Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Daffodil Study Dihujat, Dampak Kampanye ASI Yang Menghebat

31 Desember 2012   07:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:45 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daffodil Study sebuah penelitian ilmiah tentang tambahan lemak campuran dan fosfolipid untuk kepentingan kesehatan saluran cerna dan saluran napas itu akhirnya membuat kontroversi yang cukup menghebohkan. Penelitian ilmiah yang sebenarnya cukup baik itu akhirnya menyinggung para penggiat dan pendukung ASI karena dianggap akan mengancam kepentingan kampanyenya mereka untuk menggalakkan ASI. Tetapi tim peneliti terus meyakinkan bahwa tidak ada niatan dan tujuan sedikitpun dari penelitian tersebut untuk menggembosi kampanye ASI. Secara tidak disadari hujatan terhadap penelitian itu akibat dampak Kampanye ASI yang menghebat. Benarkah Daffodil Study berdampak untuk menggembosi ASI ? Daffodil Study merupakan penelitian mengenai susu formula yang memiliki judul lengkap 'Pengaruh Susu Formula yang Mengandung Lemak Susu Sapi yang Diperkaya dengan Lemak Campuran dan Tambahan Fosfolipid Terhadap Durasi dan Gejala Infeksi Saluran Pencernaan dan Pernapasan pada Bayi'. Meski masih belum banyak secara detil diungkapkan oleh tim peneliti tetapi publik sudah mulai mengetahui bahwa penelitian itu direncanakan akan melibatkan bayi-bayi dari 4 kecamatan di DKI Jakarta yang berusia kurang dari 4 bulan. Kriteria lainnya adalah bayi-bayi tersebut tidak mendapatkan ASI dari ibunya karena berbagai sebab. Daffodil Study akan dilakukan awal tahun 2013 itu akhirnya membuahkan kontroversi dan kehebohan. Buntutnya mendapat kecaman keras dari para penggiat dan pendudukung ASI karena melibatkan bayi yang seharusnya mendapatkan ASI Eksklusif dari ibunya. Kontroversi Bila dicermati kontroversi itu timbul hanyalah masalah komunikasi dan pengertian yang tidak sejalan. Padahal ke dua pihak sama-sama berniat baik. Pihak peneliti sebenarnya tidak pernah merasa menggembosi kampanye ASI sebaliknya pihak penggiat ASI jangan sampai mengancam kampanye penggalakan ASI. Penggiat ASI dengan emosional menganggap penelitian tersebut tidak urgen dan tidak akan menyelamatkan nyawa bayi atau menjadikan bayi super atau mengungguli bayi yang diberi ASI. Para pro ASI pun mengatakan kalau cuma untuk tahu apa akibat susu formula ke saluran cerna, sudah pernah dilakukan dan sudah banyak penelitiannya. Sebenarnya ilmuwan yang bergerak dalam penelitian tersebut juga adalah dari kalangan dokter anak yang juga diyakini tidak akan pernah sedikitpun berniat menghianati dan menggembosi kampanye ASI. Tim peneliti juga bertujuan mulia untuk sama berupaya meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bagi anak yang tidak beruntung mendapatkan ASI dengan memberikan asam lemak khusus dan fosfolipid. Saat ini di kalangan dokter khususnya dokter anak dan sebagian besar masyarakat Indonesia yang cerdas pasti akan sepakat dan tidak akan pernah membantah akan kehebatan ASI. Memang patut diberikan apresiasi dan acungan jempol bagi para penggiat ASI dan masyarakat umum yang peduli akan apapun upaya yang dapat mengembosi kampanye ASI. Serta merta kaum pro ASI itu secara langsung merespon negatif apapun upaya yang berkaitan dengan susu formula tanpa pandang bulu. Mungkin upaya ini secara moral sangat baik dan benar. Tetapi akhirnya akan berdampak negatif bila upaya itu dilakukan secara emosional dan gelap mata tanpa memandang sisi baik lainnya atau tanpa mempertimbangkan kondisi khusus lainnya. Sampai saat ini kampanye penggalakan penggunaan ASI sudah demikian hebat dan dahsyat sehingga gemanya sudah mulai berhasil mencerdaskan sebagian besar masyarakat tentang pemehaman kehebatan ASI. Bukan hanya sekedar berhasil mencerdaskan masyarakat tetapi berbagai slogan kehebatan ASI itu berhasil membuat keterikat kepercayaan dan emosional yang berlebihan tentang kehebatan ASI. Dalam banyak hal pengetahuan dan ikatan emosional yang berhasil dibangun itu sangat baik untuk kepentingan anak Indonesia demi mendapatkan haknya untuk mendapatkan muhjizat luar biasa dari ASI. Tetapi dibalik itu ternyata pemahaman dan ikatan emosional tentang pemahaman ASI yang sangat kuat itu berdampak negatif bila dipahami secara sempit. Isu tentang kehebatan ASI ini ahirnya berdampak buruk bagi bayi tidak beruntung mendapatkan ASI. Bahkan bila dipahami secara sempit dan emosional maka juga sebaliknya akan menganggu Pemahaman sempit akan kehebatan ASI tanpa memandang kondisi khusus lainnya akan berdampak buruk bagi anak. Hal ini dapat ditunjukkan saat terjadi bencana gempa bumi atau tsunami di Aceh. Upaya pemberian bantuan susu jadi terhambat karena ditentang oleh para penggiat ASI. Bahkan pihak Depkes, IDAI dan kaum relawan saat itu takut untuk hanya untuk membicarakan isu sensitif susu formula ini. Padahal banyak bayi yang ibunya tidak dapat memberikan ASI sangat membutuhkannya. Contoh pemahaman sempit lainnya adalah kampanye Inisiasi Menyusui DINI (IMD) yang berhasil menggelorakan semangat kaum ibu memberikan ASI setelah melahirkan. Terrdapat beberapa kasus sebagian ibu marah dan emosi kepada dokter kandungan dan dokter anak yang menolong bayi saat persalianan ketika melarang bayinya dilakukan IMD karena bayinya biru dan sesak. Ibu tersebut menganggap dokter kandungan dan dokter anaknya tidak pro ASI. Penyelesaian Konflik Demikian juga dalam kasus penelitian Daffodil Study ini paranoid dan kecemasan berlebihan para penggiat ASI terjadi lagi. Mungkin dari satu sisi kepedulian moral itu sangat baik dan penting bagi kampanye ASI. Tetapi sisi lainnya akan berdampak buruk bagi kepentingan penelitian ilmiah bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI yang dilakukan para peneliti. Sebenarnya ke dua pihak baik penggiat ASI dan para peneliti sama-sama beniat mulai dan pro ASI. Tetapi hanya membutuhkan jalan tengah yang elegan dan ilmiah. Mungkin ke dua pihak harus duduk bersama dengan organisasi profesi dan institusi terkait seperti Depkes, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Universitas Indonesia dan Komisi Etik Penelitian UI. Jangan sampai fenomena ini menimbulkan kesan bahwa para dokter masih tidak sepakat akan kehebatan ASI. Jangan sampai timbul ada praduga bahwa ada kesan bahwa para dokter ada yang berupaya menggembnosi ASI. Bia kesan itu timbul justru akan berdampak buruk terhadap kampanye ASI. Karena akan menimbulkan kesan salah menganggap dokter masih tidak sepakat akan kehebatan ASI. Niat mulia penggiat ASI untuk mempermasalahkan Daffodil Study juga sangat responsif dan harus diapresiasi tinggi. Tetapi sebaiknya kontroversi ini tidak harus melibatkan masyarakat umum yang akan berkesan buruk bagi citra dokter yang sama-sama menjunjung tinggi kampanye ASI. Para penggiat ASI harus terus menerus berkomunikasi dengan IDAI dan Komite Etik Penelitian UI untuk mengadukan kebenaran kecemasannya selama ini. Komite Etik penelitian adalah intitusi yang terdiri kumpulan para ahli medis dibidangnya yang akan meyetujui tidaknya penelitian itu bisa dilakukan sesuai dengan aturan nilai hukum, etika kedokteran, moral dan peradaban kebudayaan yang ada di masyarakat. Semua pihak harus memberikan penilaian sesuai tatanan keadilan dan nilai ilmiah yang sesuai. Kampanye ASI harus didukung dan tidak ada boleh seorangpun yang menggagalkannya. Sehingga semua pihak yang berupaya memberian bantuan kepada bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI harus bersinggungan dengan isu sensitif kampanye ASI. Peneliti pasti akan mempertimbakan ini dengan cermat dibawah rekomendasi komisi etik penelitian UI dengan melakukan kriteria batasan operasional yang cermat dalam penelitiannnya khususnya indikasi bayi yang tidak membutuhkan ASI. Mungkin saja ditambah dengan definisi operasionalnya dengan mencantumkan subyek peneliti harus dikonsultasikan dengan konselor ASI terlebih dahulu Dalam keadaan seperti ini pihak tersebut harus berpikir lebih cermat agar tidak merugikan kampanye ASI. Tetapi semua pihak juga tidak perlu takut dan kawatir bila upaya untuk memberikan bantuan kepada bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI memang benar-benar sesuai indikasi. Karena bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI adalah juga mempunyai hak hidup sama dengan bayi yang mendapatkan ASI. Selama ini tidak disadari bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI ibunya jadi terkorbankan oleh kampanye ASI yang luar biasa. Jangan sampai eforia kampanye kehebatan ASI mengorbankan kepentingan dan kebutuhan bayi yang tidak beruntung mendapatkan ASI. Sekali lagi mungkin tidak ada seorang dokterpun yang tidak sepakat dan tidak mendukung kampanye kehebatan ASI. Kalaupun itu ada adalah sebuah musibah dalam dunia kedokteran yang harus dipertanggung jawabkan di depan Sang Penguasa Akhirat kelak. supported by

Lactation & Breastfeeding Online Clinic GRoW UP CLINIC JAKARTA Yudhasmara Foundation Inspirasi Orangtua Cerdas, Tumbuhkan Anak Semakin Sehat, Kuat dan Pintar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun