Mohon tunggu...
samuel purba
samuel purba Mohon Tunggu... Administrasi - PNS, pemerhati sosial

Penikmat alam bebas dan bebek bakar; suka memperhatikan dan sekali-sekali nyeletuk masalah pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan; tidak suka kekerasan dalam bentuk apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tentang Pengorbanan Seorang Bapak (Sebuah Refleksi dari Film Ngeri-Ngeri Sedap)

2 Januari 2023   11:21 Diperbarui: 2 Januari 2023   13:08 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun sudah lebih setengah tahun dirilis, film Ngeri-Ngeri Sedap masih menarik diperbincangkan. Bagi mereka yang telah menonton film ini, tentunya sudah hapal dengan alur ceritanya maupun tokoh-tokohnya. Film bermutu asuhan sutradara muda Bene Dion Rajagujguk tersebut mengisahkan tentang dinamika keluarga Batak yang belokasi di sekitar Danau Toba, yang bagi saya pribadi sangat faktual dan berdasarkan realita yang sebenarnya dan sering terjadi di kalangan masyarakat Batak.

Di antara hal-hal kocak, air mata, atau "mie gomak" yang lebih banyak dibahas orang tentang film ini, bagi  saya sendiri film ini justru sedang menyuguhkan niai-nilai mulia dan pembelajaran yang cukup berkesan. Salah satunya adalah tentang figur seorang Bapak.

Kesan awal yang saya tangkap adalah figur Bapak yang diwakili oleh Pak Domu, yang erat dengan citra Bapak dalam budaya Batak, yakni pengambil keputusan utama dan identik dengan sifat egois bahkan otoriter. Sifat yang sudah sangat melekat ini sulit ditinggalkan, yang mana sifat tersebut sering menimbulkan gesekan bahkan konflik antara seorang Bapak dengan istrinya, juga Bapak dengan anak-anaknya. Dan film Ngeri-Ngeri Sedap dengan cermat mampu memotret persoalan tersebut.

Ada kecenderungan bahwa bisa saja penonton akhirnya menangkap bahwa si Bapak menjadi figur yang terpojok bahkan menjadi "trouble maker" dalam keluarga. Bagi saya kesan tersebut sebetulnya belum lengkap. Justru sebaliknya, film ini secara cerdas mengungkapkan hal sebaliknya: Pak Domu adalah sosok Bapak yang sangat dewasa dan bijaksana.

Kesimpulan saya tersebut dapat dilihat dari fakta-fakta yang muncul dalam film tersebut. Pertama, Pak Domu berani mengambil keputusan untuk membuatkan pesta "Sulang-Sulang Pahompu" (membayar utang adat pernikahan), yang menjadi awal konflik di rumah tangga mereka.

Diketahui bahwa 3 (tiga) dari anak-anak Pak Domu dan Mak Domu yakni Domu, Gabe, dan Sahat,  sudah memiliki kehidupan masing-masing di perantauan dan tidak ingin kembali ke kampung halaman. Sementara, pesta "sulang-sulang pahompu" tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa dihadiri cucu-cucu dari Ompung Domu. Hanya Sarma (satu-satunya anak perempuan) yang tinggal bersama orang tua mereka di kampung.

Kita tahu kemudian bahwa (dalam keputusasaan dengan sikap anak-anak mereka) pada akhirnya Pak Domu skenario yang dipaksanaan Pak Domu kepada Mak Domu (pura-pura akan bercerai) yang pada ujungnya justru melahirkan konflik yang lebih besar, dimana selama bertahun-tahun ini telah berpotensi terjadi dalam rumah tangga mereka. Bagian pertama di atas menunjukkan bahwa Pak Domu sangat menghormati  Ibunya yang sudah lama menjanda dan ingin membahagiakannya, meskipun ia harus  berkorban materi (uang) yang tidak sedikit untuk sebuah pesta adat.

Kedua, Pak Domu yang tadinya sangat keras mengatur kehidupan dan merencanakan masa depan anak-anaknya, pada akhirnya mau mengalah demi kebaikan bersama. Kita tahu bahwa dalam adat Batak bahwa anak/keturunan adalah harta/kebanggaan. Namun Pak Domu menghadapi fakta bahwa anak-anaknya sudah dewasa dan memiliki hidup dan cita-cita sendiri. Sulit menampik pandangan masyarakat sekitar fakta bahwa misalnya Domu sebagai anak pertama yang diharapkan menikah dengan Boru Batak, justru akan bertunangan dengan perempuan dari suku lain. Atau Gabe yang sarjana hukum (diharapkan menjadi jaksa/hakim) namun malah berprofesi menjadi komedian. Dan Sahat yang bungsu yang diharapkan menjadi penerus orang tua di kampung, malah malah menetap di Bali. Hanya Sarma, satu-satunya anak perempuan, yang akhirnya mau mengubur cita-citanya menjadi chef di Bali dan akhirnya mengalah untuk bekerja sebagai abdi negara di kampung demi menjaga orang tuanya.

Kita tahu bahwa potensi konflik ini justru terkuak setelah mereka berkumpul di kampung. Dan dalam situasi pelik ini, Pak Domu yang mempertahankan kebiasaan dan tradisi Batak, justru menjadi "public enemy" di keluarganya sendiri. Jiwa dan statusnya sebagai Bapak orang Batak yang dominan benar-benar harus diuji terhadap kecintaannya yang tulus kepada istri dan anak- anaknya.

Ending cerita ini (setelah liku-liku yang panjang dan rumit) akhirnya menunjukkan bahwa Pak Domu berhasil menjadi figur Bapak yang menjadikan kebahagian keluarganya lebih utama dari pada "wibawa" nya sebagai Bapak orang Batak. Pak Domu juga mau "merendahkan dirinya" untuk mengunjungi satu per satu anak-anaknya yang ada di Jawa dan Bali, belajar memahami apa yang menjadi passion anak-anaknya, dan kemudian siap mensupport sepenuhnya cita-cita dan kebahagiaan mereka. Sebuah pilihan yang mungkin tidak populer bagi sebagian Bapak orang Batak.

Poin ketiga (mungkin hal yang paling penting), Pak Domu mendapatkan (kembali) cinta sejatinya di dalam diri Mak Domu. Kebiasaan suami istri Batak yang sering penulis amati adalah sulitnya menunjukkan kemesraan satu dengan lainnya. Bukan karena tidak cinta, namun fokus kepada masalah utama seperti kebutuhan ekonomi, anak-anak, adat, dan lain sebagainya "menggerus" cinta sejati sebagai suami istri. Meskipun Pak Domu dan Mak Domu masih sering membahas hal-hal penting dalam rumah tangga mereka, namun terkesan sebagai kewajiban saja. Buktinya Pak Domu lebih merasa bahagia dan bebas berekspresi ketika berkumpul dengan teman-temannya saat berada di Lapo (kedai) tuak. Singkatnya, Pak Domu terkesan menganggap Mak Damo lebih sebagai kewajiban dibandingkan partner hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun