Mohon tunggu...
Sancha Irawan
Sancha Irawan Mohon Tunggu... -

Seorang Pemuda Asal Rejang Lebong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Batik "Ka Ga Nga" Ku Tak Lagi Megah dan Terancam Punah

7 Desember 2011   02:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_147880" align="aligncenter" width="614" caption="Batik Tradisonal Ka Ga Nga Kalah Dengan Batik Moderen"][/caption] SENI BATIK merupakan salah satu warisan budaya indonesia yang tak ternilai harganya, termasuk  juga seni batik Ka Ga Nga, ialah merupakan salah satu warisan budaya suku Rejang yang ada di Bumi Pat Petulai Rejang Lebong atau Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Namun dengan perkembangan zaman dan teknologi tidak disangka dibalik makin maraknya motif  batik Ka Ga Nga yang sering digunakan oleh jajalan PNS dan pelajar di Kabupaten RL saat ini,  ternyata menyisahkan cerita tersendiri bagi masyarakat biasa dan pengrajin batik tulis dan batik cap Pei Ka Ga Nga yang saat ini tak lagi dirasakan megah dan terancam punah. Mengapa demikian? koperasi pengrajin batik Pei Citra Daerah yang berada di jalan Basuki  Rahmat Kelurahan Dwi Tunggal Kecamatan Curup ini merupakan satu-satunya usaha yang  memproduksi batik tradisional Ka Ga Nga atau batik yang dibuat secara tradisional yaitu batik  tulis dan batik cap Ka Ga Nga. Yang lebih menyisahkan ialah, jumlah pengrajin batik Pei Ka Ga Nga secara tradisional kini  hanya tinggal 3 orang, satu pengrajin dibidang batik cap dan pewarnaan, dan dua pengrajin  selanjutnya dibidang batik tulis. "Yang bekerja disini hanya 3 orang, satu saya sebagai pengerja batik cam, dan dua orang lagi sebagai  pengrajin batik tulis," Kata salah satu pengrajin batik Ka Ga Nga Emis 24 tahun Kemudian untuk pengrajin batik tulis yang masih bisa bekerja produktif hanyalah satu orang  yaitu Linda 30 tahun warga Sumber bening Kecamatan Selupuh Rejang, sementara satulagi yaitu  Yuli 58  tahun  warga Kampung melayu kecamatan Bermani Ulu tidak bisa bekerja lebih optimal kembali dikarenakan paktor usia. "Kalau pengrajin batik tulis ini, dia hanya diam dirumah, kalau ada pesanan baru ke sini, itu  kalau jumlah banyak, namuan kalau sedikit mereka sering mengerjakannya dirumah," lanjut Emis Kemudian untuk penjualan, Emis mengaku batik tulis dan batik cap Ka Ga Nga ini sangat jarang  perminatnya, hal ini dikarenakan harga batik yang ditawarkan cukup mahal yaitu berkisar Rp 380 ribu hingga 500 ribu per potong  untuk batik tulis yang terbuat dari sutra, dan 80 ribu  hingga 100 ribu per potong untuk batik cap. "Satu potong itu dua meter, kalau bulan-bulan seperti ini, yang mebeli jarang, paling-paling  kalau ada tamu dari pemda atau tamu dari luar daerah, yang paling ramai itu sewaktu HUT Curup  saja," kata Emis Kendala lain terhadap kurangnya pembeli batik tradisional Ka Ga Nga ini ialah dikarenakan  semakin banyaknya kemunculan batik printing bermotif Ka Ga Nga dipasaran sekarang ini. dan  juga untuk harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan dengan harga batik tradisonal Ka Ga Nga "Kalau printing Ka Ga Nga yang sering digunakan PNS ini harganya berkisar 32 ribu per meter,  sementara harga batik Ka Ga Nga yang sebenarnya diatas itu," kata Emis sembari mengatakan  batik tulis Ka Ga Nga yang kami buat ini kalah dengan batik Ka Ga Nga Moderen Tidak hanya itu, dibalik terancamnya produksi batik Ka Ga Nga secara tarisional, disisi lain, corak batik Ka Ga Nga dirasakan tidak semegah dahulu,  hal itu dikarenakan imbas dari keputusan pemerintah daerah yang membuat seragam baju PNS dan segaram sekolah SD, SLTP, dan SMA bermotif Ka Ga NGa, satu sisi batik Ka Ga Nga sangat membuming   di tanah Rejang, namun satu sisi beberapa masyarakat biasa mengaku tidak merasakan kemegahan seperti dahulu ketika mengenakan batik Ka Ga Nga Tersebut, malah mereka sedikit malu menggunakan batik tersebut, karena batik Ka Ga Nga seolah beralih pungsi seperti batik PNS dan pelajar bukan menjadi batik kebesaran daerah. "Dulu batik Ka Ga Nga itu merupakan salah satu barang mahal, harganya mencapai 1 juta dan 2 juta,  dan juga barang cindra mata paling berharga, orang yang menggunakan batik Ka Ga Nga saat itu juga sangat merasakan kemegahan yang luar biasa, namun sekarang tidak, masyarakat kecil menggunakan batik Ka Ga Nga malu, karena tidak PNS nanti disangka gila PNS,"  Kata salah satu warga Rejang Lebong Irawan 56 tahun (sanca)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun