Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pornografi Anak "Online", Modus Perdagangan Anak di Era Informasi

9 Januari 2018   12:19 Diperbarui: 10 Januari 2018   08:02 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://media.interaksyon.com

Beberapa tahun terakhir ini dunia diresahkan dengan isu pelanggaran HAM di Myanmar terhadap Rohingya. Semua orang lebih tertarik untuk menandatangani petisi mencabut penghargaan nobel perdamaian dari Aung San Suu Kyi.

Tidak ada yang membahas tentang banyaknya anak-anak yang dipaksa menjadi tentara dalam upaya genosida terhadap suku Rohingya. Myanmar hanya salah satu contoh. Di hampir semua negara Afrika, anak-anak sudah menjadi  tentara yang berdarah dingin.

Menjadi kurir obat terlarang

Menggunakan anak-anak untuk menjadi kurir narkoba juga dianggap efisien, karena mereka lincah, tidak mencurigakan, tidak juga banyak permintaan ini itu dan bayarannya sangat sederhana.

Menjadi pengemis

Saya rasa tidak perlu dijelaskan lebih lanjut, di ibu kota kita sendiri bisa kita lihat di sekitar lampu merah, anak-anak bahkan bayi dilibatkan dalam mafia pengemis. Disewakan, dipaksa, dicekoki obat untuk melanggengkan bisnis mengemis.

Perdagangan organ

Organ tubuh anak-anak relative memiliki kualitas yang lebih baik dibanding orang dewasa sehingga harganya bisa lebih tinggi.

Adopsi

Adopsi sering dijadikan selubung untuk perdagangan anak-anak. Tidak tahu bagaimana di Indonesia tetapi di luar negeri banyak terjadi anak-anak yang diculik lalu dijual dengan selubung adopsi. Calon orang tua ditipu dan diperas dengan alasan biaya administrasi adopsi.

Dan terakhir tentu saja menjadi asset eksploitasi seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun