Beberapa waktu yang lalu, saya kehilangan handphone (Hp) dan sempat syok juga ... karena itu Hp satu-satunya dan jatuh entah di mana. Awalnya memang sedih, tapi mau gimana lagi? Setelah tiga kali mengitari jalan yang sama (yang sebelumnya saya lewati), setelah sempat mampir juga ke wartel dan memencet sederet nomor untuk menghubungi nomor HP'ku ... tut tut tut.
"Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan" ... itulah sambutan manis dari sang operator dan saya cemberut sambil meletakkan gagang telepon. Dah Hp'ku .... kau pasti sudah berada di tangan orang lain (oh, so sad). Kuhampiri penjaga wartel yang sedang duduk di belakang meja -- yang di atasnya terdapat mesin nota yang agak berisik itu (entahlah namanya apa) ... tret tret tret ... bunyinya membuatku semakin geregetan.
Saya: "Berapa, bu?"
Pemilik wartel: "Rp 600, mbak."
Saya: "Makasih, bu." (sembari mengambil uang kembalian Rp 400)
Sekilas terbayang HP kesayanganku, tapi harus terpaksa melupakannya. Meski Hp-nya nggak bagus-bagus amat sih (nggak ada Java-nya juga), tapi namanya juga hilang ... oh, berat juga rasanya ... saat itu.
Kini, ada banyak pelajaran yang justru bisa saya dapatkan melalui "musibah" kecil itu (wow ... kecil?). Memang, memunyai HP sangat membantu khususnya untuk mempelancar, mempercepat penyampaian komunikasi. Bagaimana jika HP sudah menjadi barang yang "sepaket" dengan hidup kita? Maksud saya "sepaket" di sini adalah kemana-kemana bawa HP, setiap waktu menengok HP (ada sms nggak ya? ada telp nggak ya? aku harus sms siapa lagi nih? Bagaimana ya kabar dia hari ini? dll..), bahkan ketika bekerja pun sering kali HP menjadi godaan. Jika sudah parah, HP itu bisa berubah menjadi seseorang yang selalu melambai-lambaikan tangannya dan mengajak kita untuk menghampiri dan memerhatikannya setiap waktu. Terbayang nggak sih bagaimana orang yang tidak bisa hidup tanpa HP? Bisa jadi kalau dibuat gambar kartun, wajah orang tersebut diganti dengan rentetan huruf dan angka dalam versi Qwerty.
Setelah HP'ku pergi meninggalkanku, aku merasa hidupku menjadi lebih berguna. Bukan berarti aku tak butuh HP ... hehe. Aku berpikir bahwa selama ini banyak waktuku yang terbuang percuma hanya untuk memerhatikan HP tanpa tujuan yang jelas. Kemungkinan besar, waktu tertentu bisa aku gunakan untuk menata deretan huruf hingga jadi kalimat yang runtut dan mengirimkannya ke media tertentu (tulis artikel), tapi akhirnya malah aku gunakan untuk pencet sana pencet sini ... parahnya lagi jika sudah tergoda untuk lihat update status yang sempat diposting beberapa menit yang lalu. Oh no!! Kini, aku semakin mengerti bahwa waktu-waktu ini semakin berharga dan harus bisa digunakan dengan bijaksana.
Apabila Anda memunyai HP, pakailah dengan bijaksana! Gunakan untuk keperluan yang memang benar-benar perlu dan jangan sampai hal-hal prioritas dalam hidup Anda menjadi tertunda hanya karena godaan untuk membuka fitur-fitur di HP Anda, aplikasi, dan hal-hal yang kurang tepat dilakukan saat itu. HP memang sangat efektif untuk memperlancar semua akses komunikasi, tapi jangan sampai hati kita terpikat olehnya. Memang banyak HP begitu menggoda, mereka menampilkan banyak hal baru dan kita bisa dengan cepat terpikat olehnya. Perlakukan HP sebagai barang yang memudahkan Anda untuk menjalin relasi, berkomunikasi, dan mendapatkan informasi, tapi jangan sampai memperlakukan HP lebih daripada Anda memperlakukan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H