terkendali.Â
Saat ini, masyarakat setempat hanya bisa menjalani kehidupan sehari - hari berdampingan dengan aktivitas pertambangan. Mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah sekitar lahan pertambangan tidak turut bekerja di tambang tersebut dikarenakan pendidikan atau keahlian yang tidak sesuai standardisasi perusahaan. Tingkat pendidikan dan perekonomian pun seadanya saja jauh dengan penghasilan dari hasil pertambangan itu sendiri yang hanya dinikmati oleh kalangan para pengusaha bahkan investasi asimg. Tidak ada kompensasi atas kerugian yang nyatanya dirasakan oleh masyarakat setempat. Miris, pemerintah tidak memperhatikan pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan salah satunya dalam membuang limbah pertambangan, dan masih banyak tindakan ilegal lainnya.