Pagi ini ketika saya sedang menunggu kereta commuter di stasiun, saya melihat satu pemandangan yang langka sekali saya lihat di Indonesia. Seorang pemuda dengan kondisi kaki tidak normal, menggunakan kruk, sedang duduk di bangku prioritas yang memang disediakan salah satunya bagi penderita disabilitas.Â
Mungkin bagi orang lain ini adalah pemandangan yang biasa saja tapi bagi saya pribadi pemandangan ini sangat menyentuh hati. Fasilitas yang disediakan pemerintah bagi kaum difabel dapat dimanfaatkan oleh mereka dan masyarakat lain cukup menghormati fasilitas tersebut dengan tidak menyesaki bangku tersebut sehingga pemuda difabel tersebut bisa duduk.
Selama ini saya cukup sering gembar-gembor agar pemerintah lebih memperhatikan kaum difabel, salah satunya dengan menyediakan fasilitas yang memampukan mereka untuk menjalani hidup layaknya orang biasa bahkan tetap bisa produktif, bekerja, menjalani fungsinya sebagai manusia bermanfaat dan berkontribusi bagi pembangunan bangsanya.Â
Saya juga sering mengkritik masyarakat kita yang masih terlalu cuek atau skeptis terhadap warga difabel, menganggap bahwa mereka adalah beban bagi keluarga dan Negara karena tidak mungkin bisa bekerja. (Bisa dibaca di artikel saya yang ini: Disabilitas di Indonesia, Ini Tentang Kita dan Saya Buta dan Tuli, Bukan Berarti Bodoh dan Miskin)
Tetapi melalui pemandangan yang saya lihat pagi ini, saya menyadari, selama ini saya melupakan 1 pilar yang tidak kalah penting dalam perbaikan kualitas hidup kaum difabel di Indonesia, yaitu kaum difabel itu sendiri.Â
Dengan adanya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, pun bila masyarakat sudah lebih kondusif dan suportif terhadap kaum difabel tetapi apabila kaum difabel itu sendiri tidak berusaha untuk mengatasi keterbatasan dirinya, berani melangkah keluar dari pintu rumahnya, mendobrak tembok-tembok yang selama ini menghalangi kemajuan mereka, tentunya semua itu tidak akan ada gunanya.
Oleh karenanya melalui pengalaman hari ini, saya menyimpulkan bahwa pada dasarnya ada 3 pilar yang saling menopang dalam usaha kita memperbaiki kualitas hidup kaum difabel di Indonesia. Berikut adalah ketiga pilar tanpa urutan prioritas tertentu:
Pemerintah sebagai penjamin hak asasi kehidupan seluruh rakyatnya wajib memberikan fasilitas yang mampu mengakomodasi kebutuhan kaum difabel di negara ini.
Tanpa adanya peran pemerintah dalam memperhatikan kebutuhan dan hak hidup mereka, niscaya semua usaha swadaya dan swasta hanya akan menjadi usaha lingkup kecil yang sulit terkoodinasi sampai tingkat nasional, masyarakat akan sulit terbuka pikirannya karena merasa tidak ada dorongan dari pemerintah, dan kaum difabel sulit percaya bahwa usaha mereka akan diakui dan membuahkan hasil.
Kultur masyarakat yang terbuka harus dimulai dengan melihat fakta-fakta di lapangan bahwa kaum difabel mampu berprestasi dan berkontribusi terhadap lingkungannya.
Membangun kultur masyarakat seperti ini bukanlah hal yang mudah dan murah. Pemerintah harus senantiasa mendorong produktivitas kaum difabel lalu meng-highlight semua prestasi yang layak digaungkan untuk menjadi acuan dan bukti bagi masyarakat bahwa tidak selamanya kaum difabel adalah beban.
- Kaum Difabel