Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Politik dan Rakyat Kecil (Sebuah Cacatan Ringan)

5 Oktober 2010   04:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di kota tempat saya tinggal, beberapa hari lalu 13 anggota DPRD keluar dari ruangan sidang saat walikota membaca nota APBD Perubahan Tahun Anggaran 2010. Ada yang pura-pura sakit perut, ditelepon istri, panggilan mendadak, dan sebagainya. Beritanya hangat menjadi headline di hampir seluruh media cetak lokal. Saat ditanyakain pers mereka baru mengaku bahwa mereka tidak suka dengan gaya kepemimpinan walikota yang baru yang dianggap one man show.

Sebagian berpandangan bahwa anggota dewan terhormat ini merasa terganggu dengan sikap tegas walikota yang dapat mengancam privilege yang mereka sudah biasa terima dari pemerintah sebelumnya. Sebagian lagi menganggap wajar karena pemerintahan ini bukan milik pribadi atau sekelompok orang saja sehingga pandai-pandailah membujuk sebanyak mungkin para elit politik agar mau mendukung dan tidak membuat keonaran.
Di Jakarta seorang warga homeless nekad meledakkan bom paku buatan sendiri. Sasarannya (yang dapat saya pahami) hanya seorang polisi jaga di jalan raya. Setelah penembakan perampok CIMB Niaga Medan kepada oknum polisi dan disusul kejadian di Hamparan Perak, kelihatannya target kelompok teroris sekarang berubah dari semula Amerika Serikat dan sekutunya menjadi polisi. Entah emosi atau logika seperti apa yang menggerakkan seorang tunawisma rela mengorbankan nyawanya untuk menghabisi nyawa seorang polisi biasa yang sama sekali tidak dikenalnya.
Di tempat saya (sekali lagi) setiap akhir bulan hampir dua kali sehari ada razia lalu lintas. Maklum sejak UU Lalu-lintas disahkan konon uang denda pelanggaran menjadi gila-gilaan. Tidak memakai helm saja dendanya 100 ribu. Bagaimana pula jika lupa bawa SIM, STNK, dan tidak menyalakan lampu di siang hari? Bisa-bisa miskin di jalan kita! Sekarang rasanya semakin takut saja untuk melewati kerumunan 10-20 orang polisi petugas razia di jalan raya tersebut. Bukan karena malas diperiksa-periksa. Tapi selalu terpikir siapa tahu ada teroris yang sengaja gak pakai helm lalu meledakkan diri saat dimintai SIM (wah??). Karena itu hati-hatilah, jangan terlalu dekat dengan polisi di tempat umum. Siapa tahu ada teroris yang sedang melintas, salah-salah kita yang jadi korban.
Yusril Ihza Mahendara memang berani. Setelah berhasil memberhentikan bos besar institusi yang memeriksanya, kini dia berhasil menggaet Megawati dan JK untuk menjadi saksi di pengadilan untuk meringankannya. Wajar saja jika mereka bersedia karena pasti ada hitung-hitungan politik untuk mengurangi nilai plus pemerintahan sekarang. Makanya Sudi Silalahi berang duluan. Kelihatannya wacana memperpanjang masa jabatan presiden telah menuai banyak perlawanan.
Polri sedang melalui masa-masa penuh ujian. Menjelang penggantian Kapolri terjadi banyak kerusuhan. Bahkan kerusuhan berbau SARA yang sudah lama tidak muncul, kini kembali hadir menjadi ancaman lagi. Benar memang ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Kemiskinan, ketidakadilan, pergesekan budaya dan peradaban, dan lain sebagainya. Sebagian pendapat mengatakan kerusuhan ada kaitan dengan penggantian Kapolri, yang para kandidatnya sedang bergerilya di grass root (saya kurang percaya).Sebagian lagi ada kaitannya dengan setingan oknum-oknum TNI yang menginginkan kejayaan di masa lalu dengan membangun opini publik bahwa Polri tidak bisa memberikan rasa aman terhadap masyarakat.
Aburizal Bakrie ikut berkomentar bahwa dirinya belum mendapat bocoran siapa calon Kapolri yang diinginkan presiden. Lha, jangan-jangan selama ini calon Kapolri juga harus nyungkem dulu sama Pak Bakrie ? Aneh memang logika kekuasaan ini, sejak kapan ketua umum parpol ikut menentukan calon Kapolri? Yang pasti ada kaitannya dengan upaya melindungi triliunan aset perusahaan dan keluarganya. Jangan sampai lahir lagi Susno Duadji yang lain yang bisa melahirkan Gayus Tambunan lain pula, yang mana pengakuannya di Pengadilan telah menerima fulus 30 miliar rupiah dari pemburaman pajak empat perusahaan raksasa milik Bakrie membuat telinganya panas.
TV One, salah satu stasiun TV milik Bakrie, beberapa hari terakhir mengorganisir acara peringatan setahun gempa Sumbar. Sayangnya acara berdurasi berjam-jam itu lebih banyak meliput bangunan publik hasil sumbangan pemirsa TV One. Bakrie juga telah membagun masjid megah di Padang yang kemudian dinamakan Masjid Asra Al-Bakrie (maaf jika salah). Persoalan sosial dan amal seharusnya bukan sesuatu yang harus selalu dipamerkan. Tapi kenyataannya memang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi dan politik yang lumayan. Tidak banyak memang warga kecil yang usil menghitung nilai sumbangan tersebut dibandingkan dengan tunggakan pajak para konglomerat. Mungkin karena popularitas Bakrie di Jawa berkurang akibat kasus lumpur Lapindo sehingga perlu membangun citra baru di luar Jawa.
Sri Mulyani Indrawati diam-diam terus berbicara tentang persoalan Indonesia di kancah internasional. Dalam situsnya di www.srimulyani.web ibu ini (bersama tim) menuangkan banyak pemikiran yang kritis dan tajam, termasuk tentang kartel-kartel politik yang menyebabkan dirinya terdepak dari kabinet. Semantara iklan jamu yang dibintangi Anggito Abimayu semakin sering muncul di tv. Kedua tokoh “terzalimi” ini memang belum terasa tercium aroma politisnya untuk 2014, tapi siapa yang tahu ke depan masyarakat berpikir bahwa pemimpin nasional harus berlatar belakang seorang ekonom?
Di antara berbagai kejadian politik di atas, tadi malam saya mendapat telepon yang mengaku adik bungsu saya (kebetulan namanya sama). Dia mengaku sudah menabrak orang dan terluka parah, yang anehnya lokasi kejadiannya berubah-ubah setiap ditanya balik. Ujung-ujungnya dia lagi butuh dana yang cukup besar dan minta dikirim secepatnya. Karena panggilan telepon Ibu saya (yang gampang cemas) tidak dijawab, situasi menjadi sedikit tegang. Lewat tengah malam adik saya menelepon balik menginformasikan bahwa dia ketiduran di rumah karena litrik mati sejak sore.
Orang susah sebenarnya tidak pernah ambil pusing dengan politik. Logika politik jauh dari yang mereka butuhkan seperti peningkatan kualitas hidup, pekerjaan, uang untuk menghidupi anak dan istri, masa depan yang punya harapan. Mereka dapat melakukan apa saja bahkan yang merugikan orang lain untuk kebutuhan dasar tersebut, tindakan kriminal, membuat kerusuhan, bunuh diri dari lantai atas mal, meledakkan diri dengan alasan agama, termasuk dengan menipu melalui modus yang saya alami tersebut. Politik dan kekuasaan memang hanya milik elit semata.
Yang patut disayangkan mereka tetap berstatus sebagai korban melalui stigmanisasi yang begitu kuat bahwa mereka adalah orang-orang jahat. Padahal mereka hanya tidak tahu, tidak mampu, dan mungkin juga tidak mau melakukan cara-cara elit politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan yang secara tidak sadar telah menjadi virus yang merusak cara berpikir jutaan otak manusia di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun