Mohon tunggu...
Samuel Aviantara Pakpahan
Samuel Aviantara Pakpahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Manajemen Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Saya memiliki minat di bidang Sejarah, Sosial-Budaya, dan Geopolitik baik nasional maupun internasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontroversi Identitas Batak dalam Budaya Suku Mandailing

12 Januari 2025   12:05 Diperbarui: 12 Januari 2025   12:02 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagas Godang Mandailing (Sumber : wisato.id)

Suku Batak merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia dengan peran yang cukup signifikan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa Suku Batak adalah Suku yang mendiami wilayah pedalaman (sekitar Danau Toba) di Sumatera Utara. Suku Batak sendiri berasal dari rumpun bangsa Austronesia yang berasal dari Kepulauan Formosa kemudian bermigrasi ke wilayah Nusantara sekitar 2.500 tahun lalu. Identitas Suku Batak mulai populer dan banyak digunakan setelah adanya organisasi  bernama Jong Batak Bond yang beranggotakan pemuda-pemudi dari daerah Tapanuli dan sekitarnya (sekarang Sumatera Utara). Pembagian sub-suku Batak dilakukan selama masa Kolonial Belanda untuk memecah belah rakyat sekaligus untuk mempermudah proses administrasi di daerah Tapanuli. Salah satu sub-suku Batak yang cukup banyak menjadi topi di masa ini adalah Batak Mandailing. Identitas Batak Mandailing merujuk kepada orang-orang Batak yang mendiami dan menetap di daerah selatan Sumatera Utara, yakni Kab. Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kab. Mandailing Natal, Kab. Padang Lawas, dan Kab. Padang Lawas Utara. Sejak awal abad ke-20, masyarakat Batak Mandailing dikenal sangat taat sebagai pemeluk agama Islam. Ini terbukti dengan adanya salah satu pondok pesantren tertua di Sumatera, yaitu Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kab. Mandailing Natal. Pondok Pesantren ini didirikan oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily. Agama islam sendiri masuk ke dalam masyarakat Batak Mandailing pada abad ke-19 oleh pedagang dari Minangkabau, Sumatera Barat. Namun, perkembangan penyebaran agama Islam paling luas terjadi saat invasi Paderi oleh Tuanku Rao yang masuk ke wilayah Mandailing melalui Muara Sipongi dan terus bergerak ke arah utara. Selepas invasi Paderi di tanah Batak, masyarakat Batak Mandailing menjadi mayoritas memeluk agama Islam. Beberapa tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang merupakan keturunan Batak Mandailing, antara lain, Jenderal Besar TNI (Purn.) Abdul Harris Nasution, Prof. Drs. Lafran Pane, dan Parlindungan Lubis. 

Asal-usul Batak Mandailing sering menimbulkan berbagai kontroversi di kalangan masyarakat. Kata Mandailing dipercaya berasal dari kata Mande Hilang dalam bahasa Minangkabau yang berarti ibu yang hilang, mengutip dari buku 'Kisah Asal-Usul Marga di Mandailing' karya Z. Pangaduan Lubis. Selain itu, dalam catatan Kitab Nagarakretagama terdapat wilayah taklukan atau dibawah Kerajaan Majapahit yang bernama Mandahiling yang dapat kita interpretasikan daerah tersebut adalah kawasan di Tapanuli Selatan. Namun, terlepas dari banyaknya sumber dari sejarawan dan budayawan mengenai asal-usul Mandailing, yang saya ingin tekankan disini adalah masyarakat Mandailing adalah bagian dari Suku Batak dan masih memiliki garis keturunan sama dari Si Raja Batak yang berasal dari Pusuk Buhit. Logika paling sederhana adalah masayarakat Batak yang tinggal di daerah Danau Toba memiliki tanah yang kurang subur, sehingga memungkinkan mereka untuk keluar dari daerah tersebut dan mencari daerah lain yang sekirnya lebih subur untuk bertani atau istilah dalam bahasa batak nya adalah 'mamukka huta' atau membuka perkampungan baru. Sejatinya, masyarakat Batak Mandailing adalah masyarakat Batak di daerah Toba yang melakukan perpindahan ke daerah selatan dari Danau Toba dan membuat perkampungan baru disitu.

 Marga-marga Batak Mandailing seperti Nasution, Lubis, Siregar, dll. masih memiliki tarombo yang sama dari marga-marga di Batak Toba. Marga Siregar adalah salah satu marga dengan tali persaudaraan yang kuat antara Batak Toba dan Batak Mandailing. Asal Toga Siregar adalah Kec. Muara, Kab. Tapanuli Utara yang kemudian memiliki turunan marga yaitu, Silo, Dongoran, Silali, dan Siagian. Marga Silali kemudian memiliki anak yaitu Ritonga yang banyak bermukim di daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal dan mayoritas sudah memeluk agama Islam. Contoh lain marga Mandailing adalah Nasution. Terdapat banyak versi mengenai asal-usul marga Mandailing, yaitu keturunan Batara Pinayungan dan Ompu Debata Siahaan. Versi Batara Pinayungan menyebutkan bahwa Sultan Alamsyah Siput Aladin yang merupakan Raja Pagaruyung pada abad ke-17 yang memiliki putra bungsu bernama Batara Payung Tuanku Raja Nan Sakti yang kemudian memilih untuk merantau ke daerah Mandailing dan menurunkan marga Nasution. Sedangkan versi Ompu Debata Siahaan yang berasal dari Kec. Balige, Kab. Tapanuli Utara, marga Nasution merupakan turunan dari Juara Monang yang bernama Sisorik kemudian berpindah dari Tapanuli Utara ke selatan dan menetap sembari membuka perkampungan di daerah Mandailing Godang dan kemudian menggunakan marga Nasution. Hal paling tidak relevan jika marga Nasution ini berasal dari keturunan Minangkabau, mengapa sampai sekarang malah menggunakan garis patrilineal atau garis keturunan ayah bukan matrilineal seperti di Minangkabau. Untuk merubah budaya seperti itu dibutuhkan waktu yang cukup lama sehingga teori dari Kerajaan Pagaruyung menurut saya sangat tidak memungkinkan.

Inti dari artikel ini adalah, saya ingin meluruskan bahwa Suku Batak memiliki 6 puak atau sub-suku yaitu Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun, dan Toba memiliki satu garis keturunan dari Si Raja Batak dan mewarisi falsafah Suku Batak yang sampai saat ini digunakan yaitu 'tungku yang tiga' atau DALIHAN NA TOLU yang setiap sub-suku memiliki bahasanya sendiri namun tidak merubah inti dari falsafah tersebut. Penamaan Batak Mandailing bertujuan untuk membedakan masyarakat BATAK dengan kebudayaan MANDAILING dan tinggal di daerah MANDAILING NATAL dan sekitarnya, bukan menjadi sebuah suku baru seperti suku mandailing. Salam Batak bersatu, jangan ada perpecahan di antara 6 Puak Batak. HORAS! tondi madingin pir ma tondi matogu, saur matua bulung!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun