Mohon tunggu...
Sancha Irawan
Sancha Irawan Mohon Tunggu... -

Seorang Pemuda Asal Rejang Lebong

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Otonomi Perguruan Tinggi "Telantarkan Anak Negeri"

5 Oktober 2013   06:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:58 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13809305111160516331

Mungkin inilah salah satu dampak buruk dari Otonomi pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.

Dimana, saat ini banyak Perguruan Tinggi (PT), baik itu di Pergruan Tinggi Agama Islam (PTAI), Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Umum hingga Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berlomba-lomba membuka Program Studi (Prodi) baru yang menarik, bahkan diluar rumpunya "Nekat" membuka Prodi tersebut supaya tidak kalah bersaing dengan PT lain dan dapat menarik mahasiswa sebanyak-banyak mungkin untuk kuliah di PT tersebut. Dan kejadian inilah yang terjadi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup-Bengkulu saat ini, dimana pada 22 April 2004 lalu, STAIN Curup yang salah satu Misinya "Menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu keislaman, yang memiliki keunggulan dan daya saing internasional" malah membuka Prodi Bimbingan Dan Konseling yang jelas-jelas diluar dari rumpun PTAI dan berkiblat kebarat-baratan. Apa yang teradi, seperti dalam Hadist Rasulullah SAW. "Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya” (HR. Bukhari). Dan itulah yang mulai terjadi di Kosenrasi BK yang sejak tahun 2012 lalu berubah nama menjadi Prodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Kosentrasi BK STAIN Curup. Setelah cukup rapat menyimpan kerahasiaan masalah kejelasan perizinan pendirian Prodi dan Akreditasi BK, dan setelah mengeluarkan 6 angkatan yang berjumlah lebih dari 1000 alumni, sedikit-demi sedikit fakta mengejutkan pendirian BK di STAIN Curup mulai terkuak, tepatnya saat ratusan berkas lemaran CPNS lulusan BK STAIN Curup ditolah mentah-mentah oleh BKD penerimaan CPNS Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu, dan dilanjutkan desakan Mahasiswa dan Alumni terkait kejelasan BK, Fakta-fakta mengejutkan masalah pendirian BK di STAIN Curup mulai terbongkar. Puncaknya,  saat pertemuan perwakilan Alumni, Mahasiswa BK dan Petinggi STAIN Curup dengan pihak Dirjen Diktis  Kementrian Agama Rabu (2/10) di Jakarta.  Dengan jelas  Kepala Subdit Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementrian Agama Repoblik Indonesia Dr. Muhammad Zain, M.Ag, menyatakan bahwa Direktur Jendral Pendidikan Islam hanya mengeluarkan keputusan atau SK hanya pada pendirian Prodi di lingkup Rumpun PTAI, sementara masalah izin pendirian kosentrasi seperti kosentrasi BK yang ada di prodi MPI STAIN Curup merupakan kewenangan petinggi PTAI masing-masing. Kemudian jika suatu PTAI membuka program Studi diluar dari rumpun PTAI sebagai mana dalam Peraturan Jendral Pendidikan Islam Nomor 1429 tahun 2012 tentang Penataan Program Studi di Perguruan Tinggi agama Islam.  Maka proses perizinan prodi dikeluarkan oleh rumpun prodi itu berasal, seperti pendirian Prodi Bimbingan dan Konseling, perizinan harus dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, bukan dari Dirjen Perguruan Tinggi Kementrian Agama. Kemudian untuk masalah Akreditasi, Akreditasi bisa dikeluarkan oleh BAN PT atau minimal dinyatakan C, jika suatu program pendidikan baik di PTAI, maupun PTN Umum  telah berstatus Program Studi (prodi), jika suatu program pendidikan masih berstatus kosentrasi, mustahil akan mendapatkan Akreditasi dari BAN PT. Atas keterangan itu, semakin menguatkan dugaan pendirian BK di STAIN Curup hanya untuk komersialsasi dan peningkatan kuantitas mahasiswa semata. supaya dapat tetap bertahan ditengah persaingan PT lain yang ada di Indonesia Khususnya di provinsi Bengkulu. Dampaknya, Otonomi pendidikan yang seharusnya bersifat accountable, atau kebijakan pendidikan yang diambil  harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Malah  Otonomi pendidikan yang dibangun tanpa disertai dengan akuntabilitas publik, membuat imbas kebijakan penelantaran anak negeri. Betapa tidak. Lebih dari setengah lulusan BK mengaku kualahan mencari kerja, jangankan untuk bersaing didunia kerja, menyodorkan ijazah yang masih berstatus Jurusan Tarbiyah Kosentrasi Bimbingan dan Konseling dan Belum terakreditasi itu cukup sering ditolak oleh Dunia Kerja yang saat ini menuntut mutu dan kualitas pendidikan yang dibuktikan dengan kejelasan ijazah dan akreditasi prodi. Kejadian ini merupakan POTRET terkecil ke keblablasan sitem Otonomi Perguruan Tinggi yang tidak memiliki pengawasan dan aturan hukum yang kuat seperti aturan pendirian program studi yang masih lemah sehingga membuat pendirian program studi terkesan asal jadi hanya untuk meningkatkan kuantitas bukan untuk mengutamakan kualitas mutu pendirikan. Pasalnya, yang mengejutkan, hingga saat ini, ada sekitar 2000 Prodi di PT Indonesia yang belum terakreditasi, dan separuh diantaranya mengalami permasalahan perizinan pendirian prodi lantaran memaksa membuka prodi diluar dari rumpun PT tersebut Yang mengejutkan lagi, Tak bisa dibayangkan, jika 1 prodi itu dihitung jumlah terkecil hanya mengeluarkan lulusan 400 alumni, berarti ada sekitar 800000 Anak Bangsa Indonesia yang terancam diterlantarkan didunia kerja Negeri Sendiri. kalau 1 prodi dihitung telah mengeluarkan 1000 alumni, berarti ada 2 juta anak bangsa terancam ditelantarkan didunia kerja Negeri Sendiri. Atas kejadian ini. Harapannya, ada pengawasan yang ketat terhadap pemerintah atas penyelenggaraan Otonomi Pendidikan yang mengancam masa depan anak bangsa ini. Kemudian terhadap PT, diharapkan untuk membuka program studi yang sesuai dengan PT masing-masing, dan jangan mengambil program studi wiayah (Kamplingan) PT lain. Misal PTAI tetap Fokuslah pada pengambangan pendidikan keagamaan, dan PTN Umum tetap fokuslah pada pendidikan umum. karena disaat pembukaan prodi diluar pebidangan prodi pada PT itu, pada saat itulah kekacauan akan terjadi yang akan mengakibatkan terlantarnya anak negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun