Majelis Kasasi pada 23 Mei 2003 menyatakan Samadikun bersalah dan divonis 4 tahun penjara. Sebelum palu diketuk, Samadikun seperti sudah mengetahui nasibnya bakal dipenjara. Padahal 21 Maret 2003, Kejaksaan Agung mengirim surat perpanjangan pencekalan Samadikun. Surat itu diteken Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Basrief Arief bernomor Kep.023/D/DSP.3/03/2003.Â
Anehnya nam hari kemudian (27 Maret), Kejaksaan mengeluarkan izin bagi Samadikun untuk berobat ke Rumah Sakit Shonan Kamakura di Jepang selama 14 hari. Menurut Basrief Arief, izin ini diberikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus dengan penjamin Nyonya Nelly Chandra, istri Samadikun.Â
Selanjutnya, 1 April 2003, pihak imigrasi menerima surat izin berobat Samadikun dari Kejaksaan. Hasilnya jelas, Samadikun tidak ada di rumahnya ketika akan dieksekusi. Begitu juga pemberian status DPO pada 21 Juli 2003 sudah percuma. Sebab, sejak 31 Maret 2003, Kedutaan Besar Jepang di Indonesia mengeluarkan visa Samadikun selama tiga bulan.Â
Keganjilan lainnya seperti biasanya prestasi tim pemburu buronan dalam penangkapan ke luar negeri selalu diikuti kronologis yang lengkap dan detil tentang pelaku, waktu dan tempat penangkapan.Â
Bila masyarakat mengingat penangkapan heroik buronan Nazaruddin saat itu diungkapkan secara kronologis dan detil. Tetapi penangkapan Samadikun Drajad Wibowo pun hanya memberikan cerita singkat dan BIN tidak memberikan kronologis lengkap.
Samadikun Hartono
Samadikun Hartono yang juga menjadi mantan Komisaris Utama PT Bank Modern selama 13 tahun melarikan diri. Samadikun adalah pemilik PT. Bank Modern, Tbk yang merupakan bank umum swasta nasional yang mengalami saldo debet karena terjadinya rush, di mana untuk menutup saldo debet tersebut PT. Bank Modern, Tbk telah menerima bantuan  likuidasi dari Bank Indonesia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp. 2.557.694.000.000,-Â
Yang terdiri dari jumlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan dana talangan valas sebesar Rp. 2. 557. 694. 000. 000,- tersebut, SAMADIKUN HARTONO dalam kapasitasnya selaku Presiden Komisaris PT. Bank Modern, Tbk, telah menggunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia tersebut menyimpang dari tujuan yang secara keseluruhan berjumlah Rp. 80.742.270.528,81.Â
Kejaksaan Agung menilai kerugian negara terjadi sebesar Rp. 169.472.986.461,52,-. Terpidana tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri dan terpidana mengajukan Peninjauan Kembali (PK).Â
Informasi terakhir yang dipunyai Jaksa Agung saat itu Samadikun tinggal di Apartemen Beverly Hills Singapura. Samadikun juga diinformasikan punya pabrik film di Tiongkok dan Vietnam.
Apresiasi besar tetap harus diberikan kepada pemerintah khususnya BIN dalam penangkapan Samadikun. Tetapi kesuksesan tersebut menjadi ternoda oleh berbagai misteri yang melatar belakangi penangkapan Samadikun.Â