Episode angkot nomer 510 warna kuning garis hijau jurusan Kp.Rambutan-Ciputat maksudnya :) bukan episode ke-510. Ok lets start!
Suatu hari Jam 06.40 wib di terminal kampung rambutan, aku sedang duduk di 510 menunggu kendaraan 3/4 yg sudah reyot ini mengangkut sepenuh-penuhnya penumpang tanpa perasaan sama sekali. Gerutuku dalam hati (udah bayarnya dobel dengan dalih langsung masuk tol eh penumpang masih saja dijejal-jejal seperti ikan sarden dalam kaleng, bikin sebbel). Ya karena terpaksa saja aku harus naik angkot ini, habis  cuma 510 yang punya trayek ekspress langsung ke  Ciputat city (sudah gak ada saingan, pelayanan mengecewakan, edisi ngomel deh kalau ngomongin 510 hehee).
Untuk membuang jenuh dan sepat mata melihat begitu banyaknya orang yang santai buang sampah seenaknya (namun kabar terakhir kudengar sudah digiatkan lagi sidak lapangan buat para tukang nyampah di terminal Kp.Rambutan, semoga terus begini) aku senang memperhatikan pada pedagang asongan yang sabar menanti pembeli sambil menjajakan jualan. Ada yang kreatif jual penganan sarapan yang ditata apik seperti tahu sumedang, manisan buah mangga, telur puyuh, kacang dll dibandroll 2000 rupiah. Sementara itu, tak kalah cantiknya penjual asessories perempuan-pun ambil bagian menjual  jepit rambut, bros sampai peniti juga bergantian lalu lalang menawarkan dagangan dari bus ke bus dengan harga kurang dari 5000 rupiah.
Melintas di depanku seorang bapak usia 50an dengan dialek khas sunda dan berwajah ramah sambil berkata "Jepitan-nya neng, masker, tisu, tararisu dua rebuan...mangga atuh murah". Karena kebetulan aku butuh peniti, buru-buru kurogoh kantong untuk mencari recehan. "Berapa harga penitinya pak?" tanyaku sambil terus berusaha menemukan uang koin yang kucari. "Serebu aja neng" jawabnya ramah. "satu deh pak" pintaku. Si Bapak penjual asessories cekatan melayani permintaanku sambil menanyakan kembali apakah aku membutuhkan barang lainnya. Aku menggeleng sambil membayar dengan uang pas. Sampai disini tidak ada sesuatu yg istimewa, sampai akhirnya aku perhatikan ekspresi si Bapak pedagang asongan itu begitu senangnya sambil berucap "Alhamdulilah, penglaris neng" kulihat  raut wajah ramahnya mengembangkan senyum  tulus sambil memasukkan uang recehan ke tas pinggang.
Seketika itu aku jadi menyesal, kenapa tadi gak beli lebih banyak lagi ya, atau bayarnya jangan pakai uang pas, biar si Bapak penjual asessories bisa ambil kembaliannya. Ekspresi SYUKUR-nya itu lho yang bikin aku terhentak. Memang berapa sih keuntungan dari menjual peniti seharga seribu rupiah, koq beliau begitu mensyukurinya?? kalau dinilai dengan angka pastilah kecil, tapi mengapa ia bisa maksimal menghargainya ? Menghargai rezeki yang ALLAH limpahkan padanya, yang sepertinya cukup mampu melecut semangat berdagangnya di pagi itu.
Aku jadi malu, betapa tak sabarnya aku menantikan segala keinginan harianku terkabul. Mulai dari banyak menggerutu ketika pesanan sarapan dari kantin tak kunjung datang (maklum pesan sekarang, minimal sejam kemudian baru datang hehe) sampai tak sabar menantikan  reply OK dari narasumber yang kuundang. Akibatnya tak sedikit hal remeh-temeh (pinjam gaya bahasa Mas Erry Fiksiana hehe) yang mampu membuatku jengkel dan marah-marah setiap hari. Trimakasih Bapak pedagang asongan yang baru saja kutemui di terminal beraroma tak sedap Kp.Rambutan (uugh paling puyeng kalau harus nunggu lama di 510 karena banyak sopir/kernet yg buang hajat sembarangan, pasti di barisan angkot/bus yang ngetem di terminal hiyyy gak malu saingan sama si bleki,nyebelin!). Setidaknya aku dapat pelajaran, begitu mudahnya MENSYUKURI Nikmat ALLAH di pagi hari. Dengan pandai berterimakasih pada hal-hal kecil yang kita dapatkan.
"Selamat Pagi/Siang/Malam  temans, katanya hidup ini indah... jangan lupa senyum dong. Nah bikin kita lebih bahagia bukan". :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H