Mohon tunggu...
Sandrina Raisya AK
Sandrina Raisya AK Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, Program Contributor at Askara Nusantara by Kitabisa

Saya sangat suka menulis dan membaca. Tertarik mendalami dunia pendidikan, lingkungan, sosial, dan politik, saya selalu berusaha memberikan kontribusi nyata melalui pemikiran dan aksi. Menulis bagi saya adalah cara menyuarakan ide, membangun dialog, dan menanam benih perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Darurat Jakarta Tenggelam: Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?

12 Januari 2025   07:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   01:50 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Megahnya Kota Jakarta dengan gedung - gedung pencakar langit yang tinggi menjadi sebuah daya tarik bagi para pendatang, baik mencari pekerjaan, menempuh pendidikan, maupun sebagai destinasi wisata, sehingga membuat Jakarta mengalami urbanisasi yang pesat. Kota ini menjadi pusat dari pemerintahan, ekonomi, dan bisnis, juga pusat kebudayaan dan sejarah, sebagai jalur transit, serta kelebihan lainnya dapat membuktikan bahwa Kota Jakarta menjadi kota yang maju. 

Letak Kota Jakarta yaitu  60 12' Lintang Selatan dan 1060 48' Bujur Timur, dengan ketinggian 7 meter di atas permukaan laut. (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Dalam Negeri). Dilansir dari data World Economic Forum (WEF) 2024, Kota Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah sebesar 17 cm setiap tahunnya. Hal tersebut menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota metropolitan di dunia yang paling rawan menghadapi ancaman tenggelam. Isu darurat Jakarta tenggelam sudah mulai ramai dibicarakan sejak beberapa tahun terakhir. "Pada tahun 2030, sebagian besar wilayah Jakarta tidak dapat dihuni lagi atau jika tidak, akan segera mengalami banjir," ucap Kian Goh sebagai peneliti di studi yang dipublikasikan melalui jurnal Nature Sustainability dikutip dari The Washington Post. 

Tembok pembatas laut dan daratan di Jakarta yang dikenal dengan Giant Sea Wall berada di Jakarta Utara, tepatnya di Muara Baru, Penjaringan. Giant Sea Wall dibangun sebagai bagian dari proyek pembangunan pesisir untuk menanggulangi banjir rob yang sering terjadi di pesisir Jakarta. Akan tetapi, beberapa waktu lalu, terdapat beberapa masyarakat yang melaporkan tembok pembatas laut tersebut mengalami kebocoran. Nampak beberapa anak tangga pada tanggul tersebut sudah rapuh dan tenggelam, menandakan air laut naik sedikit demi sedikit. Terlihat jelas bahwa Giant Sea Wall proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) sepanjang 46 km yang membentang dari Marunda hingga Tanjung priok tersebut memiliki kemampuan untuk menahan tekanan air laut yang besar dan mencegah risiko tenggelamnya Jakarta di masa mendatang. 

Jakarta sudah mengalami dampak kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim. Melihat kondisi saat ini, pemukiman di sekitar daerah perbatasan antara daratan dan laut sudah terendam air. Sehingga rumah - rumah dibangun lebih tinggi sebagai antisipasi air laut pasang. Struktur bangunan yang tidak memadai dapat membahayakan bagi para penduduk itu sendiri. Ketimpangan sosial yang cukup besar di Kota Jakarta sangat terlihat di daerah Muara Baru, Penjaringan. Mereka mengakui bahwa lingkungan sudah tidak lagi ramah bagi para penduduk. Sampah yang menggenang dapat menimbulkan berbagai penyakit, krisisnya air bersih yang terjadi, dan permasalahan lainnya melihat kondisi permukaan air laut sudah 3 meter di atas daratan. Akan tetapi, dikatakan bahwa penyebab utama Jakarta perlahan tenggelam berasal dari daratan yaitu akibat dari penurunan muka tanah yang ekstrem di kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. 

Berdasarkan kondisi yang sudah dikatakan bahwa Kota Jakarta darurat tenggelam. Jakarta tetap diwarnai dengan pembangunan gedung - gedung tinggi yang tetap berlangsung dan semakin menambah beban tekanan tanah. Sejauh ini, eksploitasi tanah dan peraturan pemerintah tidak terkendali. Yayat Supriatno sebagai salah satu Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti mengatakan bahwa "Kita tidak berani mengambil suatu sikap, semisal melakukan poratorium, pemberhentian pembangunan mall, perkantoran, relokasi kawasan industri, didorong keluar dari Jakarta. Karena hal tersebut yang menyebabkan dorongan air skala besar yang berpengaruh pada penurunan permukaan tanah semakin lama semakin cepat."

Lantas, bagaimana kita menghadapi kejadian yang sudah berada di depan mata para warga Jakarta?

Permasalahan serius yang akan berdampak bagi sekian puluh juta kehidupan manusia di Jakarta dan sekitarnya akan terjadi dalam hitungan tahun. Sementara jajaran pemerintah lainnya saling mengurusi berbagai milyaran masalah yang terjadi di Indonesia, bahkan di Jakarta itu sendiri. Sejauh ini, adakah sosialisasi bagi para penduduk pesisir laut atau yang berdampak dari tanggul tersebut?

Kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sudah tidak lagi aman ini diharapkan membuat warga memiliki kesadaran akan dampak perubahan iklim, mitigasi risiko banjir, mengurangi dampak lingkungan, dan hal lainnya yang dapat mendukung warga lebih bersikap adaptif dan proaktif dalam menghadapi tantangan yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun