Saat Pintu Maaf Dilapangkan, Mengapa Hukum Tidak Bisa Memaafkan ?
ketika pintu insyaf dilapangkan
maka Dzat yang membolak balikkan hati tetap maha pengampun
maka umat yang ikhlas tetap memaafkan
setelah pintu maaf dibukakan
mengapa masih saja barisan kepala kepala kaku katakan tidak bersalah
bukankah minta maaf adalah kosa kata bermakna salah
saat pintu maaf dilebarkan
mengapa masih saja berlembar lembar ujaran tak rasional bertebaran
mengapa sang penyair dan kaumnya masih saja sebar berjuta alasan
katakan si penyair tidak bersalah
sebutkan si sastrawan hanya sekedar ungkapkan seni
ungkapkan si seniman tidak tahu syariat
ujarkan si penyair hanya katakan muadzin suaranya parau
hinakan umat yang meradang lebay
setelah pintu maaf dilebarkan
mengapa masih saja beralasan berlindung dibalik seni
puisi itu indah bila tidak dibalut kebencian
puisi itu cantik bila tidak diselimuti kecurigaan
syair itu halal di mata hukum bila tidak disampuli penistaan
para penista jangan lagi bersembunyi di balik ketiak seni
kalau sudah merengek ampunan
mengapa tidak tahu syariat masih jadi alasan
bukankah banyak sahabat yang tidak tahu syariat selalu dimuliakan umat
bila mereka selalu menghormati keyakinan rakyat mayoritas
bukankah banyak saudara yang tidak paham syariat lebih dilebihkan Allah
bila mau belajar meski baca Quran terbata bata
bukankah banyak kawan yang tidak pintar syariat tetap menjadi sahabat
bila kebencian tidak tertutur dari verbalnya
para penista jangan bersembunyi di balik ketiak tidak tahu syariat
kalau sudah menetes airmata tanda insyaf
mengapa terus katakan bukan adzan yang tidak bagus tetapi muadzinnya suaranya buruk
saat kamu gelisah mendengar indahnya adzan, tetapi jangan nista suara langit itu
bagi umat seburuk buruk suara muadzin, adzan tetap suara yang paling merdu di jagat raya
saat kamu gerah memakai baju putih, tetapi jangan hina baju yang diberikan Ilahi
bagi umat selusuh lusuh kain panjang, baju putih muslim adalah pakaian paling anggun di bumi ini
kalau hukum berpihak
maka kebencian senantiasa diumbar, maka kegaduhan terus mengoyak bangsa
maka kebencian selalu memanasi ubun ubun, maka penista penista baru akan terus terlahir dari rahim para munafik pengoyak negeri
para fobia terus berdalih dibalik kata kata
para fobia terus berkelit di balik punggung penguasa
para fobia terus bersembunyi di balik ketiak pengayom rakyat