Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kenali Bahaya DBD Sejak Dini

7 Februari 2011   03:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:50 8995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang balita meninggal secara tragis karena penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Orangtuanya menolak bila dikatakan oleh dokter bahwa penderita terlambat dibawa ke rumah sakit. Saat panas hari ke 1-2 anaknya berturut-turut dibawa ke dokter dan hanya dikatakan menderita infeksi tenggorokan.  Selama rawat jalan saat hari ke 3 diagnosis berubah menjadi gejala tifus. Selanjutnya pada hari ke 5 dinyatakan meninggal karena penyakit DBD hanya berselang beberapa jam setelah masuk rumah sakit. Tampaknya kasus ini terjadi karena deteksi dini dan tanda bahaya DBD tidak dipahami dengan baik. Dalam musim penghujan ini, kembali penyakit DBD mengganas dimana-mana. Bagaimana agar DBD khususnya pada anak dapat diketahui secara dini? Tanda bahaya apakah yang harus dicurigai agar tidak terjadi keterlambatan? Memasuki musim penghujan ini, di Indonesia kasus DBD seringkali mengalami peningkatan jumlah kasus. Masyarakat awam, bahkan seorang dokter yang ahli pun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD. Gejala awal DBD tidak khas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan. Perjalanan penyakitnya sangat cepat, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam keadaan kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, perlu diketahui deteksi dini dan tanda bahaya DBD. Apalagi saat ini banyak klinisi terpengaruh oleh hasil laboratorium yang sering mengecoh. Seperti penggunaan pemeriksaan widal untuk mengetahui penyakit tifus. Pemeriksaan itu ternyata tidak sensitif dan sering mengelabui. Awalnya dikira tifus ternyata mengalami DBD. Diagnosis DBD menurut kriteria WHO (World Health Organization) ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik berupa demam, pembesaran hati, perdarahan, syok disertai penurunan trombosit dan peningkatan hematokrit. Namun diagnosis tersebut ditegakkan secara lengkap biasanya sudah mendekati fase akhir penyakit. Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa "Demam Dengue(DD)" atau "Demam Berdarah Dengue (DBD)". DD tidak membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah. Sebenarnya dalam penanganannya tidak perlu dirawat di rumah sakit. DD tidak akan berubah menjadi DBD. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa bila penanganan tidak baik dan terlambat mengakibatkan DD akan menjadi DBD adalah tidak benar. Gejala klinis DBD dan DD hampir sama, yaitu panas tinggi, perdarahan, trombosit menurun dan pemeriksaan serologi IgG atau IgM positif. Pada DBD trombosit yang menurun sangat drastis hingga kurang dari 90.000, perdarahan yang terjadi lebih berat dan dapat disertai sesak napas karena adanya cairan di rongga paru (efusi pleura) DETEKSI DINI PENYAKIT DBD Deteksi dini DBD pada anak perlu diketahui karena bila terjadi keterlambatan penyakit ini sangat fatal. Gejala awal penyakit ini hampir sama dengan penyakit infeksi virus lainnya. Tetapi ada beberapa karakteristik klinis yang bisa diamati untuk mencurigai penyakit DBD. Beberapa gejala yang diwaspadai adalah bila demam yang timbulnya mendadak, langsung tinggi di atas 390C. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari terdengar cerita bahwa saat melepas anak berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat. Tetapi saat di sekolah mendadak terdapat keluhan demam tinggi. Gejala khas yang dicurigai biasanya anak tampak lemas, loyo, tidak mau bermain di bawah, minta gendong dan tidur terus menerus sepanjang hari. Bila lemasnya hanya saat demam tinggi, tetapi begitu demam turun anak aktif lagi biasanya tidak harus dikawatirkan dan merupakan hal yang wajar. Biasanya pada hari ke 3 demam sedikit menurun namun hari ke IV dan ke V meningkat lagi akhirnya hari ke VI demam membaik. Selain itu harus dicurigai bila panas tidak disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan atau di lingkungan rumah tidak ada yang menderita penyakit flu. Harus diwaspadai juga bila  dalam beberapa waktu terakhir di sekitar rumah ada yang mengalami penyakit DBD. Atau, dalam waktu dekat sebelumnya pernah ada fogging (pengasapan), karena bila ada fogging biasanya ada penderita DBD di sekitarnya. Gejala perdarahan bukan dianggap  sebagai tanda untuk mendeteksi awal penyakit, karena gejala itu lebih jelas timbul saat fase akhir penyakit. TANDA BAHAYA Bila pada awal deteksi dini sudah dicurigai DBD, harus dimonitor dengan ketat tanda bahaya yang bisa terjadi. Tanda bahaya yang harus diketahui pada penyakit DBD adalah tanda perdarahan berlebihan pada kulit (bintik merah), hidung, gusi atau berak darah warna kehitaman dan berbau. Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin. Gejala yang dingin ini sering dianggap anak telah sembuh, padahal merupakan tanda bahaya. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Tanda bahaya lain yang menyertai adalah penampilan anak tampak sangat gelisah, tidak mau makan minum sama sekali, kesadarannya menurun, kejang dan napas sesak. Pada keadaan tersebut penderita harus segera dibawa ke dokter, bila terlambat akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti syok, perdarahan kepala, perdarahan hebat di seluruh tubuh (Disseminated Intravascular Coagulation/DIC) atau gangguan fungsi otot jantung. Dalam keadaan ini penderita biasanya sulit untuk diselamatkan. Seringkali orang tua disalahkan karena keterlambatan membawa anaknya ke dokter. Orangtua tersebut menolak pendapat ini karena sejak hari pertama dan ke dua panas anak selalu kontrol ke dokter. Tetapi panas hari ke 1 - 2 tidak bisa terdeteksi gejala demam berdarah dan tidak ada penanganan secara khusus. Manifestasi berbahaya biasanya justru timbul pada panas hari ke 3 - 5. Keterlambatan penanganan yang terjadi justru saat keterlambatan dalam memonitor saat periode tersebut. Bila tanda bahaya itu terjadi maka jangan ditunda harus segera ke dokter atau ke rumah sakit terdekat. Jadi monitor tanda bahaya dan tindakan penting harus dilakukan saat panas hari ke 3 -  5. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan darah tepi atau sering diistilahkan pemeriksaan darah lengkap. Gambaran hasil laboratorium yang khas adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (hb) dan peningkatan hematokrit (hct) disertai penurunan trombosis kurang dari 150.000. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas. Pemeriksaan darah pada panas hari ke 1 - 2 tidak bermanfaat dan malah menyesatkan karena hasilnya masih dalam normal. Hasil normal tetapi bukan berarti bebas DBD atau belum menyingkirkan diagnosis DBD. Dalam perjalanannya trombosit akan terus menurun pada hari ke-3, ke-4, dan hari ke-5. Bila dicurigai DBD, pemeriksaan darah mungkin terus dilakukan pada hari ke 4 dan ke 5,. Pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai normal. Peningkatan jumlah trombosit secara drastis timbul setelah hari ke-6. Selama ini masyarakat awam selalu kawatir bila trombositnya menurun. Sebenarnya dalam monitoring hasil pemeriksaan darah yang penting bukan hanya jumlah trombosit. Meski trombosit sangat rendah tetapi tidak menimbulkan perdarahan tidak harus dikhawatirkan dan tidak perlu penambahan tranfusi trombosit. Hal penting lainnya dan sering diabaikan adalah peningkatan jumlah hematokrit atau kekentalan darah. bila hematokrit meningkat, pertanda terjadi kebocoran plasma atau cairan dari dalam pembuluh darah. Hal ini yang sering mengakibatkan syok atau tekanan darah menurun. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan adalah pemeriksaan serologi dengue blot (imunoglobulin G  dan imunoglobulin M). Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga harganya relatif mahal. Pada keadaan diagnosis klinis sudah jelas maka pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan  diagnosis DBD. Hasil pemeriksaan dengue blot positif dapat terjadi pada  penyakit DBD dan DD. Hal lain yang sering dijumpai penderita DBD di diagnosis sebagai sebagai penyakit tifus. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya pemeriksaan Widal dilakukan saat panas pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke 2. Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD. Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan glukosa. Pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah atau minuman yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita DBD. Paling penting adalah bukan mengobati, tetapi pencegahan penyakit. Paling tidak melakukan deteksi dini penyakit berbahaya ini secara cermat dan benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun