Mohon tunggu...
Chai Ting Ting
Chai Ting Ting Mohon Tunggu... -

Apa adanya saya... :D

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu, Dimana Ayah? [Episode Siapa Ayah]

18 September 2011   14:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:51 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Episode sebelumnya … [pertanyaan zee]

“inilah foto terakhir ayahmu, zee…” ucap Ibu sambil menyerahkan sebuah foto lalu duduk di tepi kasur, disamping zee.

“dia adalah teman sekaligus kekasih ibu sewaktu sekolah dulu, hubungan kami baik-baik saja selama 3 tahun, sampai kemudian dia mengatakan bahwa dia sudah mempunyai anak dari seorang perempuan yang dinikahinya secara ‘Sirri’, dia berselingkuh dibelakang Ibu…. hhh… tapi perempuan Itu meninggal sesaat setelah melahirkanmu, kemudian di saat 9 bulan usiamu, ayahmu mengantarkan bayi mungil itu ke Ibu, dia memohon supaya ibu dapat menerima, merawat dan membesarkanmu, bisa kamu bayangkan bagaimana perasaan ibu saat itu zee??..”

.

Zee tak mampu menjawab ia hanya duduk terdiam mendengarkan cerita ibunya,

Ibu masih meneruskan ceritanya, matanya menerawang mengingat setiap detail kejadian yang pernah dilaluinya… “melihat wajah mungilmu yang cantik, Ibu tak kuasa menolak permohonan ayahmu lagipula waktu itu ayahmu berjanji untuk selalu setia disamping Ibu dan sejak saat itu Ibu putuskan untuk mengontrak sebuah rumah, walau tanpa pernikahan namun Ibu sempat bahagia tapi tak lama…”

“kenapa ibu..?” Tanya zee tiba-tiba

Kemudian tangan Ibu membelai lembut rambut zee … “di hari ulang tahunmu yang ke 2, ayahmu pamit meninggalkan Ibu, katanya ingin bekerja di Kota supaya kehidupan kita lebih baik… hhh… tapi … sampai sekarang jangankan pulang kerumah, bahkan kabar pun tak pernah Ibu dapat darinya”.

“lalu… kenapa zee tak pernah merasa melihat ayah, padahal ayah pergi ketika zee usia 2 tahun…”

“itulah nak, ayahmu dulu seorang supir truk antar kota, tiga bulan sekali baru pulang, itupun hanya 3 sampai 5 hari saja dan jika siang hari ayahmu lebih senang mengunjungi teman-teman nya, makanya kamu hampir tidak pernah bertemu ayahmu.” Ucap Ibu dengan senyum kecil tersungging di bibirnya.

Ibu melanjutkan ceritanya… “dan setelah berbulan-bulan tanpa ayahmu, dan tanpa penghasilan, ibu putuskan untuk kembali ke orang tua Ibu…” kali ini Ibu menangis…“kedua orang tua Ibu tidak mau menerima Ibu kembali, mereka mengusir Ibu setelah Ibu jelaskan tentangmu dan tentang…” kemudian Ibu memandang kearah zee.

“tentang apa Ibu…?”Zee kian penasaran

“ah… sudahlah zee, kamu masih terlalu kecil untuk memahami semuanya. Yang pasti setelah itu keadaan Ibu tak menentu, menumpang hidup dari satu tempat ke tempat lain, bekerja serabutan, kadang mengharap bantuan orang lain, beruntung Ibu bisa melewati semuanya dan bisa menyekolahkanmu hingga sekarang…”

Pandangan Ibu menerawang, air matanya jatuh lagi… “ayahmu yang menyebabkan semua itu, ayahmu yang memberikan kehancuran pada hidup Ibu, itu sebabnya Ibu tak pernah mau menceritakan tentang ayahmu…” Kemudian padangan Ibu beralih ke zee

“Zee.. cuma kamu satu-satunya harta Ibu sekarang, Ibu ga mau kamu mencari ayahmu lalu meninggalkan Ibu, Ibu ga akan bisa mendapat gantimu zee…” dan Ibu semakin menangis

tiba-tiba zee merasa bersalah danmenyeka air mata Ibunya… “Bu… zee ga akan tinggalin Ibu selamanya, cuma Ibu satu-satunya..…”

#‘TING..TONG…’#ucapan zee terpotong suara Bell pintu

“eh… sepertinya ada tamu, zee lihat dulu ya bu…”

“ya sudah sana…”

Dan ketika zee membuka pintu, dia sedikit terheran dengan tamu yang datang, dia berpakaian rapih dan modern.

“anak manis, ibu nya ada…?” ucap tamu tersebut

“sebentar… Ibu ada tamu nih, temen Ibu…” zee sedikit berteriak memanggil Ibunya

Kemudian Ibu datang dari arah dalam dan….

(…to be continued…)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun