Mohon tunggu...
Helena Sandra Auriga
Helena Sandra Auriga Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Budaya Plagiarisme Bukan untuk Dilestarikan tetapi Dihilangkan

23 April 2015   18:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Plagiarisme sudah menjadi realitas yang sering terjadi dan dilakukan oleh kalangan akademis. Tidak hanya siswa atau mahasiswa yang mengakui pernah melakukan tindak plagiasi, bahkan guru hingga dosen sebagian besar juga pernah melakukannya. Fenomena tersebut menjadi bukti yang kuat bahwa masih banyak kalangan akademis yang belum paham akibat fatal dari tindak plagiasi. Selain faktor individu itu sendiri, sistem pengawasan di setiap Universitas juga bisa dikatakan belum berjalan dengan sepenuhnya. Sehingga masih banyak ditemukan kasus plagiarisme yang dilakukan dosen di dalam Universitas yang bersangkutan atau malah mahasiswa yang telah menyelesaikan skripsi dan mendapat gelar sarjana.

Kasus plagiarisme Anggito Abimanyu yang beberapa bulan lalu sempat terekspos media misalnya. Kasus tersebut membuktikan dengan jelas bahwa kalangan akademis seperti dosen sampai detik ini masih melakukan tindak plagiasi baik disengaja maupun tidak disengaja. Data lain menyebutkan pula seperti dalam jurnal sosial dan politik Rachmatul Candra Ariani. Dalam jurnalnya dikatakan bahwa banyak kasus plagiarisme yang dilakukan oleh kalangan akademis di beberapa Universitas besar di Indonesia. Di antaranya kasus plagiarisme oleh guru besar Universitas Tirtayasa pada bulan Februari 2010, kasus plagiarisme yang dilakukan oleh mahasiswa S3 ITB, kasus plagiarisme oleh guru besar dan dekan Universitas di Riau dan kasus plagiasi oleh tiga dosen UPI pada bulan Maret 2012 (Ariani, 2012, hal 2).

Beberapa kasus di atas menggambarkan bahwa kalangan akademis sendiri belum paham terhadap hukum yang telah berlaku. Padahal pada tahun 2010 lalu baru saja dibuat dasar hukum tentang plagiarisme. Dasar hukum tersebut yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Di waktu yang bersamaan, diedarkan pula surat edaran oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tanggal 18 Oktober 2010 yang membahas mengenai pasal 8 ayat 3 Permen Diknas No. 17 Tahun 2010. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta yaitu Undang-undang No. 19 Tahun 2002 mengenai Hak Cipta pasal 12 ayat 1.

Plagiarisme sendiri menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 merupakan perbuatan baik secara disengaja maupun tidak dalam memperoleh atau sedang mencoba memperoleh nilai suatu karya ilmiah dengan cara mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah tersebut tanpa mencantumkan data atau sumber asli karya yang bersangkutan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011, hal 5). Ada beberapa jenis plagiarisme menurut Ismet Fanany. Di antaranya plagiat kata per kata, mengutip kalimat orang lain tanpa mengubah kata-kata tersebut menjadi kata-kata sendiri tanpa mencantumkan sumber yang jelas serta menggunakan jalan pikiran orang lain dalam menerangkan pokok pembicaraan tanpa mencantumkan sumber yang jelas pula (dalam Ariani, 2012, hal 5).

Bila dikaitkan ke dalam teori, kasus plagiarisme dapat dianalisis melalui teori yang berlandaskan perspektif perilaku sosial. Salah satu teori perspektif perilaku sosial yang dapat mengkaji kasus plagiarisme adalah teori pertukaran sosial dari George Homans. Teori pertukaran sosial bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam suatu perilaku untuk memperoleh penghargaan (reward) dan menghindari hukuman (punishment). Dalam hal ini, plagiarisme dilakukan oleh kalangan mahasiswa karena mereka ingin mendapatkan reward berupa nilai mata kuliah yang baik setelah berusaha mengumpulkan tugas tepat pada waktu yang ditentukan dan menghindari hukuman jika mereka terlambat mengumpulkan tugas. Hal tersebut akan terus terjadi hingga akhirnya kalangan mahasiswa mendapatkan gelar sarjana jika tindak plagiasi yang mereka lakukan tidak diketahui pihak Universitas. Tidak hanya berhenti di situ saja, ketika mereka sudah menjadi dosen atau akademis atas plagiasi yang mereka lakukan, secara tidak langsung mereka akan melakukan tindak plagiasi untuk mendapat penghargaan lebih dari orang lain. Sebab dijelaskan pula dalam teori pertukaran sosial, bahwa manusia akan cenderung melakukan hal yang sama seperti masa lalu di masa depannya ketika hal tersebut memberi reward terhadap perilakunya.

Seperti yang sempat dijelaskan sebelumnya, bahwa penanggulangan dan pencegahan terjadinya tindak plagiasi tidak hanya datang dari kesadaran diri sendiri. Tetapi pihak Universitas juga harus melakukan pengawasan dan memperhatikan masyarakat di dalam kampus dalam hal plagiarisme. Hal yang sama juga disampaikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional bahwa pencegahan plagiat merupakan salah satu tindakan preventif yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi yang memiliki tujuan agar tidak terjadi plagiat di lingkungan perguruan tinggi. Sedangkan penanggulangan plagiat merupakan tindakan represif yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi dengan menjatuhkan sanksi kepada plagiator di lingkungan perguruan tinggi yang bertujuan untuk mengembalikan kredibilitas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011, hal 3).

Hal sederhana yang dapat dilakukan sebuah Perguruan Tinggi untuk mencegah tindak plagiasi, dapat dilakukan melalui sistem tugas. Seperti halnya Perguruan Tinggi atau Universitas yang memiliki Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Di mana Fakultas ISIP merupakan fakultas yang mengajarkan mata kuliah non-eksak dengan tugas-tugas berupa makalah, jurnal, artikel atau esai. Dalam mengerjakan tugas tersebut, mahasiswa diwajibkan menggunakan sumber atau data penulisan yang kredibel serta mencantumkan sumber sesuai dengan ketentuan penulisan yang benar. Dengan hal seperti itu, mahasiswa terbiasa untuk tidak menjiplak dan melatih mahasiswa mengutip atau menulis daftar pustaka dengan benar.

Cara tersebut tidak menutup kemungkinan bagi Universitas atau fakultas di luar Fakultas ISIP seperti Fakultas Ekonomi, Hukum, Arsitektur dan lain sebagainya. Setiap Universitas tetap bisa mengajarkan mahasiswa untuk menulis dengan benar sebuah makalah yang tentu saja berkaitan dengan jurusan dalam Universitas yang bersangkutan. Sebab pada akhirnya, seluruh mahasiswa dari berbagai jurusan akan melaksanakan skripsi yang merupakan syarat kelulusan dan gelar sarjana. Maka perlu sebuah Universitas membiasakan mahasiswa untuk mengerjakan tugas berupa makalah, jurnal atau pu artikel dengan sumber yang kredibel dan cara penulisan sumber data yang sesuai.

Daftar Pustaka

Ariani, R. (2012). Opini Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Terhadap Plagiarisme. Jurnal Sosial dan Politik.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2011). Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Jurnal Kementerian Pendidikan Nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun