Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ganyang Saja, Indonesia Lemah Malaysia Agresif

10 Oktober 2011   00:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:09 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisah lepasnya Ligitan dan Sipadan tampaknya akan terulang lagi. Kali ini sengketa klasik perbatasan dengan Malaysia tentang daerah Wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan memanas lagi. Cerita tersebut pasti akan membuat darah bangsa ini memanas ketika daerah Status Quo itu sudah dikangkangi Malaysia. Kali ini kembali seperti sebelumnya, Indonesia mengalah dan diam saja. Bila ini terus terjadi maka Malaysia dengan tenang dan pasti akan selalu bermanuver dan mencaplok setiap jengkal tanah air Indonesia. Tampaknya kisah lepasnya satu persatu wilayah Indonesia akan terjadi perlahan dan pasti ketika Indonesia lemah dan Malaysia agresif. Siapapun warga Indonesia pasti mendidih geram dan selalu mengorbarkan kalimat perang dengan Malaysia. Tetapi tampaknya Indonesia impoten, semangat tinggi itu selalu diikuti dengan perilaku dan sikap melunak ketika berhadapan langsung dengan Malaysia. Semangat ganyang malaysia tampaknya harus terus digelorakan dalam menghadapi Malaysia yang agresif dan tidak beretika Internasional itu.Masalah perbatasan antara RI-Malaysia di Camar bulan memanas setelah Gubernur Kalbar, Cornelis, meradang begitu mengetahui patok-patok perbatasan di Camar Bulan telah “mengangkangi” wilayah RI seluas 1.499 hektare. Wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan di Kalimantan Barat ramai dibicarakan gara-gara diduga ‘dicaplok’ oleh Malaysia dari RI. Sebenarnya daerah itu masih dalam sengketa atau status quo. Dua wilayah Indonesia, yakni Camar Bulan seluas 1.449 ha dan Tanjung Datu seluas 8.000 m3 di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), diberitakan diklaim Malaysia sebagai wilayah negeri itu. Peristiwa tersebut, telah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Langkah Malaysia itu adalah hal serius yang harus segera disikapi. Karena akibatnya kita kehilangan garis pantai dan ribuan hektare wilayah laut. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, juga menemukan bahwa terdapat sejumlah warga yang diusir dari kedua wilayah ini oleh patroli Malaysia. Malaysia bilang, itu kampung Malaysia.Menurut Kementerian Pertahanan RI menyatakan wilayah Tanjung Datu dan Camar Wulan merupakan salah satu Outstanding Boundary Problems (OBP) yang masih dalam proses perundingan RI-Malaysia atau masih status Quo. Tanjung Datu sampai saat ini masih dalam proses perundingan di JIM (The Joint Indonesia – Malaysia Boundary Committee on The Demarcation and Survey International Boundary) antara Delegasi Indonesia yang dipimpin Sekjen Kementerian Dalam Negeri dan Malaysia. Jika wilayah itu masih status quo maka tidak boleh dilakukan kegiatan-kegiatan fisik yang dilakukan oleh salah satu negara. Namun karena wilayah Tanjung Datu, salah satu wilayah yang masih bersengketa tapal batas dengan Indonesia-Malaysia rupanya tempat pariwisata yang menarik, malaysia berusha mencaploknya. Menteri Pelancongan dan Warisan Negeri, Datuk Seri Abang Johari Tun Openg mengatakan, kerajaan telah merogoh kocek sebesar 20 juta ringgit mmbangun kawasan Santubong.Tanjung Datu masuk ke dalam kawasan Santubong tersebut. Malaysia berusaha menjadikan Santubong dan Tanjung Datu sebagai salah satu unggulan pariwisata mereka. Kerajaan negeri juga berusaha meningkatkan segala kemudahan infrastruktur dan logistik di kawasan tersebut. Ini supaya sejumlah obyek wisata seperti Telaga Air, Santubong dan Tanjung Datu bisa saling berhubungan. Kerajaan juga berupaya menggaet investor untuk membuka rute penerbangan ke daerah tersebut.Wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat sebenarnya tak ada masalah. Selama ini kedua negara sepakat menggunakan peta Belanda Van Doorn tahun 1906. Malayasia pun tak mempermasalahkannya apabila mengacu kepada garis batas peta Belanda Van Doorn tahunn 1906 , peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay State Survey tahun 1935. Masalah baru timbul dalam MoU antara team Border Comeete Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas itu dirubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas. Dan akibat kelalaian team ini, Indonesia akan kehilangan 1490 Ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu.Pangkal masalah kasus ini muncul karena Indonesia dan Malaysia menggunakan alat bukti perbatasan yang berbeda. Jika Indonesia menggunakan Traktat London, maka Malaysia memggunakan batas alur sungai. Menurut Traktat London 1824, yakni perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara, Camar Bulan masuk wilayah Indonesia. Batas negara didasarkan pada watershead. Artinya, pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah. Sedangkan sesuai MoU dalam pertemuan RI-Malaysia di Semarang 1978, disepakati batas wilayah mengalami perubahan, yakni sesuai dengan patok yang ada sekarang. Pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam pertemuan di Semarang, Jawa Tengah, pada 1978 menyepakati penentuan koordinat batas wilayah tersebut tidak menggunakan metode devide watershed. Alasannya, Camar Bulan bertopografi landai atau datar. Jadi, penentuan koordinat dipatok dari dataran tertinggi di wilayah itu, dan kemudian ditarik lurus. Ini merupakan keputusan politik yang telah disepakati kedua negara.Devide wathershed merupakan metode penentuan titik koordinat berdasarkan pemisah air. Metode ini jamak digunakan dalam penentuan batas wilayah daratan antara Indonesia dan Malaysia. Penggunaan metode tersebut merujuk pada traktat 1891 antara Pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris. Berdasarkan ketentuan itu, seluruh wilayah Camar Bulan seharusnya masuk ke wilayah Indonesia. Legalitas ini juga diperkuat dengan Traktat London pada 1824. Namun, penggunaan metode devide watershed dianulir dalam pertemuan terakhir di Semarang.Perubahan metode dalam penentuan batas wilayah ini merugikan Indonesia. Sebab, kawasan seluas 1.499 hektare (ha) di Camar Bulan, yang sebelumnya menjadi wilayah Indonesia akhirnya masuk bagian teritorial Malaysia.Wilayah NKRI mempunyai dasar daerah yang dulunya negara jajahan Hindia-Belanda yang kini jadi NKRI merupakan suatu konsep yang sah untuk diakui negara lain. Selama ini Indonesia menggunakan Traktat London, sedangkan mereka menggunakan pengukuran batas yang menggunakan alur sungai yang digunakan dan diklaim batas tertentu. Tapi seharusnya Indonesia menolak karena menggunakan Traktat yang dibuat pada 1900 an.Kasus Serupa Sipadan Dan LigitanKasus Tanjung Datu dan Camar Wulan tampaknya serupa dengan Sipadan-Ligitan. Awalnya posisi kita kuat dalam persengketaan itu tetapi Malaysia lebih agresif mencaplok wilayah itu. Tapi, karena Indonesia taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana.Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E / 4.1146833°LU 118.6287556°BT / 4.1146833; 118.6287556 dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°LU 118.883°BT / 4.15; 118.883. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.Sipadan dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Nah, soal ini pula, antara lain, yang gaungnya sampai ke DPR pekan lalu. Soal ini bukan hanya memancing ketidaksenangan beberapa wakil rakyat, tapi juga Menhankam L.B. Moerdani. Dalam kesempatan rapat kerja dengan Komisi I, Moerdani mengkritik Malaysia yang cenderung tidak mengindahkan kesepakatan status quo atas kedua pulau itu, bahkan ceroboh membiarkan daerah tersebut dijadikan obyek pariwisata. Namun, kasus dua pulau itu bukan satu-satunya soal yang akhir-akhir ini mengganggu hubungan dua negeri sesama rumpun Melayu itu.Perundingan penetapan landas kontinen tahun 1969 gagal menetapkan status pemilik kedua pulau tersebut. Indonesia berpendirian, bila garis batas lurus dibuat dari Pulau Sebatik, yang sudah dibagi dua dengan Malaysia, dua pulau itu mestinya masuk wilayah Indonesia. Malaysia berpendapat, garis batas itu hanya sampai Pulau Sebatik, sehingga kedua pulau itu bisa diklaim sebagai wilayah Sabah. Karena gagal dicapai kesepakatan, akhirnya, disepakati pulau itu bersifat status quo. Artinya, tidak ada kegiatan apa pun di sana sebelum ada penyelesaian. Namun, Desember 1979, Malaysia mengklaim dua pulau itu sebagai miliknya berdasar peta baru. Walau Indonesia sudah mengirim nota protes, negara tetangga itu menegaskan de facto dan de jure, kedua pulau itu miliknya, meski ada juga kesediaan mereka untuk berunding. Belum lagi perundingan dibuka, Indonesia sudah membuat nota peringatan kembali tahun 1988 karena adanya kegiatan di Sipadan.Kasus Tanjung Datu dan Camar Wulan tampaknya cerita lama dari kisah tragis Indonesia kehilangan Sipadan-Ligitan. Awalnya posisi indonesia kuat dalam mengklaim wilayah. Tetapi karena malaysia lebih agresif dan lebih berani bermanuver maka Indonesia selalu dikangkangi. Indonesia selal;u mendewakan aturan nternasional sedangkan Malaysia tidak peduli dengan mengangkangi wilayah status Quo. Bukan hanya dengan bermanuver dengan kapal perang dan pesawat tempur tetapi yang lebih membuat geram bangsa ini Malaysia bahkan berani membangun wilayah itu. Indonesia meski kekuatan militer terbatas tidak harus kalah dalam gertak menggertak. manuver Malaysia yang menyakitkan emosi kebangsaan rakyat, harus diimbangi dengan provokasi yang lebih hebat lagi. Pemerintah Indonesia dan militer Indonesia harus lebih keras lagi dalam berseteru dengan Malaysia.Indonesia jangan sok menjadi anak alim yang patuh aturan yang bersembunyi di bawah ketiak aturan dan tata krama Internasional. Karena, Malaysia sudah terlalu kurang ajar bermanuver bahkan menduduki tanah sengketa atau wilayah status Quo. Indonesia harus berkaca pada kepemimpinan "Ganyang malaysia" Soekarno yang sangat garang melawan manuver Malaysia. Jangan anggap bahwa semangat "Ganyang malaysia" adalah sikap anarkis dan tidak berbudaya. Sikap patriotisme itu harus digelorakan ketika ada tetangga bangsa ini yang sangat agresif dan tidak bertatakrama Internasional terus menggerogoti wilayah bangsa ini. Memang dalam kehidupan masyarakat Internasional yang berbudaya harus mengedepankan perdamaian, kompromi dan menjauhkan perang. Tetapi tampaknya strategi bermoral itu tidak dapat digunakan dalam mengahdapi sikap amoral malaysia yang terus mengangkangi wilayah negeri ini. Sikap "Ganyang Malaysia" tidak harus berarti konfrontasi perang secara terbuka dan luas. Tetapi upaya "Non Diplomasi' terakhir yang harus dipilih untuk menggertak Malaysia, bila malaysia selalu tidak mengerti bahasa diplomasi.Dahulu Sipadan dan Ligitan, berikutnya Ambalat sekarang Tanjung Datu dan Camar Wulan. Setiap malaysia mencaplok wilayah baru, maka wilayah didekatnya akan menjadi incaran Malaysia karena diklaim sebagai jangkauan negerinya dengan batas wilayah baru itu. Bila sikap Indonesia yang lemah dan sok alim itu terus dipelihara, maka tidaklah heran satu persatu wilayah ini akan tercaplok oleh Malaysia yang agresif dan rajin bermanuver. Kelemahan sikap Indonesia ini tampaknya dimanfaatkan oleh Malaysia. Coba tengok ketika semangat "Ganyang Malaysia" terus digelorakan Soekarno, Malaysia pasti akan berpikir seribu kali bila akan menguasai bahkan melirik tanah air Indonesia. Tampaknya semangat "Ganyang Malaysia" harus selalu digelorakan bila melihat sikap Malaysia yang sangat agresif dan tidak beretika tatanan internasional itu terus memprovokasi Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun