Mohon tunggu...
Samuel Edward
Samuel Edward Mohon Tunggu... Seniman - Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Tugas yang kuemban adalah membawa dan membuat mulia nama Bos-ku di mana pun aku hidup, apa pun yang aku lakukan, kepada siapa pun yang aku temui, kapan pun waktu dan kesempatannya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Anomali" Positif Teknologi 4G LTE dari XL Axiata

1 September 2017   16:05 Diperbarui: 1 September 2017   16:33 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ponsel 2G-ku (Sumber: koleksi pribadi)

XL (Part 1): Pre-4G LTE

Aku memakai nomor prabayar XL sejak awal tahun 2002. Waktu itu, XL masih memakai nama "proXL". Nomorku saja masih 10 angka. Ini adalah nomor seluler pertamaku. Dan masih kupakai sampai saat ini. Baik untuk bertelepon dan berkirim pesan singkat (SMS) maupun untuk "berselancar" di dunia maya.

Selang beberapa tahun kemudian, aku juga memakai dua nomor lain dari dua operator "pelat merah" berbeda. Alasanku, karena lebih banyak anggota keluarga, orang terkasih, sahabat, kenalan, dan rekan kerjaku yang menggunakan nomor-nomor telepon seluler (ponsel) dari kedua penyedia layanan tersebut. Jadi, supaya lebih menghemat pulsa.

Lagipula, terus-terang saja, pada masa-masa generasi 2G dan 3G tersebut, kualitas jaringan XL memang tidak sebagus kedua provider raksasa pendahulunya itu, walaupun memang juga harus diakui, tetap masih lebih baik daripada jaringan operator-operator lain yang muncul lebih belakangan. Tetapi, karena aku tidak memakai kartu dari operator-operator yang merupakan yunior dari XL itu, bagiku keunggulan XL dibandingkan mereka menjadi tidak terasa. Berbeda halnya ketika aku menggunakan kartu dari kedua operator yang adalah senior dari XL. Cukup kentara senjangnya.

Sinyal XL cukup sering hilang di beberapa tempat di kota Bandung dan Jakarta, serta juga di wilayah Cikupa, Kabupaten Tangerang, berhubung aku hidup berpindah-pindah di salah satu dari ketiga daerah tersebut. Cukup banyak blankspot-nya. Terutama di daerah-daerah pinggiran. Juga di titik-titik area yang konturnya berupa cekungan/mangkok, sebagaimana banyak terdapat di Bandung. Nah, di dasar "mangkok" itu, sinyal XL sulit sekali ditangkap. Aku dan beberapa pengguna XL lainnya harus naik ke lantai dua dari rumah kami masing-masing untuk bisa menangkap sinyal XL. 

Bahkan, di banyak area yang sinyal XL-nya paling lumayan pun, seperti di daerah jalan-jalan protokol dan pusat-pusat kota, kualitas suara ketika bertelepon pun agak kurang bersih dan kurang keras. Mengirim dan menerima SMS pun kadang suka lama tertundanya (pending), bisa sampai beberapa jam, bahkan kadang juga gagal, padahal pulsa sudah kadung terpotong.

Tentu saja berbagai kendala tersebut menjadi lebih jelas lagi kadar mengganggunya manakala aku memakai dua nomorku yang lain. Bertelepon dan ber-SMS nyaris tanpa hambatan sama sekali. Lancar dan lancar sekali.

Kejomplangan tersebut semakin terasa lagi ketika aku berinternet, baik dari ponselku maupun dari komputer pribadiku. Ya, aku juga memakai ketiga nomor selulerku itu untuk berinternet dengan komputer, yakni dengan memasang ketiganya bergantian di modem dial-up. Lagi-lagi, berinternet memakai kedua provider "pelat merah" tersebut serasa berjalan di jalan tol yang kosong dan mulus. Sementara, kalau memakai XL, terasa berjalan di jalanan yang belum di aspal dan masih rusak akibat sering diguyur hujan sampai tergenang banjir.

Belum lagi kalau meninjau tarif. Di era-era pra-4G, tarif SMS memang sama untuk ketiganya. Namun, tidak demikian dengan tarif bicara dan data. XL lebih mahal dibandingkan kedua pendahulunya. Memang, lebih mahalnya itu sedikit saja. Tetapi lebih mahal ya tetap lebih mahal. Dan begitu terasa amat sangat tidak pantas kelebih-mahalan tersebut jika kita mempertimbangkannya dengan kualitas layanan dan jaringan.

XL (Part 2): Post-4G LTE

Namun, itu dulu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun