Kejadian tragis menimpa seorang bayi berusia 1 tahun 3 bulan berinisial KCB, yang disiram air panas oleh pengasuh daycare bernama Seftyana (35) di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Peristiwa ini terjadi pada Senin (2/12/2024), di mana orang tua korban diketahui telah menitipkan anaknya sejak Agustus 2024 dengan jam penitipan dari pukul 05.30 hingga 19.30 WIB. Kasus ini diungkap oleh Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana yang menegaskan tindakan keji tersebut sebagai bentuk penganiayaan serius di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak.Â
Kekerasan terhadap anak merupakan masalah global yang memengaruhi kesehatan fisik, mental, dan sosial anak. Salah satu kasus yang mencuat adalah seorang anak berusia satu tahun yang mengalami penyiraman air panas di tempat penitipan anak. Insiden ini tidak hanya memprihatinkan, tetapi juga menyoroti lemahnya pengawasan serta pentingnya kesadaran dan edukasi dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.Â
Pandangan Sains Kedokteran Dalam kedokteran, kekerasan terhadap anak termasuk dalam kategori child abuse yang mencakup kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.Â
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa hampir 3 dari 4 anak berusia 2-4 tahun mengalami kekerasan fisik atau emosional oleh pengasuh mereka. Trauma akibat kekerasan dapat menyebabkan luka fisik seperti luka bakar, memar, atau bahkan cacat permanen, serta gangguan psikologis seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), depresi, dan kecemasan.
Dampak Pada Anak
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet tahun 2023 menyoroti dampak serius kekerasan terhadap perkembangan otak anak. Stres kronis yang dialami akibat kekerasan, baik fisik maupun emosional, dapat memengaruhi fungsi otak secara mendalam.
 Area otak seperti amigdala, yang berperan dalam pengaturan emosi, dan korteks prefrontal, yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan pembelajaran, sangat rentan terhadap efek stres ini. Akibatnya, anak yang mengalami kekerasan sering menghadapi kesulitan dalam mengelola emosi, berkonsentrasi, atau belajar.
Efek jangka panjang dari gangguan fungsi otak ini tidak dapat diremehkan. Anak yang terus-menerus mengalami tekanan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa stres berkepanjangan dapat mengubah struktur dan konektivitas otak, yang berpotensi menghambat perkembangan sosial dan akademik anak di kemudian hari. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan tidak hanya terjadi di masa kanak-kanak tetapi juga membawa konsekuensi signifikan hingga usia dewasa.
Temuan ini memperkuat pentingnya upaya pencegahan kekerasan sejak dini. Intervensi yang tepat, seperti memberikan dukungan psikologis dan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, dapat membantu meminimalkan dampak negatif kekerasan pada perkembangan otak.Â
Selain itu, pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara stres kronis dan kesehatan otak mendorong para peneliti dan praktisi untuk merancang strategi perlindungan yang lebih efektif, baik melalui edukasi, regulasi, maupun terapi berbasis bukti.
Adverse Childhood Experiences (ACEs) memiliki korelasi dengan berbagai penyakit kronis di kemudian hari, termasuk hipertensi, diabetes, dan gangguan kardiovaskular. Pendekatan Evidence-Based Medicine Evidence-based medicine (EBM) menganjurkan pendekatan pencegahan melalui edukasi orang tua, pelatihan tenaga pengasuh, serta penguatan regulasi terkait perlindungan anak.Â
Intervensi seperti parenting program berbasis sains, yang mengajarkan teknik disiplin positif dan manajemen stres, terbukti efektif dalam mengurangi risiko kekerasan. Skrining rutin untuk mendeteksi tanda-tanda kekerasan pada anak dianjurkan di fasilitas kesehatan.Â
Perspektif Islam Dalam Islam
Dalam perspektif Islam, kekerasan terhadap anak dilarang keras karena bertentangan dengan prinsip kasih sayang yang menjadi inti dari pengasuhan. Al-Qur'an dan Hadis menekankan pentingnya mendidik anak dengan kelembutan, sebagaimana dalam Surah An-Nisa ayat 9 yang memperingatkan agar orang tua tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik fisik maupun mental.Â
Rasulullah SAW juga memberikan teladan nyata dengan selalu bersikap lembut kepada anak-anak, seperti menyayangi cucu-cucunya dan melarang kekerasan dalam mendidik. Parenting dalam Islam mengajarkan bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga, dididik, dan dibimbing dengan penuh cinta dan tanggung jawab, tanpa kekerasan yang dapat merusak fisik maupun jiwa mereka.
Perspektif Islam Dalam Islam, kekerasan terhadap anak dilarang keras. Al-Qur'an menekankan pentingnya kasih sayang dalam mendidik anak, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Isra' ayat 23, "...dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." Rasulullah SAW juga bersabda, "Barangsiapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi" (HR. Bukhari). Pendidikan berbasis kasih sayang merupakan fondasi utama dalam Islam.Â
Pendapat Ulama Para ulama sepakat bahwa mendidik anak harus dilakukan dengan hikmah dan kelembutan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menulis dalam Tuhfatul Maudud bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dan dibimbing dengan penuh cinta dan tanggung jawab.Â
Kekerasan fisik yang melampaui batas, apalagi hingga mencederai anak, merupakan dosa besar dan harus dicegah. Sinergi Sains dan Agama Sains dan agama memiliki kesamaan dalam menentang kekerasan terhadap anak.Â
Pendekatan holistik yang mengintegrasikan ajaran agama dengan temuan ilmiah menawarkan solusi yang kuat dalam upaya mencegah kekerasan terhadap anak. Nilai-nilai Islam, seperti kasih sayang, kesabaran, dan tanggung jawab, menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun pola asuh yang penuh cinta.Â
Ketika ajaran ini dipadukan dengan metode parenting modern yang berbasis bukti ilmiah, seperti teknik disiplin positif dan manajemen emosi, orang tua dan pengasuh dapat memahami cara mengasuh anak yang lebih efektif tanpa kekerasan. Sinergi antara dua pendekatan ini memungkinkan terciptanya lingkungan yang mendukung perkembangan anak secara fisik, mental, dan spiritual.
Pendidikan berbasis nilai Islam dapat mengajarkan pentingnya memperlakukan anak sebagai amanah yang harus dijaga dengan baik. Bersamaan dengan itu, pelatihan parenting modern memberikan keterampilan praktis untuk mengelola stres, memahami kebutuhan anak, dan membangun komunikasi yang sehat.Â
Kombinasi ini tidak hanya membantu mencegah kekerasan, tetapi juga memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang sehat, percaya diri, dan berkarakter.
Kekerasan terhadap anak, seperti kasus penyiraman air panas pada anak Balita di TPA ini, harus menjadi pengingat bagi semua pihak untuk meningkatkan upaya perlindungan anak.Â
Kolaborasi antara ilmu kedokteran, penelitian ilmiah, dan ajaran Islam dapat memberikan landasan yang kuat untuk menciptakan generasi masa depan yang sehat, bahagia, dan bermartabat. Kesadaran kolektif dari masyarakat, pemerintah, dan institusi agama menjadi kunci dalam mencegah terulangnya kekerasan serupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H