Disaat kemakmuran menghampirinya seakan rian merasakan kesakitan tidak akan pernah hadir dalam hidupnya, dunia dirasakan sahabat sejati bagi rian, ternyata kemakmuran itu dirasakan rian hanya sesaat meski telah bertahun tahun rian mendapatkan kemakmuran tersebut, diawali dengan kematian seseorang yang selama ini menjadi penopang hidup rian, adik serta ibunya, seorang figur yang sangat diagungkan bagi rian karena dapat memenuhi segala keinginannya, tanpa disadari semua itu membuat masa depan dalam kehidupan rian menjadi tak menentu, rian tumbuh sebagai manusia yang goyah tanpa pendirian dan senantiasa ketergantungan, sikap figur yang diagungkan rian telah menjerumuskan kehidupan rian, sementara figur tersebut melakukan semua yang diinginkan rian adalah satu cara untuk menghapuskan rasa bersalah karena ketidakmampuan dalam memberikan perhatian dikarenakan waktu yang begitu terasa cepat berlalu serta jauhnya jarak tempuh yang memisahkan diantara keduanya, kesibukan mengejar harta, jabatan, karena emosi muda, gengsi, mungkin keserakahan.
Dengan ketakutan, tangisan rian menghadapi dunia yang terlalu komplik dengan masalah, adik yang selama ini tidak saling peduli menjadi tempat pelampiasan kekesalan, kemarahan akan keadaan dimana dianggap menjadi beban bagi rian, ibu yang selama ini lebih banyak mendampingi sang figur di masa hidupnya menjadi pendiam entah apa yang harus dilakukan, gaya hidup terbiasa dengan hura hura, tanpa batas belum dapat mengadakan penyesuaian dengan keadaan yang serba sulit, untuk lari dari kenyataan yang ada membutuhkan waktu yang cukup lama, dikarenakan rasa syukur yang kurang bahkan mungkin bisa dibilang tidak mensyukuri nikmat yang telah diterima selama ini, betapa tersiksa bathin disaat semua berangsur angsur menghilang karena terkikis dan terjual, orang orang yang selama ini menganggap sebagai orang penting, terasa menjauh.
Rian mulai merasakan ternyata ada manusia yang untuk makanpun mereka harus memeras keringat, sementara selama ini rian telah merasakan kenyang tanpa makan hanya dengan melihat beraneka makanan yang telah tersedia di atas meja makan, akhirnya Rian mulai menyadari betapa selama ini kemakmuran yang rian terima adalah jerih payah dari sang figur meski semua itu hampir menjerumuskan Rian dalam kehancuran hidupnya, karena terlena akan kemakmuran yang didapat tanpa usaha, akhirnya akal sehat Rian berjalan betapa sang figur sangat menyayangi Rian, adik serta ibunya, hanya mereka yangn lalai dan terlena dengan kemakmuran yang diberikan oleh sang figur, tanpa memikirkan bagaimana sangn figur berusaha menghapus rasa bersalahnya karena jarak dan waktu yang sangat terbatas dalam memberikan kasih sayang serta perhatian kepada anak anaknya, mungkinkah kemakmuran itu didapat dengan kesedihan perasaan karena pekerjaan yang menekan baik fisik maupun mental, tanpa mengingat waktu harus  istirahat untuk makan, minum, refresing, sehingga mengakibatkan kesehatan tidak terjaga, semua itu tidak lain hanya bertujuan agar sang figur dapat memberikan kemakmuran yang maksimal untuk Rian, adik rian serta isterinya, sampai penyakit mengidap dalam dirinya yang merenggut  nyawa tidak sang figur keluhkan dan rasakan.
Dengan pengalaman hidup yang telah dihadapi Rian, Rian akhirnya mengambil prinsip untuk masa depan Rian, Rian akan berusaha membina rumah tangga dalam kebersamaan, keterbukaan sehingga anak anaknya kelak dapat turut merasakan betapa sangat konfliknya kehidupan ini sehinggan menjadi manusia yang tegar, berprinsip dan peduli terhadap sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H