Mohon tunggu...
Sandi Mokoagow
Sandi Mokoagow Mohon Tunggu... -

Simple

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahasa Daerahku,di Ujung Tanduk

21 Mei 2014   05:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah-tengah perkembanga dunia modern yang makin dominan .seiring nilai kebudayaan terus mengalami pergeseran dalam aspek cultural secara signifikan. memberikan dampak yang  mulai melanda kehilangan karakteristik tradisional. Akibat indikasidari adopsi budaya-budaya luar yang secara berangsur-angsur masuk di Indonesia. mulai dari merambak nya demam K-pop, fashion style, bahasa gaoel dll menjadi trend di kalangan para kaulah muda.

Apalagi, prediksi LIPI bahwa menyebutkan dari ratusan ribu bahasa yang ada di Indoensia tak akan lagi bertahan lama. dimana, dari ribuan itu hanya akan mampu bvertahan Bahasa Jawa dan Bali yang mempunyai tulisan aksara.

Hal ini pun mengundang reaksi dari sejumlah pakar budaya bahkan budayawan di Bolmong Raya. Salah satunya, menurutnya, Bahasa Mongondow pada dasarnya tak memiliki aksara. karena ia pun menalogikan slah stau bahasa yakni “Pondulak” dulu kata Pondulak adalah suatu tempat untuk sangray kelapa untuk kebutuhan kopra. Tetapi berjalannya waktu makna dan maksud dari “Opondulak” mengalami arti dan maksud yang berbeda lagi.

Sementara prediksi Sugiyono, Kepala Bidang Peningkatan dan Pengendalian Bahasa Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, mengatakan.“dalam tulisan itu memperkirakan di penghujung abad 21 jumlah bahasa daerah akan menyusut, yang semula 746 bahasa daerah, menjadi hanya 75 bahasa daerah saja. Wah! Kalau ini benar, maka kondisinya sudah SOS”

fenomena ini pun. bukan tidak mungkin,menjadi suatu ancaman bagi generasi berikut nya,realita nya.dari hasil temuan saya di beberapa daerah yang tersebar di wilayah Kota-kotamobagu hanya tinggalah beberapa kelurahan/desa yang mengunakan interaksi lewat bahasa mongondow. dan lebih tragis nya lagi dari 10 orang  (anak mudah red)  asli orang mongondow yang dipilih. 4 sama sekali tak menegrti tentang bahasa mongondow,bahkan  2 nya lagi sangat sulit berinteraksi lewat bahasa mongondow, padahal dari segi silsilah mereka memiliki trend record keluarga yang monoton dari mongondow

ini suatu fenomena realialistis di Bolaang mongondow, tanah totabuan Tercinta ”betapa totabuan telah mengalami suatu kondisi multi krisis cultur dari segi aspek bahasa (language). bukan tidak mungkin, beberapa tahun ke depan anak dari generasi berikut nya akan mengalami kondisi tidak akan memahami dan mengenal budaya-budaya bolaang mongondow dan penyebab ini bisa mengakibatkan kepunahahan budaya seiring perkembangan dunia modern.

demikian perkara ini harus mendapatkan peran penting dari pemerintah, yang harus berupaya merevitalisasi   lewat instansi yang terkait. dengan melakukan suatu program yang mengacu dalam doktrin budaya dan langsung bersentuhan dengan masyarakat, khusus di kalangan para anak-anak muda, karena pemudah adalah kalangan  generasi kaum pemegang tongkat estafet ke depan kelak. mengingat agar prospek generasi kaum mudah di Bol-mong masih selaras dengan ke identitasannya.

tentu  saja, ini menjadi probelama bagi pemintah dan para petuah serta para budayawan yang ada di tanah totabuan naton komintan, melalui 2 intansi,yaitu dinas budaya dan pariwisata dinas pendidikan. harus melakukan koordinasi demi menciptakan proyekcultur serta melakukan kebijakan implementasi metode studi budaya untuk sekolah-sekolah tingakat sekolah dasar ,menegah dan atas,demikian akan membawa dampak yang efektif dan postif  bagi konsisten eksistensi budaya.

selain penting nya peran serta pemerintah , seharusnya peran orang tua harus bersinergi karena pengambilan andil dari peran yang paling substansi. Lalu bagaimana agar bahasa daerah tetap lestari dan digunakan di negeri ini? Peran seorang ibu sangat jelas dalam mengajarkan ketrampilan berbahasa. Tak usah mencari contoh jauh-jauh, saya sendiri bisa dan mengerti bahasa Mongondow karena ibu saya kerap mengajak bercakap dalam bahasa mongondow sejak kecil. dan itu hanya dilakukan dalam lingkup rumah saja. Jika bertemu dengan orang dari etnis lain, kita selalu menggunakan bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia sebagai jembatan komunikasi. Bukanya salah satu pribahsa mengatakan, dimana bumi dipijak disitu langit di junjung.

apakah kita ingin kedepan nya menjadi penonton di rumah kita sendiri??  dengan Budaya  yang terkenal akan bobahasa'annya? atau keramahan akan sirna begitu saja di telan oleh zaman. Kenapa kita tak mulai dari dari sekarang? Jika bahasa daerah kita yang beragam punah, yang rugi tentu kita sendiri. bangsa yang besar dari keberagaman suku, budaya dan bahasa ini akan hilang keunikannya jika bahasa daerah menghilang dari bumi Indonesia. Setuju bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan, tapi jangan pernah lupakan akar budaya kita sebagai identitas orang mongondow. Banggalah dengan bahasa daerah kita dengan begitu daerah kita akan terkenal karena dengan itu ke-Indonesiaan kita makin tampak. (Sandi Mokoagow)

Mohon kritik dan sarannya,.. karena pembaca yang baik adalah pembaca yang meninggalkan kritik dan saran,..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun