Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Menghina, Apa Salahnya Orang Ndeso

6 Juli 2017   06:27 Diperbarui: 8 Juli 2017   02:27 4231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jangan Menghina atau Meremehkan, Apakah Salahnya Orang Ndeso ?

Kata ''Dasar Ndeso'' saat ini menjadi salah satu kata yang paling populer di khalayak negeri.  Hal ini terjadi ketika Sang Kaisar anak orang hebat sebuah negeri itu tiba tiba tidak ada angin tidak ada hujan menyibir kelompok tertentu dengan istilah "Dasar Ndeso". Hal ini lebih sensitif ketika yang dicibir Dasar ndeso adalah aksi damai dalam menegakkan kebenaran ketika adanya penistaan agama oleh Ahok. Alhasil ada "anak ndeso" yang tersinggung dan dilaporkanlah pada para hulubalang kerajaan karena dianggap sebagai ujaran kebencian dan penghinaan. Tetapi "kaum ndeso" sangat skeptis karena para hulubalang adalah kroni  dari elit kerajaan. Pengajuan kasus dugaan penghinaan tersebut untuk ditangani pada kaum pengadil tidak terlalu penting, karena umat pasti pesimis hal itu dapat diselesaikan. Pelajaran penting yang dapat diambil oleh orang yang bijak adalah kebiasaan perilaku meremehkan dan menghina orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah. Runyamnya saat ini perilaku sang kaisar menjadi inspirasi para pendukungnya dengan berperilaku yang sama. Saat ini semua orang atau kelompok lain yang tidak sepaham atau berbeda pendapat selalu mendapatkan bonus kata atau dampratan DASAR NDESO. Hal inilah yang menambah kekisruhan suasana semakin memanas lagi dengan saling menebar kebencian dan permusuhan padahal paska Pilkada DKI sempat mendingin.

Kata "dasar Ndeso" atau "kampungan"  atau "dasar udik" yang sering diucapkan seseorang tersebut sebenarnya identik dengan perilaku yang negatif seseorang yang sering menyindir atau mencibir orang lain dengan memakai analogi orang desa atau orang kampung atau orang udik sebagai media penyampaiannya. Dalam kehidupan sehari hari ketika seseorang melihat orang yang tidak mau antri, lalu ada seorang yang sombong berlagak paling disiplin pasti mengumpat dalam hati "dasar ndeso'' atau "dasar kampungan".  Ketika melihat seorang yang makan di restoran yang mahal sambil makan kakinya diangkat di kursi pasti keluar umpatan "Dasar ndeso!" atau "Kampungan elo" dari seorang arogan yang menganggap dirinya paling sopan. Bahkan kerap kali saat di mal terbesar di sebuah kota saat melihat pengunjung bersandal jepit dan bersarung pasti sebagian orang sombong menyindir dalam otaknya "dasar ndeso". Tidak disadari dalam satu ucapan si pelaku telah menyasar 2 pihak. Satu pihak adalah orang yang disindir atau direndahkan. Pihak kedua secara tidak langsung membuat stigma bahwa orang desa atau orang kampung adalah manusia terbelakang, tidak sopan, tidak berbudaya atau tidak berpendidikan. Seringkali istilah "dasar ndeso" identik dengan "dasar kampungan" atau "Dasar Udik". Biasanya istilah dasar ndeso digunakan oleh oknum masyarakat di luar Jakarta seperti Jogja, Semarang atau Solo atau kota kecil lainnya. Sedangkan istilah kampungan sering digunakan oleh oknum masyarakat Jakarta, Surabaya atau kota besar lainnya. Bila dicermati sebagian orang sombong Jakarta sering menganggap rendah masyarakat kota Solo atau kota kecil lainnya, sedangkan orang sombong kota Solo sering menganggap rendah masyarakat desa dan begitu seterusnya. Perilaku merendahkan orang desa atau orang kampung ditengarai akibat kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Itulah manusia sombong suka merendahkan manusia di bawahnya hanya dilihat dari penampilan fisik dan lingkungannya. Pakar kejiwaan ada yang menyebutkan bahwa orang yang gemar meremehkan orang dengan "kata ndeso" dan "kata kampungan" adalah orang yang sombong, arogan dan merasa dirinya paling benar dan paling hebat. Orang seperti itu biasanya tidak bisa menghormati dan menghargai orang lain. Orang yang bertabiat sering meremehkan orang lain biasanya tidak sopan dan tidak mengenal adat ketimuran yang menjadi ciri khas bangsa ini.

Menurut ahli bahasa khususnya yang dirangkum dalam kitab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008: 228) kata ''kampungan (N) didefinisikan sebagai hal yang berkaitan dengan kebiasaan di kampung atau desa; terbelakang (belum modern); kolot; atau tidak tahu sopan santun; tidak terdidik; kurang ajar; berandalan

Melihat pengertian dari KBBI tersebut serta penggunaan kata-kata kampungan atau dasar ndeso yang sering diucapkan oleh sebagian orang untuk atau khususnya dalam hal ini sang Kaisar untuk meremehkan atau menghina orang lain perlu diperhatikan apakah tepat penggunaan kata tersebut?

Bila disadari padahal orang kampung atau orang desa itu berbeda dengan kehidupan masyarakat kota. Karena lingkungan yang masih alami dan belum banyak dipengaruhi "kotornya" kehidupan kota besar yang kompetitif dan penuh persaingan maka masyarakat kampung atau desa biasa cenderung lebih polos, lebih sopan, lebih jujur dan lugu. Biasanya masyarakat desa pada umumnya cenderung lebih sopan, penuh tata krama dan sering menghargai orang yang lebih tua. Masyarakat desapun juga cenderung lebih suka tolong menolong dan bergotong royong. 

Sifat ini sangat jarang sekali dimiliki orang-orang kota yang sering melontarkan kata-kata "Kampungan" yang cenderung lebih individualistis dan eksklusif.  Sifat sopan santun, saling menghormati dan gotong royong ini masih kental dan melekat dengan masyarakat desa yang sering dilabeli orang kota yang sombong sebagai manusia terbelakang, tidak terdidik, kolot dan tidak berbudaya.

Padahal orang desa atau kampung pada dasarnya ramah, sopan santun dan tidak sombong. Biasanya masyarakat diperkampungan cukup kenal dekat dengan tetangganya, bahkan mereka hampir hafal dengan semua penduduk di kampungnya. Selain itu, orang kampung biasanya gemar saling menyapa antara sesamanya. Di desa dan kampung kekerabatan dan persaudarannya sangat kuat. Pada umumnya saat lewat depan rumah atau berpapasan meski tidak kenal atau orang barupun mereka selalu saling menyapa dan menanyakan kabar sesama mereka. Tidak seperti orang kota saat berpapasan pura pura tidak melihat dan melengos saat bertemu di jalan.

Masyarakat desa atau kampung dianggap terbelakang dan tidak berpendidikan. Jangan salah sangka saat ini banyak orang desa yang mengenyam pendidikan tinggi dan mendapat pekerjaan yang terhormat di kota besar. Banyak orang hebat negeri ini justru bangga dipanggil anak desa. Presiden Soeharto salah satu manusia hebat negeri ini lebih bangga disebut sebagai anak desa. Makanya jenderal besar itu dengan bangganya menandatangani sebuah cover buku yang berjudul "Soeharto Anak Desa". 

Demikian pula mantan presiden SBY adalah mantan anak desa di Pacitan. Presiden Jokowipun yang bukan anak desa dalam penampilannya di media selalu dicitrakan sosok yang lugu, sederhana seperti orang desa.  Banyak para menteri, pejabat, konglomerat dan orang orang sukses di kota adalah orang desa. Bahkan ada beberapa  pejabat negeri yang penampilan desa tapi otaknya brilian.

Para manusia yang suka mengobral kata kampungan atau dasar ndeso jangan sekali-kali meremehkan dan merendahkan orang lain karena Allah menciptakan semua makluknya terutama kita sebagai manusia pasti ada tujuan dan manfaatnya tertentu.  Semakin anda menghina orang berdasarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan dan sebenarnya. Maka secara tidak langsung, anda telah merendahkan dan meremehkan diri anda sendiri jika sesuatu yang anda lakukan itu tidaklah benar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun