Mohon tunggu...
San_Chan
San_Chan Mohon Tunggu... -

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Resensi Novel "Pulang" by Tere Liye

19 Desember 2015   14:13 Diperbarui: 20 Desember 2015   06:21 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinopsis

“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati Bapakku dibanding di tubuhnya. Juga Mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.”

Resensi

Kali ini penggemar novel Tere Liye di kejutkan dengan novel terbaru yang berjudul “PULANG”. Novel ini menyuguhkan cerita berlatarbelakang “Action”, tapi ceritanya berbeda dengan novel action lainnya. Novel ini mengajak para pembacanya ke nuansa emosional yang beraneka macam. Kadang membuat sedih, tertawa, berpikir dan penasaran. Khas sekali dengan karya Tere Liye yang lainnya, kreative, unik dan selalu membuat para pembacanya tercengang.

Ceritanya mengisahkan tentang seorang anak desa di Talang bernama Bujang, anak yang tidak pernah menginjak bangku sekolah, tidak pernah keluar desa meskipun hanya ke kota kecamatannya, tidak kenal dengan rasa takut, hingga suatu ketika dia berubah menjadi seorang jagal nomer satu di dunia hitam sadow economy, berkeliling ke negara-negara hebat, bahkan dia mampu menyelesaikan kuliah di Amerika dan mengambil dua master sekaligus.

 

Bujang berasal dari keturunan yang berbeda, antara Bapak dan Mamaknya. Mula-mula Bujang tidak tahu menahu tentang kisah hidup orang tuanya. Tapi ketika ada saudara angkat Bapakknya bernama Tauke, datang ke desanya untuk berburu babi hutan, dia mulai mengetahui kisah Bapaknya sedikit demi sedikit. Bujang memang tidak akrab dengan Bapakknya, dia lebih sering mendapat pukulan jika dia tertangkap sedang belajar agama dengan Mamaknya dirumah. Bujang tidak mengetahui alasan mengapa Bapaknya melarang belajar agama.

Tauke mengajak Bujang ke kota. Selanjutnya Bujang bergelut di dunia hitam shadow economy, karena Tauke adalah salah satu pemimpin bisnis shadow economy. Bisnis shadow economy yang ada, dikuasai oleh sebuah keluarga terkuat, dan Keluarga Tong - namanya - yang dipimpin Tauke, adalah keluarga yang menjadi pemimpin keluarga lainnya. Mamak Bujang sebenarnya tidak mengijinkan Bujang pergi, namun karena sudah ada perjanjian yang terikat antara Bapak Bujang dan Tauke, akhirnya Mamaknya mengijinkannya. Di kota provinsi inilah hidup Bujang mulai berubah, seiring berjalannya waktu, Bujang juga mengetahui kalau Bapaknya dulu adalah seorang tukang pukul nomer satu di Keluarga Tong. Awalnya Bujang mengira akan dijadikan tukang pukul juga, namun Tauke menyuruh Bujang untuk sekolah. Bujang menolak perintah Tauke tersebut, karena dia lebih suka menjadi tukang pukul seperti Bapaknya, tapi Tauke tidak putus asa agar bisa membuat Bujang mau sekolah. Maka dengan diadakannya sebuah perjanjian antara Bujang dan Tauke, diajaklah dia pada ritual amok, sebuah ritual khusus di Keluarga Tong, yaitu perkelahian antara satu orang melawan banyak orang di dalam sebuah lingkaran khusus, jika Bujang kalah maka dia akan sekolah, bila menang, dia diijinkan menjadi tukang pukul. Tak disangka, Bujang menunjukkan bakat tukang pukulnya di ritual tersebut, dia melawan para tukang pukul dengan taktik, bukan dengan kekuatan tubuh saja. Tapi dalam ritual tersebut Bujang tetap kalah dan dia akhirnya sekolah. Dengan bantuan Kopong – sahabat Bapaknya dulu, Bujang akhirnya mendapatkan pelatihan sebagai tukang pukul, hingga di hari-hari selanjutnya dia menjalani pelatihan dengan beberapa guru. Bukan guru biasa yang di datangkan untuk melatih Bujang, melainkan salah satunya adalah seorang ninja asli Jepang, namanya guru Bushi, dia juga seorang samurai yang handal. Selain itu, dia juga menjalani latihan menembak dengan Salonga, seorang pembunuh bayaran nomer satu dari Filiphina yang juga ahli dalam hal tembak menembak.

Buku ini sebenarnya hanya menceritakan kejadian selama beberapa hari saja. Tapi penulis kreative menceritakannya dengan alur flash back, membuat buku ini lebih panjang ceritanya. Penulis sepertinya menghadirkan pembaca pada masa kini dan masa lampau, hingga pembaca seperti ikut merasakan sensasi  perubahan waktu tersebut, selain itu, setting yang digunakan berpindah-pindah dari desa, kota, hingga keluar negeri. Saya seakan ikut berpindah-pindah juga dan ini membuat saya tidak bosan ketika membaca. Berbeda dengan novel lainnya yang kadang hanya mengandalkan setting di suasana itu-itu saja. Selain itu, kejadian-kejadian dalam buku ini selalu membuat penasaran, tidak bisa ditebak. Contohnya ketika Bujang sedang mendapatkan misi ke Hongkong dan disana dia mengumpulkan tim terbaiknya yang ternyata mereka adalah cucu-cucu guru Bushi, juga White - anak dari guru private Bujang ketika sekolah - Frans si Amerika. Di buku ini diceritakan tentang aksi ketika mereka menyerbu Grand Lisabon untuk mengambil alat pemindai kesehatan dari Keluarga Lin / keluarga shadow economy dari luar negeri. Sungguh diluar dugaan, dan saya suka dengan aksi cucu guru bushi yaitu Yuki dan Kiko. Mereka lebih seperti memberi warna dalam pertempuran itu. Biasanya para penulis menyuguhkan aksi pertempuran dengan cerita yang serius, namun di buku ini, ceritanya dibuat lebih santai dan mengejutkan. Aksi Yuki dan Kiko memberi sensasi berbeda dengan ide cerdik mereka. Pertempuran tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi ketika Bujang telah kembali ke negaranya, ternyata ada penghianatan yang membuat perang besar meletus hingga akhirnya Tauke meninggal. Pembaca dibuat terkejut karena ternyata penghianatnya adalah teman Bujang sendiri bernama Basyir dibantu putra Keluarga Lin yang ingin balas dendam atas kematian Ayahnya di Grand Lisabon. Sebelumnya, penulis seperti mengajak pembaca berpikir menebak siapakah penghianatnya?. Melalui beberapa dialog yang terjadi di halaman 252-253, maka jika dicermati akan terasa penulis sedang mengajak pembaca memikirkan siapakah penghianatnya?. Saya benar-benar tidak menduganya kalau itu basyir. Dan yang lebih mengejutkan adalah ketika perang terjadi di kamar Tauke, duel yang terjadi disana membuat pembaca merasakan sensasi menegangkan. Ketika Bujang terdesak, sepertinya tidak akan ada pintu lari untukknya. Saya pikir akan ada bantuan yang datang dari anak buah Bujang yang tiba di lokasi. Tapi lagi-lagi penulis memberikan kejutan. Ternyata Bujang, Tauke dan Parves yang berada di ruangan tersebut bisa melarikan diri lewat pintu rahasia yang dibuat oleh Kopong dan Tauke. Ketika Bujang terdesak dan sudah kalah dari Basyir, hingga dia jatuh ke ranjang Tauke yang sedang sakit, saat itulah Tauke menekan pintu rahasia tersebut. Basyir yang terkejut dengan kejadian itu berteriak kalap. Bujang akhirnya berhasil membawa Tauke kabur lewat pintu rahasia itu. Setelah kejutan ini, penulis juga memberikan kejutan lagi, pintu itu ternyata terhubung dengan lorong yang berujung di sebuah rumah. Saya benar-benar tidak menduga kalau ternyata penulis akan memberikan alur cerita sekeren ini. karena lewat lorong itulah kisah hidup orang tua Bujang juga terkuak. Lorong tadi mengantarkan Bujang ke sebuah rumah yang ternyata sudah disiapkan Kopong dan Tauke jauh-jauh hari. Dan yang menjaga rumah itu adalah Tuanku Iman, yang ternyata adalah kakak dari Mamak Bujang. Selama beberapa hari di rumah Tuanku Imam, Bujang mendapatkan potongan-potongan kisah hidup Bapak dan Mamaknya, Kenapa mereka terusir dari keluarganya? Dan akhirnya Bujang tahu kenapa dia tidak boleh belajar agama oleh Bapaknya?. Novel ini memiliki kelebihan sendiri dalam ceritanya. Penulis menggunakan kreativitas cerita yang berbeda. Perpaduan antara ilmu pengetahuan, nuansa agama, teknologi, cara-cara perang,  bercampur baur menjadi cerita yang saling melengkapi.

Kembali ke cerita. Dulu, ketika Bujang diajak berburu babi hutan, rasa takut yang dimilikinya telah hilang bersamaan ketika dia melawan babi hutan raksasa, sehingga di kemudian hari dia mendapat julukan “Si Babi Hutan”. Tapi, setelah sepeninggalnya orang-orang yang dekat dengannya, Bujang kembali memiliki rasa takut. Saat itulah, Tuanku Imam membantunya membangun kembali semangatnya, membantu Bujang untuk tidak takut menghadapi lawannya. Akhirnya dengan semangat yang Tuanku Imam tanamkan kembali pada Bujang, Bujang memutuskan akan menghadapi Basyir dan para penghianat serta Keluarga Lin. Dia mengumpulkan tim-tim terbaiknya termasuk Yuki dan Kiko serta White ( Anak Frans si Amerika ). Pertempuran kembali meletus dan semakin seru. Pembaca pasti akan merasakan sensai ketegangan saat pertempuran itu, dan akan ada kejutan yang lebih tidak terduga ketika pertempuran terjadi, seperti bagaimana strategi Bujang ketika akan menyusup ke lokasi pertempuran yang berada di gedung pencakar langit. Dan lagi-lagi, Yuki dan Kiko diperankan oleh penulis untuk menghidupkan suasana cerita lebih unik, kreative dan mengejutkan. Diakhir pertempuran, akhirnya Bujang mengetahui jawaban untuk dirinya sendiri, bagaimana memahami hakikat kehidupan, bagaimana mengatasi rasa takutnya yang muncul kembali, bagaimana dia akhirnya bisa pulang ke pelukan Tuhan, hingga akhirnya dia juga bisa mencapai level “Samurai Sejati”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun