Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"How Democrazy Die" Jadi Kepanikan, Ternyata Ini Isinya

24 November 2020   09:11 Diperbarui: 24 November 2020   09:31 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi dulunya runtuh tiba-tiba, dengan tank-tank menggelinding dengan ribut menuju istana presiden. Namun, di abad ke-21, prosesnya biasanya lebih halus. 

Otoritarianisme sedang berkembang pesat di sebagian besar dunia, tetapi perkembangannya cenderung relatif diam dan bertahap, sehingga sulit untuk menunjukkan satu momen pun dan mengatakan, inilah hari demokrasi berakhir. 

Anda baru saja bangun pada suatu pagi dan menyadari bahwa hal itu telah hilang. Proses mematikan demokrasi dengan berkedok baju demokrat ini telah terjadi di banyak negara, dari Vladimir Putin di Rusia, Trump di Amerika, hingga Viktor Orban di Hongaria. 

Sedikit demi sedikit pagar demokrasi dirobohkan, karena institusi yang dimaksudkan untuk melayani publik menjadi alat partai yang berkuasa, kemudian dipersenjatai untuk menghukum dan mengintimidasi lawan partai tersebut. 

Hukum dijadikan alat sebagai penggebuk lawan. Hukum diputarbalikkan pasal pasal multi tafsir dengan untuk memvonis makar, radikal, intoleransi, ujaran kebencian dan anti persatuan pada pihak yang berbeda pendapat dan mengkritisi ketidakadilan di negeri itu. 

Di atas kertas, negara-negara ini masih demokrasi bahkan pelakunya berbaju partai berafiliasi demokrat. Tetapi dalam praktiknya mereka telah menjadi rezim satu partai. 

Itulah gambaran demokrasi yang akan mati oleh pelaku yang justru menyamar berbaju demokrat yang selalu meneriakkan demokrasi digambarkan luar biasa lugas dalam buku "How Democracy Die". 

Buku ini menjadi sangat viral dan heboh di negeri ini ketika dengan cerdas sang Rising Star Anis Baswedan ketika mengupload di media sosial sebuah foto dirinya membaca buku itu. 

Bagi yang berhati lembut maka hal itu adalah sebuah auto kritik  yang sangat inspiratif untuk Anis  atau diri kita sendiri. Bila berhati keras pasti akan terjadi kepanikan dan kemarahan di berbagai kelompok masyarakat.

Fakta yang digambarkan dalam buku tersebut secara apik disajikan bagaimana terjadi pergeseran demokrasi ke otokrasi secara halus. Kediktatoran de facto modern biasanya tidak membunuh lawan-lawan mereka. .

Sebaliknya, yang mereka lakukan adalah menggunakan kendali mereka atas mesin pemerintahan untuk mempersulit hidup siapa pun yang dianggap tidak loyal, sampai oposisi yang efektif tenggelam. Dan itu terjadi di sini saat rakyat berbicara di alam demokrasi. Jika Anda tidak khawatir tentang masa depan demokrasi, Anda tidak memperhatikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun