Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Manusia Tidak Dimanusiakan

8 Februari 2011   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:48 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Fenomena sosial yang unik terjadi di sisi belahan bumi ini. Ketika keinginan manusia dimakamkan di pemakaman binatang meningkat dibandingkan dimakamkan di pemakaman manusia sejenisnya. Apakah hal ini terjadi hanya karena trends manusia modern. Ataukah karena manusia sudah tidak mengganggap dirnya bukan manusia karena tidak dimanusiakan Saat ini keinginan warga Amerika yang ingin dimakamkan di pemakaman hewan meningkat. Jumlah jasad manusia yang dimakamkan di pemakaman khusus hewan piaraan itu 10-12 orang per tahun. Padahal, sejak pemakaman berusia 115 tahun itu mulai menerima pemakaman manusia pada 1950, rata-rata hanya 3-5 orang per tahun yang ingin dimakamkan di situ. Bahkan biaya pemakaman di tempat khusus ini tak murah. Di Hartsdale, biaya pemakaman abu seekor kucing paling murah mencapai 1.300 dollar AS (Rp 11,7 juta) dan ada tambahan 235 dollar AS untuk setiap tambahan abu satu manusia atau hewan piaraan lain. Ongkos itu masih ditambah 1.800 dollar AS untuk biaya perawatan abadi. Fenomena sosial kemanusiaan itu terjadi karena berbagai hal. Bila diamati sisi humanisme maka salah satunya adalah bahwa manusia tidak dianggap sebagai manusia lagi. Hal ini bisa terjadi seperti di Amerika karena sudah tidak punya keluarga lagi kecualui hewan piaraan. Kehidupan dan budaya modern ternyata mencetak manusia yang sangat individualistis. Jangankan keluarga, teman dan tetangga tampaknya menjadi sesuatu yang sulit di jaman modern ini. Sedangkan asumsi sinis lainnya adalah dalam protes sosial karena dalam kehidupan manusia modern manusia sudah tidak dihargai sebagai manusia. Karena, nyawa manusia bukan dihargai dengan kepedulian dan kasih sayang tetapi hanya dihargai dengan harta. Sehingga dikehidupan modern rumah panti jompo lebih banyak dibandingkan kehidupan manusia usia lanjut di rumah anak dan keluarganya. Bahkan bisa juga pemberontakan terhadap fenomena sosial ketika nyawa manusia tidak dihargai lagi. Bahkan nyawa binatang lebih berharga ketika berbagai kelompok manusia berperang dan melakukan kriminalitas pembunuhan terhadap sesamanya, tetapi kelompok penyanyang binatang justru berlomba memperjuangkan nyawa binatang. Semoga fenomena sosial pemakaman manusia ingin dimakamkan di pemakaman binatang tidak terjadi di Indonesia. Tetapi siapa sangka, Indonesia yang terkena dampak sebagai manusia modern dalam sepuluh atau duapuluh tahun lagi terjadi seperti itu. Karena saat ini saja manusia modern Indonesia sudah semakin tidak memanusiakan manusia lainnya melalui etika dan perilakunya. Untuk menagkal globalisasi modern yang mengancam kemanusiaan bumi maka hanya dapat dicegah dengan selalu berperilaku memanusiakan manusia tanpa pengtalihan alasan apapun

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun